Soekarno-Hatta di Bulutangkis Indonesia

Martinus Adinata | CNN Indonesia
Sabtu, 28 Feb 2015 15:41 WIB
Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville adalah dua orang peletak pondasi kejayaan bulu tangkis Indonesia. Mengapa keduanya dikabarkan tidak akur?
Legenda bulu tangkis Indonesia, Tan Joe Hok, ketika ditemui di kediamannya di Jakarta Selatan, Indonesia, pada Kamis (26/2). (CNN Indonesia/Martinus Adinata)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak. Demikian pameo yang menegaskan bahwa tak ada gunanya untuk mencari lawan.

Namun, tampaknya anggapan itu tak berarti dalam konteks olahraga. Apakah artinya menjadi tak terkalahkan jika tidak ada saingan yang akan memotivasi diri untuk menjadi lebih baik? Apalah artinya memiliki talenta besar jika tak ada lawan untuk mengukur kemampuan untuk menembus batas diri?

Mungkin itulah yang akan dirasakan Tan Joe Hok jika ia tidak bertemu pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia tangguh lainnya dalam perjalanan kariernya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebut saja nama Njoo Kim Bie, Lie Po Djian, Eddy Yusuf, hingga Ferry Sonneville. Mereka lah yang bersama-sama dengan Tan Joe Hok saling berusaha untuk menjadi lebih baik dan akhirnya mengharumkan nama bangsa lewat dunia bulutangkis.

Dari deretan nama tersebut, Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville sendiri menjadi dua nama yang dianggap sebagai fondasi bulutangkis Indonesia yang kita kenal saat ini.

Ketika Tan Joe Hok merebut gelar All England pertama pada 1959, Ferry Soneville adalah pebulu tangkis yang ia kalahkan di partai final. Sementara ketika merebut Piala Thomas pertama, Ferry adalah orang yang bahu membahu bersama Tan Joe Hok merebut piala beregu putra tersebut.

Namun layaknya perumpamaan 'tiada gading yang tak retak', hubungan antara dua legenda bulutangkis ini juga mengalami pasang surut.

Di mata peraih gelar turnamen All England pertama di Indonesia, Tan Joe Hok, Ferry merupakan teman yang berbeda visi.

"Kami merupakan teman, hanya saja berbeda visi," ujar Tan Joe Hok di kediamannya di kawasan Pancoran, Jakarta, kepada CNN Indonesia, Kamis (26/2).

Perbedaan visi ini mulai muncul saat Indonesia berusaha mempertahankan Piala Thomas 1967.

Menurut Tan Joe Hok yang saat itu berusia 30 tahun, dirinya dan Ferry (37) seharusnya tak lagi tampil dan memberikan kesempatan pada generasi muda.

"Saya tidak senang dengan Pak Ferry karena saya pikir generasi muda yang harusnya main," ujar Tan Joe Hok. "Itulah orang jika sudah di atas tidak mau lihat ke bawah."

"Beda pendapat, saya tidak mau bermain dan di Piala Thomas '67 akhirnya tidak bermain, walaupun saya masih ada potensi."

Akhirnya, Tan Joe Hok menolak untuk bermain dan keputusan Ferry untuk tetap tampil di Piala Thomas 1967 justru menjadi akhir antiklimaks bagi kariernya yang gemilang, setelah Indonesia takluk dari Malaysia di partai puncak.

Bagai Soekarno-Hatta

Menyikapi hubungannya dengan Ferry sendiri, Tan Joe Hok memilih untuk membandingkannya dengan pasangan Presiden dan wakil presiden Indonesia pertama, Ir Soekarno dan Mohammad Hatta.

"Tiap orang berbeda lah, tetapi dia tetap teman baik saya," ujar Tan Joe Hok melanjutkan.

"Sama saja seperti Bung Karno dan Bung Hatta."

Selain itu dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Tan Joe Hok juga ingin meluruskan kesalahpahaman yang sering mengatakan dirinya memiliki masalah dengan pelatih fisik bulutangkis Indonesia di era 70an hingga 90an, almarhum Tahir Djide.

Kedua sosok yang sempat melatih timnas bulutangkis Indonesia ini sering digosipkan tidak akur karena perbedaan karakter dan gaya kepelatihan.

"Itu karangan orang saja," ujar peraih medali emas pertama Indonesia di ajang Asian Games tersebut. "Saya hormat kepada Tahir Djide, tetapi dia kan tidak bisa main badminton, bagaimana dia mau ngajarin, orang megang raket saja tidak bisa?"

"Tapi dia tidak salah, dia benar karena badminton memang membutuhkan fisik, tetapi caranya salah karena harusnya teknik dulu dong, jangan disamaratakan semua."

Menurut Tan Joe Hok, perselisihan ia dan Tahir sendiri mencuat karena dibesar-besarkan media saja.

"Pertentangan (Tan Joe Hok-Tahir Djide) hanya dipertentangkan oleh wartawan saja, karena saya melatih melihat dari sudut pandang bulu tangkis, sedangkan dia hanya dari fisik, fisik, dan fisik," ujar Tan Joe Hok melanjutkan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER