Jakarta, CNN Indonesia -- China adalah negara paling dominan dalam sejarah penyelenggaraan Kejuaraan Dunia Bulutangkis. Dalam beberapa gelaran terakhir, dominasi mereka bahkan semakin nyata dan kuat.
Pada Kejuaraan Dunia 2015, China kini hanya tinggal menyisakan enam wakil di babak semifinal lewat nama Chen Long, Liu Xiaolong/Qiu Zihan, Zhao Yunlei/Tian Qing, Zhang Nan/Zhao Yunlei, Xu Chen/Ma Jin, dan Liu Cheng Bao Yixin.
Meski masih jadi negara dengan jumlah wakil terbanyak di babak semifinal, namun pijakan kaki China di Kejuaraan Dunia kali ini tidak terlihat sekuat sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, mereka sudah kehilangan peluang meraih gelar juara di nomor tunggal putri, nomor yang secara rutin memberikan mereka gelar juara dunia.
Kedua, tiga dari enam wakil yang mereka miliki berada di satu nomor yang sama, yaitu ganda campuran. Itu berarti mereka hanya tinggal memiliki masing-masing satu andalan di nomor tunggal putra, ganda putra, dan ganda putri.
Di nomor tunggal putra, Chen Long yang merupakan juara bertahan sekaligus unggulan pertama bakal mendapatkan tantangan berat dalam upayanya meraih gelar tahun ini.
Pada babak semifinal, ia akan menghadapi pebulutangkis muda Jepang, Kento Momota. Bila lolos dari Momota, ada Lee Chong Wei atau Jan O Jorgensen yang menanti dirinya.
Kegagalan Lin Dan lolos ke babak semifinal membuat Chen Long kini menanggung beban berat sebagai satu-satunya wakil 'Negeri Tirai Bambu'.
Bila jalan Chen Long menuju gelar juara bakal dialangi oleh Momota, Chong Wei, dan Jorgensen, maka pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia bakal ikut menentukan hasil akhir tim bulutangkis China di Kejuaraan Dunia kali ini.
Pertama, nomor ganda campuran yang pasti bakal secepatnya dibidik oleh China untuk memastikan raihan satu gelar di tangan. Hal itu bisa dilakukan bila Zhang Nan/Zhao Yunlei mampu mengalahkan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di babak semifinal hari ini.
Karena itulah, hanya Tontowi/Liliyana yang sanggup menggagalkan raihan medali emas China di nomor ganda campuran. Selain harus mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei, mereka juga harus menaklukkan Xu Chen/Ma Jin atau Liu Cheng/Bao Yixin di babak final nantinya.
Selanjutnya nomor ganda putri. Di babak empat besar ini akan ada 'final penentuan' nasib China pada nomor ini. Zhao Yunlei/Tian Qing yang berdiri sebagai satu-satunya wakil China akan menghadapi harapan Indonesia, Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari.
Bila Greysia/Nitya sukses mengalahkan Zhao Yunlei/Tian Qing, maka putuslah catatan medali emas para ganda putri China selama 12 penyelenggaraan beruntun.
Greysia/Nitya juga bakal dapat keuntungan karena duel mereka akan dilangsungkan setelah Zhao Yunlei memainkan laga di nomor ganda campuran. Semakin berat laga yang dilalui Zhao Yunlei saat menghadapi Tontowi/Liliyana, maka hal itu akan makin menguntungkan Greysia/Nitya.
Sementara itu di nomor ganda putra, China tinggal berharap pada Liu Xiaolong/Qiu Zihan. Hal ini sendiri terbilang mengejutkan karena mereka sejatinya lebih berharap pada Zhang Nan/Fu Haifeng yang sudah tersisih di babak perempat final.
Di nomor ganda putra, Indonesia masih memiliki Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan yang bisa jadi pengganjal asa Liu Xiaolong/Qiu Zihan. Meskipun di babak semifinal mereka belum berjumpa, namun bila Ahsan/Hendra tampil perkasa di dua hari terakhir, maka tak akan ada kesempatan bagi Liu Xiaolong/Qiu Zihan untuk berdiri di podium tertinggi.
China Tenggelam, Indonesia BerjayaBerbicara soal sejarah, sejak China mengikuti Kejuaraan Dunia pada tahun 1983, masa di saat China gagal menjadi negara paling bersinar pada Kejuaraan Dunia adalah masa ketika Indonesia meraih banyak titel juara.
Contohnya saja pada tahun 1993 saat China hanya mampu merebut satu gelar juara dunia, ketika itu mereka tak kuasa menahan laju Indonesia yang merebut tiga medali emas.
Dua tahun kemudian, tahun 1995, China kembali hanya meraih satu gelar juara. Di saat bersamaan Indonesia kembali menjadi negara dengan jumlah gelar juara dunia terbanyak, yaitu dua gelar juara.
Bahkan pada satu dasawarsa terakhir, saat China 'hanya' sanggup meraih dua gelar juara, pada tahun 2005 dan 2013, semua itu diiringi oleh keberhasilan Indonesia mencuri dua gelar di saat bersamaan.
Babak semifinal ini berupa persimpangan yang akan memperjelas kepastian tentang lanjutan nasib Indonesia dan China. Bila Indonesia tertawa, maka China akan merana. Hal itu pun berlaku sebaliknya.
(ptr/ptr)