Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak klub yang mampu tampil bagus dan menjadi fenomena di satu musim dan tenggelam di musim berikutnya, namun Southampton menolak menjadi sekedar klub sensasi satu musim saja.
Mengakhiri musim di peringkat ke delapan, dengan disertai sejumlah hasil mengesankan seperti saat menaklukkan Manchester City (3-1) dan Liverpool (3-1), banyak yang mengira dongeng Southampton akan berakhir saat manajer mereka, Mauricio Pochettino, menerima tawaran Tottenham Hotspur.
Tak hanya kehilangan Pochettino, Southampton juga melego --atau mungkin istilah yang lebih tepat adalah 'dirampok'-- sejumlah pemain penting mereka seperti kapten Adam Lallana, Rickie Lambert, Dejan Lovren, Luke Shaw, dan Calum Chambers.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, tak mengherankan banyak pihak beranggapan Southampton pada musim 2014/2015 ini akan menjadi salah satu klub yang berjuang di zona degradasi.
Lantas apa yang terjadi? Tim yang kehilangan banyak pemain pentingnya tersebut, justru kini berada dalam persaingan menuju Eropa musim depan.
Berada di peringkat ke enam, The Saints hanya selisih satu poin dari Liverpool yang berada satu peringkat di atas mereka, dan kini di ambang posisi terbaik selama keikutsertaan mereka di Liga Primer Inggris.
Dan semua itu tak lepas dari peran seorang Ronald Koeman, yang ditunjuk untuk menahkodai klub yang tampak telah siap terjun bebas ke dasar klasemen Liga Primer, pada awal musim ini.
Menambal Lubang, Bungkam Suara Sumbang"Dari apa yang saya lihat di pra-musim, kami merupakan tim yang lebih baik dibandingkan sejumlah tim lain di Liga Primer."
Ucapan Koeman di awal musim tersebut mungkin terdengar seperti penghiburan belaka. Lagipula ucapan itu keluar dari seorang manajer, yang dengan caranya sendiri 'mengkritisi' kebijakan klub yang melego sejumlah pemain penting mereka.
"Saya pikir kami jauh lebih baik ketimbang pikiran sejumlah orang," ujar Koeman pada awal musim lalu. "Jika Anda bertaruh kami akan terdegradasi, saya pikir Anda akan kehilangan uang Anda."
Dan benar saja, jika Anda bertaruh Southampton akan terdegradasi, saat ini Anda mungkin akan gigit jari.
Menambal sejumlah lubang yang diciptakan para pemain yang hijrah, Koeman mendatangkan pemain-pemain yang secara kualitas dapat bersaing dengan para pemain yang pergi tersebut.
Dusan Tadic telah membuat sebagian suporter The Saints melupakan aksi dan kreativitas Lallana. Sedangkan Graziano Pelle tampaknya mengakhiri musim ini dengan raihan gol lebih baik ketimbang Lambert, yang rutin menghangatkan bangku cadangan Liverpool.
Kedua pemain tersebut juga memiliki catatan bagus sebelum bergabung dengan Southampton. Saat masih berlaga di Liga Belanda (Eredivisie). Tadic (FC Twente) merupakan pemain yang yang paling banyak menghasilkan crossing akurat (64), sedangkan Pelle (Feyenoord) merupakan pencetak gol melalui sundulan terbanyak di Eredivisie dengan total sembilan gol.
Selain itu keberanian Koeman untuk menyingkirkan Artur Boruc di bawah mistar gawang Southampton, dan menggantinya dengan Fraser Forster, kiper muda yang didatangkan dari Glasgow Celtic, juga berbuah manis.
Penampilan Forster saat The Saints menahan imbang Chelsea, Minggu (15/3) lalu merupakan salah satu bukti keputusan jitu Koeman menyingkirkan Boruc --yang sebenarnya merupakan kiper tangguh, tetapi memiliki kecenderungan untuk bermain api di kotak penalti sendiri.
Dari segi pertahanan, Southampton yang hanya kebobolan 21 gol dari 30 pertandingan atau kebobolan 0,7 gol di tiap pertandingan --catatan terbaik di liga--, jauh mengalami perbaikan dibandingkan musim lalu, saat masih diasuh oleh Pochettino (kebobolan 46 dari 38 pertandingan atau 1,2 gol tiap pertandingan).
Sejauh ini Koeman telah menyulap Southampton menjadi klub yang lebih baik dari musim lalu, membungkam segala pesimisme yang menaungi Saint Mary, dan membuat suporter The Saints kini mulai memimpikan laga di kompetisi Eropa musim depan.
Dongeng Semu Southampton?Sejauh ini memang tak ada keluhan yang dapat dilemparkan ke manajemen Southampton atas prestasi mereka musim ini.
Namun pertanyaan besar yang akan menghantui benak suporter mereka adalah berapa lama keadaan ini bisa bertahan? Berapa lama hingga pemain bintang mereka diincar klub besar? berapa lama Koeman akan menukangi Southampton?
Bukan rahasia umum klub-klub medioker yang tiba-tiba tampil bagus selalu menjadi sasaran klub-klub besar pada musim berikutnya. Layaknya sapi perah, beberapa klub yang sempat bersinar, kembali meredup setelah kehilangan pemain-pemain mereka.
Begitu pula manajer sekelas Koeman yang telah meraih dua gelar Eredivisie bersama Ajax Amsterdam dan Piala Raja bersama Valencia, yang mungkin akan tergiur mengarsiteki tim yang lebih populer.
Iming-iming trofi dan bonus finansial merupakan pesona sepakbola modern yang membuat jarak antara klub besar dan klub kecil semakin lebar, dan bukan tidak mungkin Southampton akan menjadi korban berikutnya.
"Saya melihat diri saya siap (melatih klub besar)," ujar Koeman kepada sebuah acara radio, El Partido de las 12. "Saya memiliki pengalaman dan ini merupakan hal yang penting untuk menjadi pelatih bagus."
"Tetapi saat ini saya hanya memikirkan Southampton, karena saya masih memiliki dua tahun dalam kontrak saya."
Namun salah satu klub papan atas Liga Primer, Manchester City, saat ini dirumorkan akan segela memecat manajer mereka, Manuel Pellegrini, dan komentar Koeman terkait rumor tersebut cukup membuat jantung publik Saint Mary berdegup kencang.
"Txiki (Begiristain - direktur sepakbola Manchester City) memiliki nomor saya," ujar Koeman, sebelum menambahkan, "Ini hanya lelucon."
Lelucon atau bukan, Southampton mungkin akan menikmati kisah dongeng mereka di Liga Primer musim ini selagi masih bisa, karena musim depan, klub-klub besar mungkin akan kembali menggedor pintu mereka untuk kembali mencuri satu-dua bintang The Saints.
(vws)