Kisah Petinju Putri, Membebat Dada Hingga Minim Tanding

Dika Dania Kardi | CNN Indonesia
Sabtu, 25 Apr 2015 13:56 WIB
Tak mudah bagi seorang petinju amatir putri Indonesia berjaya di dunia internasional. Minim pengalaman bertanding menjadi faktor penyebab utamanya.
Petinju Wanita Asal Indonesia Erni Ronsumbre (merah) ketika bertarung dengan Petinju Thailand Tassama Lee Thong San (biru) dalam perebutan Piala Presiden Ke-22 kelas 57 kg, Palembang, Jumat, 24 April 2015. Erni gagal memenangkan pertandingan dengan kekalahan angka. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Palembang, CNN Indonesia -- Sambil menunduk menahan lelah, Erni Roseronbre melangkah buru-buru menuju ruang ganti sudut merah.

Ia baru saja diumumkan kalah poin dari petinju putri asal Thailand, Tassama Lee Thong San di semifinal Piala Presiden kelas putri 57 kg Kejuaraan Internasional Piala Presiden 2015 di Palembang Sport and Convention Center, Jumat (24/4) malam WIB.

Kekalahan Erni menjadi pamungkas kegagalan petinju amatir putri Indonesia dalam kejuaraan yang diikuti petinju dari 19 negara tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanya ada dua petinju putri Indonesia yang tembus ke semifinal. Sebelum Erni, pada hari yang sama, Angelina Niis pun kandas di tangan lawannya, petinju asal Rusia, Isaeva Zoia, di kelas putri 48kg.

Baik Erni maupun Angelina sama-sama atlet tinju amatir nonpelatnas. Erni berada di tim Indonesia-B, sementara Angelina di tim Indonesia-C. Apakah itu artinya petinju putri Indonesia masih lemah di level internasional?

"Bukan teknik, bukan mental, tapi pengalaman bertanding," kata Darman Hutauruk, 42, yang menjadi pelatih tim Indonesia B saat menemani Erni yang masih kelelahan di ruang ganti usai pertarungan melawan Tassama kepada CNN Indonesia.

"Di sini, dia (Erni) baru mengalami kejuaraan (internasional) seperti ini, sedangkan lawannya sudah berpengalaman," ujar Darman.

Erni sendiri menilai dalam pertarungan itu dirinya memang merasa lebih lambat dalam memukul.

"Masih lambat. Harus dilanjutkan lagi dalam latihan," kata perempuan berusia 26 tahun itu sambil mengatur nafas yang memburu karena kelelahan.

Sementara petinju putri gagal menembus final Piala Presiden, di kelompok putra ada tiga petinju amatir Indonesia yang melangkah ke final. Mereka adalah Mario Kali, Vinky Montolulu, dan Julio Bria.

Demi melihat hal itu, Darman mengakui hal tersebut menunjukkan kekurangan dari tim Indonesia jelang Sea Games 2015 dan kejuaraan internasional lainnya. Ia menilai masih ada hal yang harus dikejar untuk bersaing dengan petinju putri amatir dari negara lain.

Salah satu yang ia sorot adalah diawali dari latihan. Menurutnya pemberian porsi latihan antara petinju putri dan putra harus berbeda. Pasalnya di atas ring terdapat perbedaan pula dalam aturan tinju amatir antara putra dan putri.

Selain itu, memperkaya mental pertandingan di kelas internasional. Para petinju yang masuk dalam tim di Piala Presiden, lanjut Darman, adalah mereka yang terbaik di kelas nasional.

Namun, keluh mantan atlet tinju di tahun 2000an itu, kejuaraan-kejuaraan untuk mengasah level pertandingan masih kurang didapat--terutama di tingkat internasional.

Hal senada diungkap pelatih Erni, Peinina Nanlohy, petinju-petinju putri memiliki keberanian untuk bertarung. Hal tersebut, lanjut perempuan berusia 47 tahun itu, dibuktikan dengan kehadiran mereka di atas ring tinju.

Erni sendiri, kata perempuan yang akrab disapa Peni itu, memiliki keunggulan dalam melakukan jab ke arah lawan. Namun, Tassama dinilainya lebih kaya pengalaman bertanding dan melakukan aksi hit and run.

"Di sini kita butuh lebih kaya bertanding, bukan hanya sparring," ujar Peni yang berprofesi sebagai guru olahraga di SD YPK Muli dan juga aktif di sasana tinju di kota Merauke.

Sekretaris Jenderal PP Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) Martinez Dos Santos mengakui kendala dari sisi pelatih putri yang rata-rata merupakan pelatih tinju pria.

"Kita sedang cari format yang tepat bagi petinju wanita. Kita lihat secara umum, kita tidak kalah dari negara lain, kita punya petinju yang masuk delapan besar dunia Beatrichx (Suguro)," ujar Martinez di sela pertarungan semifinal Piala Presiden ke-22 itu.

"Di Asia Tenggara, kalau dibilang (tinju amatir perempuan) paling kuat itu Filipina, lalu Thailand, dan ketiga kita. Tapi dengan sekarang ada petinju kita yang mulai bangkit, bukan tak mungkin kita bisa menyusul mereka."

Andai Erni semalam menang, maka ia akan menghadapi petinju Rusia Zinaida Dobrynina di kelas 57kg. Dobrynina lolos ke final setelah mengalahkan petinju India Pwilao Basumatary 2-0.

"Bagus sekali saya bisa ke final," kata Zinaida kepada CNN Indonesia ketika menyaksikan pertarungan Erni versus Tassama.

Petinju Wanita Asal Indonesia Erni Ronsumbre (merah) ketika bertarung dengan Petinju Thailand Tassama Lee Thong San (biru) dalam perebutan Piala Presiden Ke-22 kelas 57 kg, Palembang, Jumat, 24 April 2015. Erni gagal memenangkan pertandingan dengan kekalahan angka. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)


Restu Keluarga

Selain dukungan pelatih dan pengalaman kompetisi. Restu dari orang terdekat, terutama kerabat menjadi alasan penting bagi perkembangan tinju amatir putri di Indonesia.

Tinju adalah olahraga yang dinilai jantan, dan tak cocok dikuasai kaum hawa. Laila Ali, seorang putri kandung legenda tinju dunia, Muhammad Ali bahkan harus berhati-hati meminta izin kepada ayahnya untuk serius di dunia tinju pada akhir Januari 1999.

Akhirnya putri bungsu Ali itu menjadi satu-satunya pewaris kerajaan tinju ayahnya--dari sembilan anak. (Baca Juga: Laila, Pewaris Kerajaan Muhammad Ali)

Risiko yang harus ditanggung petinju perempuan adalah sisi anatomi tubuh yang tak didesain menerima hantaman terutama di bagian dada. Tak heran, petinju akan membebat dada erat-erat untuk mempermudah gerakan dan meredam cedera saat bertarung di atas ring.

Erni beruntung karena keluarganya mendukung keputusannya melakoni olahraga tinju.

"Kalau keluarga tidak izin saya tak berani," ujar Erni yang mulai berlatih tinju sejak bangku SMP itu.

Sementara itu Angelina dan Beatrichx  sempat tak mendapat dukungan keluarga.

Namun, keteguhan mereka tetap mengantar para perempuan itu tetap melakoni tinju. Beatrichx bahkan pernah mengharumkan nama bangsa dengan meraih medali perak di Sea Games 2013. (kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER