Liverpool, CNN Indonesia --
Tulisan berikut adalah bagian kedua dari seri tentang gelandang Brasil Philippe Coutinho yang disadur dari artikel asli di CNN dengan judul Philippe Coutinho: The Secret Life of 'O Mágico'***
Manajer Liverpool Brendan Rodgers memiliki taktik untuk memacu semangat para pemainnya yaitu membacakan satu surat dari ibu salah satu pemain sebelum laga. Taktik dari Rodgers itu unggul terutama bagi para pemain seperti Philippe Coutinho yang menempatkan keluarga di atas segalanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Coretan tinta dari tangan itu memberikan tenaga ke otot-otot dalam dirinya telah menjadi sebuah upeti bagi orang tuanya, dua saudara, dan istrinya Aine. Surat itu adalah sebuah pengingat yang permanen tentang orang terdekatnya yang telah berkorban membantunya meraih kesuksesan.
Saat menjawab wawancara
CNN Sport, dia secara konstan menunjukkan tato-tatonya yang ia jejakkan sebagai cetak biru dari kariernya dan juga jelas memberi dukungan terstruktur pada tema sentral dalam kehidupan Coutinho.
Perjalanannya dimulai dari Rocha, di kawasan Rio de Janeiro utara, di balik bayangan stadion Maracana yang megah.
Rumah masa kecil Coutinho yang sederhana terhimpit antara Favela da Mangueira dan pergudangan industri kecil. Favela da Mangueira adalah salah satu pemukiman tertua di sisi bukit di kota Rio.
Hal yang penting adalah, rumah itu juga dekat dengan sebuah lapangan beton di mana ia sering menyaksikan saudara tuanya, Cristiano dan Leandro bermain dengan kawan-kawannya. Lapangan beton itu pun merupakan salah satu sekolah informal bagi Coutinho untuk menemukan trik sulapnya bersama si Kulit Bundar.
"Mereka selalu bersama bola seperti sebagian besar anak-anak di negara ini, dan tentu saja, saya ingin menjadi seperti mereka," kata Coutinho.
Bakat Coutinho ternyata lebih baik dibandingkan saudara-saudara tuanya. Dari usia enam tahun, lapangan beton di dekat rumahnya telah menjadi surga bagi Coutinho cilik. Selain itu jalan-jalan di sekitar Favela pun menjadi arena bermain masa kecil Coutinho.
Dia memacu bakatnya lewat futsal, sebuah varian sepak bola dengan aturan serupa namun di lapangan lebih kecil, pemain lebih sedikit, dan bola lebih berat. Dengan ruang yang terbatas dan membutuhkan kemampuan serta improvisasi yang lebih, Coutinho kecil lebih berkembang.
Keluarganya selalu ada di sana menyaksikan kepiawaiannya mengolah bola, namun hanya nenek dari kawannya yang menyuruh sang ayah, Jose Carlos, untuk memasukkan Coutinho ke akademi sepak bola.
Tak ada bantahan dari ayah Coutinho atas nasihat tetangganya tersebut. Akhirnya Coutinho cilik dimasukkan ke dalam tim sepak bola lokal.
Beberapa bulan kemudian staf pelatih Vasco da Gama mendekati arsitek dari sebuah turnamen setempat dan membujuknya untuk mengantar Coutinho menjalani uji coba di klub mereka. Namun, Coutinho kecil terlalu pemalu ketika menjalani uji coba di klub
"Saya waktu itu menangis dan saya tak ingin bermain karena saya seorang pemalu," ujar Coutinho mengenang masa kecilnya saat mengikuti hari pembukaan trial di Vasco da Gama. "Saya masih seorang yang baru dalam kelompok itu, semua orang salign mengenal dan saya waktu itu merasa tidak nyaman dan malu."
Namun, berkat nasihat dan motivasi dari kerabatnya, Coutinho pun memberanikan diri mengikuti uji coba.
"Setelah dinasihati dan motivasi secara singkat, saya merasa baik-baik saja. Ketika saya mulai bermain, itu semua terasa normal dan alami. Saya tak malu lagi dan saya menikmatinya," tukas Coutinho.
Sejak saat itu, ayah, saudara tua, dan kemudian istrinya, Aine yang mengikutinya kemana saja, menonton setiap pertandingannya.
Dukungan mereka telah membuat kemampuan Coutinho semakin cepat bertambah. Akhirnya pada usia 16 tahun kesempatan itu datang dari Italia.
Raksasa Italia, Internazionale Milan, yang telah memantau perkembangan Coutinho segera menariknya ke Italia dengan biaya transfer $7,7 juta ketika Coutinho sudah berusia 18 tahun pada musim panas 2010. Pelatih Inter kala itu, Rafael Benitez, menyatakan Coutinho sebagai masa depan bagi klubnya.
Sayang, pada musim 2011/12, Coutinho kesulitan mendapatkan tempat di tim inti Internazionale sehingga dipinjamkan ke klub La Liga, Espanyol.
Setelah kembali lagi ke Internazionale pascamasa pinjaman habis, pada 26 Januari 2013, Liverpool telah menyetuji biaya transfer hingga 8,5 juta poundsterling. Akhirnya si Penyihir Kecil pun bergabung dengan Liverpool dan mengenakan nomor punggung 10.
(kid/kid)