Jakarta, CNN Indonesia -- Nihil gelar. Ungkapan tersebut akhirnya menjadi kenyataan tim bulu tangkis Indonesia di pengujung perhelatan All England. Menyakitkan, namun semoga juga membangkitkan.
Pasca kegagalan meraih medali di Olimpiade London 2012, Indonesia memang seolah terbuai kebangkitan yang ditunjukkan oleh tim bulu tangkis lewat torehan titel penting pada tahun 2013 dan 2014.
Pada periode tersebut Indonesia meraih gelar di All England 2013, Kejuaraan Dunia 2013, All England 2014, dan Asian Games 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Target-target besar terpenuhi dan kata kebangkitan pun dikumandangkan sebagai pertanda bahwa bulu tangkis Indonesia telah melalui fase-fase sulit.
Namun, kesuksesan Indonesia dalam dua tahun terakhir bukanlan sebuah kebangkitan yang sesungguhnya, melainkan milik Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Merekalah yang selalu memanggul beban pemenuhan target Indonesia di ajang besar dalam dua tahun terakhir secara bersama-sama ataupun bergantian. Satu-satunya kesuksesan di luar Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana hanya ada di Asian Games 2014 saat Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari berhasil meraih medali emas.
Di luar itu, pasukan Indonesia masih dalam perjalanan menuju kebangkitan prestasi.
Gambaran betapa berbahayanya kondisi Indonesia yang hanya mengandalkan Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana terlihat pada Kejuaraan Dunia 2014.
Saat itu Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana harus absen dari turnamen lantaran Ahsan dan Tontowi cedera. Hasil akhir kemudian bisa ditebak, Indonesia harus pulang dengan tangan hampa, tanpa gelar juara.
Hasil di All England 2015 ini pun memberikan gambaran lain bahwa bahkan ketika Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana hadir pun, Indonesia tak selalu bisa tersenyum bahagia karena ada masanya kedua pasangan tersebut tidak bisa menampilkan performa terbaik.
Mesti dibilang bahwa andalan Tiongkok pun tak selamanya bisa menampilkan performa terbaik.
Di All England ini, terbukti Li Xuerui, Lin Dan, dan Xu Chen/Ma Jin juga gagal memenuhi harapan tim pelatih Tiongkok.
Namun, bedanya, Tiongkok tidak hanya bertumpu pada segelintir nama. Mereka memiliki deretan pebulu tangkis yang siap diandalkan untuk membidik gelar juara.
Meski tak pernah secara tegas mengakui, Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana sendiri pasti memiliki beban sebagai andalan di tiap turnamen. Dan bisa dibayangkan bahwa beban ini jauh lebih besar ketimbang dengan beban yang dipanggul para pemain Tiongkok.
Boleh jadi mereka malah tidak memikirkan beban sebagai andalan negara. Beban para atlet Tiongkok lebih merupakan beban individu, dengan mereka harus bisa menjadi yang terbaik di tengah persaingan internal yang ketat.
Setahun Jelang Olimpiade Rio de Janeiro 2016Medali emas Olimpiade Rio de Janeiro adalah target besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Mereka tidak ingin tim bulu tangkis Indonesia pulang dari Brasil tanpa medali emas dalam genggaman.
Catatan buruk di London tidak boleh terulang dan harus segera terhapus oleh hasil bagus di Rio de Janeiro.
Andai kegagalan meraih medali kembali terjadi, lunturlah sudah reputasi Indonesia sebagai negara kuat di dunia bulu tangkis.
Tetapi sebelum berbicara lebih jauh soal peluang medali emas, Indonesia sendiri ditantang oleh sebuah hal yang sejatinya sederhana, yaitu tentang berapa banyak wakil Indonesia yang bisa lolos ke Olimpiade Rio de Janeiro.
Dengan reputasi yang dimiliki Indonesia, sejatinya meloloskan dua wakil di tiap nomor adalah sebuah kewajaran. Namun, yang terjadi saat ini, Indonesia harus berjuang keras untuk mewujudkan hal tersebut. Memiliki dua wakil di tiap nomor pada Olimpiade Rio de Janeiro kini seolah menjadi mimpi yang terlampau tinggi.
Untuk bisa meloloskan dua wakil di tiap nomor, para pebulu tangkis Indonesia memang harus berjuang ekstra keras.
Di nomor tunggal, dua pemain Indonesia harus ada di jajaran 16 besar dunia jika ingin meloloskan dua wakil.
Sementara itu di nomor ganda, dua ganda Indonesia harus berada di delapan besar jika ingin meloloskan dua wakil.
Jika gagal memenuhi hal itu, Indonesia hanya akan mendapat satu wakil di tiap nomor.
Saat ini sendiri, baru nomor ganda campuran yang memiliki tanda-tanda bisa meloloskan dua wakil. Sementara nomor lainnya belum menunjukkan indikasi itu.
Tiga Kasta Pebulu Tangkis IndonesiaPerhitungan di atas baru hal dasar soal berhitung wakil yang bisa dikirim ke Brasil. Belum berbicara soal peluang meraih medali emas.
Saat ini, jika dibagi dalam kategori, maka ada tiga kategori yang bisa disematkan pada para pemain Indonesia dalam persaingan bulu tangkis dunia.
Pertama, kategori bertarung untuk medali emas. Setahun jelang Olimpiade, hanya ada nama Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana yang memiliki kapasitas untuk bisa bersaing dengan andalan negara lain.
Kedua, kategori yang berpeluang memberikan kejutan. Dalam kategori ini ada Greysia/Nitya dan Praveen Jordan/Debby Susanto.
Greysia/Nitya butuh penampilan yang lebih konsisten dari turnamen ke turnamen sehingga mereka bisa naik status dari pemain yang berpotensi menghadirkan kejutan menjadi pemain yang bisa diandalkan untuk titel juara.
Pun begitu halnya dengan Praveen/Debby. Mereka harus bisa beranjak dari status mereka sebagai kuda hitam menjadi pemain yang benar-benar bisa dibicarakan dalam persaingan merebut gelar juara.
Ketiga, kategori pemain yang tidak berada di dua kategori di atas, yaitu mereka yang masih berjuang untuk bisa diharapkan dan diandalkan.
Mayoritas pemain Indonesia saat ini berada di kasta ini.
Setahun ke depan, masih banyak ruang untuk perubahan. Pemain yang tadinya belum bisa diharapkan jadi andalan bisa naik status sebagai pemain yang punya peluang untuk membuat kejutan.
Pun begitu pemain yang tadinya sekedar dianggap sebagai kuda hitam, bisa naik status menjadi pemain andalan yang bersaing di garis terdepan untuk medali emas Olimpiade.
Namun jangan lupa pula bahwa ruang untuk perubahan tidak hanya selalu menawarkan kemungkinan ke arah yang lebih baik.
Ada pula kemungkinan terjadinya hal buruk. Pemain andalan bisa saja kehilangan performa terbaik dan berubah menjadi pemain yang sekedar berlabel 'kuda hitam.'
Pun begitu dengan pemain yang tadinya sudah bisa berstatus 'kuda hitam' malah berubah menjadi pemain yang sulit bersaing di kerasnya kompetisi bulu tangkis dunia.
Waktu satu tahun ke depan jelas bukan waktu yang panjang namun tetap bisa diperjuangkan agar perubahan yang terjadi adalah perubahan ke arah yang lebih baik.
Dan mungkin Kejuaraan Dunia 2015 yang berlangsung di Jakarta bulan Agustus nanti bisa jadi titik evaluasi sejauh mana perkembangan kekuatan bulu tangkis Indonesia bergerak selama setengah tahun ke depan.
(ptr)