Sulitnya Jadi Pelatih Tim Nasional

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Kamis, 26 Mar 2015 16:04 WIB
Menjadi pelatih tim nasional lebih sulit dibandingkan menjadi pelatih klub mengingat minimnya ajang yang bisa diikuti oleh tim  yang mereka latih.
Didier Deschamps dan pelatih tim nasional lainnya diadang tugas lebih berat dibandingkan pelatih klub. (REUTERS/Charles Platiau)
Jakarta, CNN Indonesia -- Joachim Loew, Vicente Del Bosque, Guus Hiddink, Antonio Conte, Fabio Capello, Roy Hodgson, dan Didier Deschamps adalah nama-nama tenar di dunia kepelatihan. Namun sepertinya hampir mustahil semua nama di atas tetap memegang jabatannya setelah Piala Eropa 2016.

Piala Eropa 2016 hanya akan berlangsung sekitar tiga minggu tetapi jadi penentu nasib banyak pelatih top di dunia. Dengan hanya satu pemenang di pengujung turnamen, maka jelas nasib pelatih tim-tim kalah berada di ujung ketidakpastian.

Berbeda dengan klub, menjadi pelatih tim nasional adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit. Hal itu tidak lain lantaran tolok ukur keberhasilan mereka yang sangat terbatas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika berbicara mengenai pelatih di dataran Eropa, maka tolok ukur mereka hanyalah gelaran Piala Eropa dan Piala Dunia. Itu berarti ujian keberhasilan mereka hanya adalah dalam kurun waktu dua tahun sekali, dan untuk kali ini Piala Eropa yang akan jadi tolok ukur mereka.

Loew yang sudah berhasil membawa Jerman juara dunia pasti akan dituntut untuk meraih prestasi kembali di Eropa. Gagal juara apalagi sampai terpuruk bisa berujung pada pemecatan.

"Pastinya kami ingin menjadikan tahun 2016 sebagai tahun sukses seperti yang kami lakukan di Piala Dunia 2014 lalu," ujar Loew beberapa waktu lalu.

Ambisi Loew ini jelas bukan menjadi ambisi dirinya seorang. Banyak pelatih yang akan datang ke Piala Eropa 2016 dengan ambisi yang sama seperti dirinya.

Del Bosque sudah diberi kesempatan untuk tetap duduk di kursi pelatih Spanyol dan pasti tak akan ada lagi kesempatan baginya jika kembali gagal di Piala Eropa.

Deschamps bakal memimpin Prancis bermain di hadapan publik sendiri. Target juara pasti akan dipasang dan kegagalan bisa berakibat pemecatan.

Pun begitu halnya dengan Conte dan Hiddink. Sebagai negara besar, Italia dan Belanda pastinya berharap sang pelatih bisa sukses membawa tim menjadi juara dan resiko pemecatan pasti akan membayangi kegagalan.

Gambaran di atas menggambarkan betapa beratnya persaingan yang ada di level kompetisi antar pelatih tim nasional.

Hal ini jelas berbeda jika dibandingkan dengan nasib pelatih di level klub. Menangani sebuah klub, pelatih memiliki banyak ruang untuk bisa bernapas lebih lama di klub itu.

Setiap tahunnya, tiap klub di Eropa mengikuti 2-3 kompetisi. Andai sang pelatih gagal membawa tim menjadi juara Liga, posisinya masih sangat mungkin aman jika trofi Piala Liga mampu ia menangkan.

Selain itu jika sang pelatih gagal di kompetisi domestik, namun bisa berjaya di level Eropa, maka posisinya pun hampir pasti aman.

Bahkan jika tidak ada gelar di satu musim, seorang pelatih juga masih memiliki kans besar untuk bertahan asal ia sukses membawa timnya mengalami kemajuan dan menjanjikan untuk bisa berprestasi di musim berikutnya.

Hal-hal inilah yang tidak dimiliki oleh pelatih tim nasional. Nama-nama besar dengan mudah berganti menjadi pecundang setelah turnamen berakhir.

Namun di sisi lain, karena sedikitnya ajang untuk pembuktian diri, nama pelatih tim nasional yang sukses membawa timnya menjadi juara akan dikenang dalam waktu yang lebih lama. (ptr/ptr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER