Jakarta, CNN Indonesia -- Rudy Hartono, Juara All England tujuh kali beruntun dan delapan kemenangan secara keseluruhan.
Dalam deret kalimat itu, ada kehebatan, ketekunan, kerja keras, konsistensi, dan ada pula keberuntungan.
Rudy pertama kali memesona publik saat tampil di Piala Thomas 1967. Meskipun Indonesia kalah di partai final, namun Rudy sukses menyumbang dua poin di babak final dengan mengalahkan dua tunggal Malaysia, Tan Aik Huang dan Yew Cheng Hoe.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu saya sudah disebut-sebut sebagai calon bintang bulu tangkis masa depan Indonesia. Karena saat itu saya baru berusia 17 tahun," ujar Rudy mengenang.
Kemunculan Rudy pun seolah menjadi jawaban atas pergantian generasi bulu tangkis Indonesia setelah pada dekade sebelumnya nama Ferry Sonneville dan Tan Joe Hok menjadi ujung tombak nomor tunggal Indonesia.
"Saat itu saya langsung menjadi pebulu tangkis nomor satu di Indonesia. Meski demikian tetap saja keraguan mengalir perihal keberangkatan ke All England," ucap Rudy.
"Padahal saya punya dasar keyakinan. Tan Aik Huang yang saya kalahkan di final Piala Thomas saja pernah jadi juara All England karena itulah saya pun yakin bahwa saya punya kemampuan untuk itu," kata Rudy melanjutkan.
Selain hal itu, keyakinan Rudy juga lantaran persiapan yang ia lakukan begitu panjang dan intens jelang All England tersebut.
"Saya berlatih selama lima bulan, tanpa pelatih, sehingga saya harus menyusun program sendiri. Saya begitu fokus dalam latihan setiap harinya karena saya ingin menjadi juara di Inggris," tutur Rudy.
Latihan keras Rudy pun terbayar di lapangan. Dalam perjalanan ke babak final, Rudy hanya kehilangan satu game, yaitu saat menang rubber game atas Sven Andersen, 15-9, 12-15, 15-9.
Di babak final, Rudy ternyata bertemu Tan Aik Huang. Rudy sukses menuntaskan perjalanan debutnya di All England dengan gelar juara usai menang 15-12, 15-9.
"Saya gembira begitupun rakyat Indonesia apalagi saat itu kita mendapat dua gelar (Indonesia juga juara di nomor ganda putri lewat Minarni Soedaryanto/Retno Koestijah). Di nomor tunggal putra, setelah hampir satu dekade, akhirnya ada lagi juara All England dari Indonesia."
Sakit Gigi di LondonBanyak yang bertanya seperti apa kondisi fisik Rudy di tiap tahunnya, sehingga ia bisa menjuarai All England selama tujuh tahun beruntun dan delapan kali secara keseluruhan.
Kondisi fisik prima jelas menjadi salah satu syarat mutlak untuk terciptanya performa yang konsisten selama tujuh tahun beruntun itu.
"Ya, skill dan fisik yang prima itu pasti bisa diciptakan lewat latihan dan persiapan yang baik. Saya rata-rata melakukan persiapan selama tiga bulan jelang All England," ucap Rudy.
"Namun tak dimungkiri juga pasti ada masalah soal kebugaran tubuh saya ketika itu."
Rudy pun kemudian mengenang saat dirinya sakit gigi di tahun 1970.
"Sebelum berangkat saya sehat-sehat saja. Namun begitu sampai di sana gigi saya sakit sekali rasanya padahal esoknya sudah mau bertanding. Karena itu mau tak mau saya harus segera cari dokter dan cabut gigi saya," tutur pria kelahiran Surabaya ini.
"Beruntung esoknya sudah tidak terasa lagi sakitnya. Saya pun bisa bertanding tanpa gangguan."
Selain sakit gigi, Rudy pun mengaku bahwa ia juga sempat mengalami beberapa kendala pada tubuhnya selama perjuangannya meraih titel demi titel All England tiap tahunnya.
"Jika cedera-cedera ringan saya juga mengalaminya. Namun untuk cedera berat, saya tidak pernah mendapatkannya selama tujuh tahun dominasi saya di All England," kata Rudy.
"Di situlah keberuntungan juga sepertinya berperan sehingga saya bisa hampir selalu berada dalam kondisi fit setiap All England digelar," ucapnya menambahkan.
Erland Kops Si PemicuMenjadi juara All England tujuh kali beruntun, selain skill dan kondisi yang prima, fokus dan konsentrasi juga memegang peranan penting.
Setelah menjadi juara dari tahun ke tahun, tak dimungkiri kadang perasaan jenuh bisa menghampiri seorang atlet. Hal itu bisa jadi akan membuat mereka kehilangan fokus, motivasi atau bahkan meremehkan lawan-lawan yang ada.
"Saat saya sudah jadi juara untuk ketiga kalinya memang saya sempat bertanya,'kok saya bisa juara All England lagi, berturut-turut, padahal saingannya juga banyak.' Begitu yang saya pikirikan," tutur Rudy.
"Namun saya tidak pernah mengalami apa yang disebut kehilangan motivasi. Pasalnya, di atas saya sudah ada yang pernah menjadi juara All England empat kali beruntun yaitu Erland Kops. Maka dari itu saya terpacu ingin mengalahkan rekornya," ujar pria kelahiran 18 Agustus ini menambahkan.
Karena terpacu oleh rekor Kops itulah, Rudy tidak pernah menganggap remeh lawan-lawan dalam keikutsertaannya pada turnamen All England.
"Setelah saya menumbangkan rekor kemenangan beruntun, saya pun terpacu untuk mengalahkan rekor kemenangan terbanyak di All England, juga atas nama Kops, sebanyak tujuh gelar juara," ucap Rudy.
"Hal itulah yang akhirnya membawa saya terus memacu diri hingga akhirnya berhasil memenangkan All England sebanyak delapan kali."
(ptr/ptr)