Perjuangan Sang Juara di Masa Senja

Vriana Indriasari | CNN Indonesia
Minggu, 01 Mar 2015 12:23 WIB
Sang legenda bulu tangkis Indonesia, Tan Joe Hok, menikmati masa tuanya dengan bernyanyi dan memberi makan burung-burung liar.
Legenda bulu tangkis Indonesia, Tan Joe Hok, ketika ditemui di kediamannya di Jakarta Selatan, Indonesia, pada Kamis (26/2). (CNN Indonesia/Martinus Adinata)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jari telunjuk tangan kanannya terlihat gesit memainkan layar sentuh sebuah iPad. Benda ini lah yang kini menemani keseharian Tan Joe Hok yang sudah lebih dari 17 tahun hidup tanpa sang istri tercinta.

"Saya banyak belajar pakai ini (Menunjuk iPad-nya)," kata Tan Joe Hok pada CNN Indonesia.

Pria yang masih terlihat bugar di usia mendekati 80 tahun itu mengaku mengikuti perkembangan berita nasional dan internasional melalui teman elektroniknya itu. Ia pun mengatakan ikut "mati gaya" jika internet tengah bermasalah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya mengikuti berita, ia juga sering bernyanyi sambil mengakses situs Youtube. Beberapa lagu bahkan masuk daftar wajib dengarnya. Sebut saja "You Raise Me Up" yang, menurutnya, menyentuh perasaan kala mendengar suara Josh Groban melantunkannya.

When I am down and, oh, my soul, so weary;
When troubles come and my heart burdened be;
Then I am still and wait here in the silence,
Until you come and sit awhile with me.

Selain berkutat dengan iPad, sang legenda juga punya kebiasaan unik lainnya. Setiap pagi, kata Tan Joe Hok, puluhan burung liar selalu singgah ke rumahnya.

"Setiap pagi, mereka yang bangunkan saya. Mereka juga datang tiap sore," katanya menjelaskan.

Ternyata, burung-burung itu datang lantaran mencari makan, dan Tan Joe Hok dengan senang hati menyediakan. "(Dulu) saya kasih beras. Sekarang beras mahal, jadi saya kasih jagung."

Namun belakangan, keseharian Tan Joe Hok terganggu. Ia mengaku sedang bingung karena pajak bumi dan bangunan (PBB) rumah sederhana yang ditempatinya sekarang mencapai angka di atas Rp40 juta dan harus dibayar selambat-lambatnya Agustus mendatang.

Jangankan untuk membayar PBB sebesar itu, untuk makan sehari-hari, Tan Joe Hok hanya mengandalkan tabungannya saja. Padahal, akunya, ia terakhir bekerja pada tahun 2000.

"Beruntung makan saya tidak aneh-aneh. Tadi saja saya hanya minta belikan kacang panjang dua ikat dan mentimun."

Prestasi yang diraihnya puluhan tahun silam seperti tak memiliki makna apapun. Sosok yang membuat Merah Putih berkibar di kancah bulu tangkis internasional itu seolah tak bisa merasakan ketenangan yang sederhana di masa tuanya. Terlebih Tan Joe Hok masih kerap membantu PBSI hingga kini.

Negara ini memang tak punya tempat bagi para pahlawan. Bukan cerita baru karena kondisi semacam ini sudah terjadi berpuluh tahun silam. Tan Joe Hok menjadi saksi hidup bagaimana dirinya, seorang atlet dengan catatan prestasi fenomenal, merasakan hal serupa.

Tan Joe Hok secara gamblang mengaku sejak dulu tidak pernah percaya kepada para pengurus olahraga bulu tangkis. Ia mengaku tak mendapat hadiah selain piala dan piagam penghargaan, termasuk saat meraih gelar juara tingkat nasional pada 1956.

“Saya enggak pernah percaya sama pengurus. Saya ikut kejuaraan dinaikkan ke kereta bersama kambing, padahal mereka enak-enak,” katanya saat ditemui CNN Indonesia beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu, Tan Joe Hok merasa tak memperoleh dukungan kala ia dan beberapa pemain pelopor bulu tangkis lain seperti Ferry Sonneville berniat mengikuti ajang Piala Thomas.

Dikecewakan di masa jaya dan pensiun. Namun Tan Joe Hok tetap menegakkan kepala. Bagaimana pun juga ia telah berhasil menyekolahkan anak-anaknya meski hidup sederhana di masa tua.

Kekayaan lain pun telah dikantongi. Hingga kapan pun, namanya abadi dalam lembaran sejarah (bulu tangkis) Indonesia.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER