Jakarta, CNN Indonesia -- Tan Joe Hok memiliki sifat lugas serta tegas. Karena itu ia pun tak menutupi beberapa perasaan kecewa yang sempat ia alami sepanjang hidupnya.
"Soal pengurus (bulu tangkis) mah dari dulu saya gak percaya sama pengurus," kata Tan Joe Hok tertawa.
Saya lahir di Indonesia dan matipun di Indonesia.Tan Joe Hok |
"Waktu saya naik kereta kemana-mana bersama tim Jawa Barat, pengurus duduk di kelas bagus, kita
mah jadi satu sama kambing. Tetapi saya tak peduli hal itu, karena saya bangga sudah bisa bertanding dan menang," ucap Tan Joe Hok membeberkan pengalamannya sebelum ia terkenal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tan Joe Hok juga mengakui bahwa saat debut Indonesia di Piala Thomas pun tak lepas dari kontroversi dengan pengurus.
"Saat itu Pak Ketua (Dick Sudirman) menyebut keberangkatan ini terlalu dini. Di sana lawannya hebat-hebat, terus dananya darimana," tutur Tan Joe Hok.
"Namun entah bagaimana akhirnya kami berangkat," kata Tan Joe Hok yang saat itu masih jauh lebih muda dibandingkan rekan-rekan setimnya.
Tan Joe Hok sendiri sama sekali tidak pernah mengungkit soal kesejahteraan dalam kariernya sebagai pemain bulu tangkis.
"Memang jaman itu berbeda, tidak seperti sekarang. Menang tidak dapat uang tetapi dapat kebanggaan bisa membuat Indonesia jadi juara," tutur Tan Joe Hok.
Walaupun Tan Joe Hok bisa berkompromi dengan masalah kesejahteraan saat menjadi pebulu tangkis, namun Tan Joe Hok tidak bisa berkompromi ketika etnis Tionghoa mengalami diskriminasi di Indonesia..
"Saya sedih kenapa kami harus mengalami hal ini. KTP harus ditandai, harus punya SBKRI, dan harus ganti nama yang lebih memiliki unsur Indonesia," tutur Tan Joe Hok yang sempat memakai nama Hendra Kartanegara ini.
Meski demikian, Tan Joe Hok menyebutkan bahwa ia sama sekali tak berpikir untuk meninggalkan Indonesia dan berganti kewarganegaraan.
"Saya lahir di Indonesia dan matipun di Indonesia," ucap Tan Joe Hok.
Tan Joe Hok pun menjadi saksi mata Indonesia kehilangan salah satu aset bulu tangkis bernama Tong Sin Fu yang gagal mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Padahal Tong Sin Fu sendiri lahir di Indonesia.
"Saya baru tahu beberapa hari jelang Tong Sin Fu pergi ke Tiongkok. Kalau saya tahu dari jauh-jauh hari, pasti saya akan membantu sekuat tenaga," kata Tan Joe Hok.
"Sebelum dia pergi, saya katakan padanya bahwa mungkin ini sudah nasib yang harus ia jalani," tutur Tan Joe Hok yang mengaku masih terus berkomunikasi dan kadang berkumpul dengan Tong Sin Fu ini.
Keresahan Tan Joe Hok soal etnis pula ini yang mendorongnya aktif terlibat saat perwakilan Tionghoa bertemu Presiden Gus Dur.
"Beliau orang hebat dan berkat kebijakan Beliau akhirnya kami juga bisa merayakan imlek di Indonesia dan imlek dijadikan hari besar," tutur Tan Joe Hok.
Sukses menjadi bagian yang memperjuangkan imlek menjadi hari besar, Tan Joe Hok pun turut aktif saat Hendrawan mengalami kesulitan saat sedang menjalani proses menjadi WNI pada tahun 2002 lalu.
"Saat saya dengar kabar itu, saya pun coba bertemu petinggi-petinggi negara ini dan coba meminta tolong agar kasus itu menjadi perhatian dan bisa segera diberikan bantuan. Akhirnya masalah itu selesai dalam hitungan jam saja," kata Tan Joe Hok.
Di masa tuanya ini, Tan Joe Hok mengaku tenang karena persoalan diskriminasi etnisnya sudah berlalu.
"Satu-satunya yang mungkin bisa disebut masalah bagi saat ini adalah soal pajak rumah. Bagaimana mungkin saya bisa membayar pajak rumah sebesar lebih dari 40 juta," kata Tan Joe Hok sembari tertawa getir.
"Saya sudah coba mengurus untuk permohonan keringanan dengan membawa piagam penghargaan bintang tanda jasa," tutur Tan Joe Hok seraya berharap hal ini bisa cepat selesai.