Jakarta, CNN Indonesia -- Gonjang-ganjing yang terjadi di tubuh Real Madrid karena kepindahan Sergio Ramos dan Iker Casillas membuktikan satu hal, bahwa El Real memang bukan klub biasa. Setidaknya hal tersebut yang terjadi di bawah presiden Madrid saat ini, Florentino Perez.
Kepindahan seorang pemain yang telah membela klub dalam waktu cukup lama sebenarnya hal biasa-biasa saja. Liverpool melakukannya dengan Steven Gerrard dan Sami Hyypia, sementara ManUnited juga pernah melepas David Beckham yang seorang didikan akademi Setan Merah.
Pada Sabtu (12/7), Bayern Munich juga baru melepas gelandang yang telah membela Munich selama 13 musim, Bastian Schweinsteiger.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang menjadikan keputusan Real Madrid menjadi luar biasa adalah karena kedua bintang tersebut nyaris hengkang dengan menanggung kekecewaan besar kepada klub. Bahkan, Iker Casillas yang telah 16 tahun menjaga gawang Real Madrid dan melakoni lebih dari 700 pertandingan saja meminta pada klub tak perlu dibuatkan pesta perpisahan saking kecewa pada sikap klub.
Demikian juga dengan Ramos. Pemain belakang berusia 29 tahun itu sempat murka kepada klub yang tak mau meluruskan isu bahwa ia dijadikan alat kampanye dari seorang calon presiden Barcelona.
Dalam dunia sepak bola yang mengagungkan loyalitas, Madrid memang seolah menjadi anti-tesis. Tak peduli gelar atau jumlah masa bermain, siapa pun dapat digantikan dengan mudah oleh Perez.
Apalagi Madrid yang menduduki daftar klub dengan pendapatan terbesar di dunia selama 10 tahun berturut-turut memiliki otot-otot finansial yang cukup untuk menggantikan entitas mana pun yang mereka mau.
Misalnya saja Xabi Alonso dan Angel di Maria. Meski keduanya menjadi pemain penting dalam skema Carlo Ancelotti ketika mendapatkan La Decima -- Di Maria menjadi pemain terbaik di final Liga Champions dan ketika Alonso tidak bermain Madrid dikatakan seolah terkena sakit flu-- Madrid dengan mudah menggantikan keduanya dengan James Rodriguez dan Toni Kroos yang di atas kertas memiliki kemampuan setara.
 James Rodriguez dan Cristiano Ronaldo, dua dari belasan bintang yang dimiliki Real Madrid. (REUTERS/Juan Medina) |
Pusat Perhatian DuniaMesti dicatatkan bahwa proyek gonta-ganti pelatih dan pemain yang dilakukan oleh Perez sebenarnya tak melulu menghasilkan piala.
Di era Galacticos pertama di awal 2000-an, selama lima setengah tahun Madrid hanya mendapatkan dua gelar La Liga, sebuah gelar Liga Champions dan Piala Dunia Klub.
Sementara itu, pada periode kepemimpinan kedua Perez dalam lima setengah tahun terakhir, ia mendapatkan satu gelar La Liga, dua Piala Raja, Liga Champions, dan Piala Dunia klub.
Untuk ukuran klub lain, prestasi tersebut mungkin masih bisa dikatakan membanggakan. Namun, bukan dominan. Jika dibandingkan dengan rival utama mereka, Barcelona, yang dalam enam tahun terakhir dua kali mendapatkan treble, maka prestasi Madrid pun terasa tidak memuaskan.
Tapi satu hal yang menjadi ciri khas Real Madrid di era kepemimpinan Perez memang bukan prestasi, namun bagaimana mereka menjadi pusat perhatian dunia.
Di bawah Perez, sejak tahun 2000 Madrid selalu menjadi klub yang memecahkan rekor transfer pemain di dunia. Padahal, dalam puluhan tahun sebelum Perez menjabat, Madrid nyaris jarang terlibat dalam perang transfer.
Mulai dari Luis Figo, Kaka, Cristiano Ronaldo, hingga Gareth Bale dibawa ke Ibukota Spanyol dengan memecahkan batasan transfer termahal. Madrid pun lagi dan lagi menjadi sorotan dunia.
Madrid yang terobsesi menjadi pusat perhatian pun sempat diakui oleh Perez di era kepemimpinannya yang pertama.
Ketika ditanyai alasan Claudio Makalele dilepas pergi, Perez berkata bahwa Madrid adalah "Harlem Globtrotters dari dunia sepak bola". Pernyataan ini menunjukkan visinya untuk Madrid, yaitu tentang klub yang membawa hiburan, impian, dan juga kesenangan.
Karena itulah, baik pelatih maupun yang pemain yang ingin mengenakan identitas Real Madrid harus memenuhi kriteria tersebut dan tidak cukup untuk menjadi skill mumpuni.
Di satu sisi, membangun klub sepak bola dengan visi seperti itu memang tak menjamin adanya piala. Misalnya saja musim 2014/2015. Hanya satu musim berselang mendapatkan gelar Liga Champions, Carlo Ancelotti harus menerima kenyataan bahwa ia dipecat karena tak mendapatkan satu gelar pun. Padahal, Ancelotti harus dipusingkan dengan skema baru setelah kehilangan Alonso dan Di Maria -- dua pemain yang tak ingin ia lepas ke lub lain.
Tapi, di sisi lain, visi menjadikan Madrid sebagai pusat perhatian dunia membuat El Real mendapatkan banyak pundi-pundi uang.
Bagi Madrid yang menjual hak siarnya sendiri dan bukan dengan sistem kolektif, memiliki pemain-pemain yang memiliki faktor-X akan menjamin mereka mendapatkan kontrak dengan harga tinggi.
Begitu pula dengan penjualan seragam yang menjadi salah satu faktor pendulang uang bagi suatu klub. HIngga saat ini, Madrid masih menemani Manchester United sebagai klub dengan penjualan seragam terbanyak di dunia -- 1,5 juta euro.
Semua ini dikarenakan Madrid memastikan para pemain terbaik di lapangan dan luar lapangan selalu merapat ke dalam timnya.
Tampaknya, hal ini yang harus diterima dengan 'lapang dada' oleh para pendukung Madrid. Mungkin lemari piala mereka tak semengkilap Barcelona, tapi setidaknya mereka akan terus menjadi perbincangan dunia.
(vws)