Putra Permata Tegar Idaman
Putra Permata Tegar Idaman
Menggemari bulutangkis dan mengagumi Roberto Baggio sejak kecil. Pernah bekerja di harian Top Skor dan Jakarta Globe. Kini menjadi penulis di kanal olahraga CNN Indonesia

Mungkin Hanya Messi yang Mengerti Lee Chong Wei

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Rabu, 05 Agu 2015 20:21 WIB
Lee Chong Wei pemain hebat yang identik dengan status nomor dua. Mungkin hanya Lionel Messi yang bisa memahami seberapa sakit perasaan Lee Chong Wei.
Lee Chong Wei sering masuk final turnamen elit namun selalu berujung pada status runner up. (REUTERS/Samsul Said)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam dua dekade terakhir, nama Lee Chong Wei adalah salah satu nama paling populer di dunia bulutangkis. Chong Wei adalah contoh nyata bagaimana sebuah konsistensi bisa diterapkan,  dan keperkasaan tak mengenal batas usia.

Chong Wei terus menerus meraih gelar demi gelar super series meskipun usianya terus bertambah. Peringkat nomor satu dunia pun digenggamnya bertahun-tahun dengan jarak poin yang cukup signifikan.

Namun sayangnya, konsistensi dan keperkasaan Chong Wei itu justru tak terlihat saat ia turun dalam turnamen-turnamen besar yang jadi tolok ukur kehebatan seorang pebulutangkis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chong Wei memang tidak tampil sangat buruk dan kalah di babak awal. Ia sukses berkali-kali menembus babak final di berbagai turnamen penting seperti Olimpiade, Kejuaraan Dunia, Asian Games, ataupun Piala Thomas di ajang beregu.

Namun semua itu tak pernah satupun berujung emas. Chong Wei harus puas dengan kalungan medali perak di tubuhnya, baik itu di Olimpiade, Kejuaraan Dunia, Asian Games, ataupun Piala Thomas.

Banyak yang berkata bahwa kalah di final lebih menyakitkan dibandingkan kalah di babak awal. Kalah di final itu berarti mimpi dan ambisi yang nyaris terwujud akhirnya benar-benar dihancurkan di depan mata.

Chong Wei nyatanya tidak hanya sekali mengalami hal itu. Ia berkali-kali merasakan kepahitan kalah di babak final dengan status pemain nomor satu dunia masih disandang di pundaknya.

Torehan perak demi perak yang didapat Chong Wei inilah yang kemudian membuat perjalanan karier Chong Wei terasa getir dan pahit. Dengan kualitas teknik dan performa Chong Wei, raihan perak berulang-ulang justru merupakan tamparan keras bertubi-tubi bagi dirinya.

Sulit untuk mengerti dan memahami perasaan Chong Wei menyikapi perjalanan kariernya selama ini. Mungkin salah satu orang yang bisa memahami benar perasaan Chong Wei adalah megabintang sepakbola, Lionel Messi.

Seperti halnya Chong Wei, Messi pun selalu gagal untuk meraih prestasi membanggakan untuk negaranya. Messi selalu berjaya di level klub, sama halnya dengan Chong Wei yang rutin memenangi turnamen-turnamen super series.

Messi pun pernah menelan kepahitan kalah di final Piala Dunia. Sedangkan Chong Wei bahkan lebih parah karena dua kali tertunduk lesu di final Olimpiade yang merupakan turnamen paling bergengsi bagi para pebulutangkis.

Untuk sekedar memenangi Copa America pun, saat ini Messi belum sanggup melakukannya. Sama halnya dengan Chong Wei yang bahkan tidak sanggup untuk sekedar menggapai medali emas Asian Games.

Anak Perak yang Ingin Emas

Chong Wei, lahir 32 tahun lalu di Bagan Serai, yang masuk dalam wilayah Perak, Malaysia. Tempat kelahirannya itu seolah menjadi garis takdir Chong Wei yakni mendapatkan perak.

Namun, pastinya Chong Wei tak akan menerima begitu saja bahwa ia memang sudah 'digariskan' harus puas dengan capaian medali Perak sepanjang hidupnya, seperti halnya nama provinsi tempat ia dilahirkan.

Bila pemain yang hanya sekelas Chen Jin saja pernah jadi juara dunia dalam satu dasawarsa terakhir ini, sudah sepatutnya Chong Wei bisa mendapatkan hal yang serupa.

Hal yang pasti adalah olahraga bukanlah sebuah pelajaran matematika. Kemampuan hebat tak melulu berbanding lurus dengan prestasi di turnamen-turnamen besar.

Dan, dengan usia 32 tahun, Chong Wei kini tengah menapaki fase akhir dalam kariernya sebagai seorang pemain bulutangkis.

Sebuah 'keberuntungan' bagi Chong Wei, ia sempat tersandung kasus doping pada tahun lalu. Nasib buruknya terjerat kasus doping, yang menurut banyak pihak disebabkan oleh proses pengobatan Chong Wei dan bukan lantaran niat murni Chong Wei melakukan kecurangan, membawanya terjun bebas dari posisi nomor satu dunia.

Setelah menjalani sanksi hukuman, Chong Wei kini berdiri menghadapi Kejuaraan Dunia sebagai pemain non unggulan. Tak ada lagi beban berlebihan sebagai unggulan pertama yang terus mengiringi kehadirannya di tiap turnamen penting sebelumnya.

Meski bukan pemain unggulan di atas kertas, Chong Wei tetaplah sosok menakutkan di atas lapangan. Ia tetap akan berlabel favorit juara di Istora Gelora Bung Karno, tempat yang pernah memberinya podium tertinggi sebanyak lima kali di ajang Indonesia Terbuka.

Belum lagi motivasi Chong Wei yang saat ini makin tinggi untuk 'membersihkan' namanya yang tercoreng tahun lalu.

Di waktu yang makin sempit ini, Chong Wei tentunya akan mengerahkan seluruh kemampuan yang ada untuk mengubah akhir kariernya menjadi manis.

Chong Wei, anak dari Perak ingin meraih emas dari turnamen bergengsi agar ia lepas dari status 'Mr. Runner Up' yang selama ini melekat pada dirinya.

Publik Malaysia tentunya juga mengharapkan hal yang sama karena sebagai negara bulutangkis, ironisnya Malaysia belum pernah memiliki satu pun juara dunia dalam sejarah bulutangkis dunia.

Dan bila pada akhirnya Chong Wei kembali gagal meraih medali emas, lebih parahnya dengan cara yang sama yaitu kalah di babak final, maka patutlah kita yakini bahwa hanya Messi yang mengerti benar bagaimana rasanya jadi Chong Wei. (ptr/ptr)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER