Jakarta, CNN Indonesia -- Status sebagai ganda putra satu-satunya di Indonesia yang mampu menjadi juara dunia dua kali tak membuat Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan berpuas diri.
Dua gelar juara dunia, emas Asian Games, trofi All England, dan sederet gelar super series adalah torehan yang dibukukan oleh Ahsan/Hendra sejak mereka berpasangan tahun 2012.
Melihat deret gelar tersebut, pencapaian Ahsan/Hendra terbilang sangat fantastis untuk jangka waktu berpasangan tiga tahun yang terbilang singkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami pasti bersyukur atas apa yang kami raih dalam kurun waktu tiga tahun ini, namun kami tak mau berpuas diri begitu saja karena kami masih menginginkan prestasi lainnya, terutama Olimpiade 2016," ujar Ahsan, pemain asal PB Djarum ini menegaskan.
"Setelah jadi juara dunia, kami harus cepat melupakan ini semua. Kembali berlatih dan bekerja keras untuk target-target selanjutnya," ucap Hendra yang berasal dari PB Jaya Raya ini menimpali.
Dalam kurun waktu satu tahun ke depan, Ahsan/Hendra harus bisa mempertahankan performa mereka di level tinggi. Sejak menjadi juara dunia 2013, Ahsan/Hendra boleh dibilang termasuk pemain yang performanya stabil.
"Satu tahun ke depan bukan waktu yang lama menurut saya. Semuanya akan terasa singkat dan tak terasa."
"Karena waktu satu tahun yang singkat, persaingan di nomor ganda putra saya rasa tidak akan banyak berubah hingga berlangsungnya Olimpiade Rio de Janeiro mendatang," ucap pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi.
Menurut Herry, performa Ahsan/Hendra sejak dipasangkan terbilang luar biasa.
"Setiap target besar yang diberikan selalu berhasil dipenuhi oleh Ahsan/Hendra. Satu-satunya target yang gagal boleh dibilang mungkin hanya All England 2015," ucap Herry.
Di waktu satu tahun ke depan, Herry dan juga Ahsan/Hendra harus pintar-pintar menyusun
peak performance agar penampilan puncak mereka jatuh tepat di Olimpiade Rio de Janeiro.
"Kemampuan Ahsan/Hendra dan beberapa ganda lainnya di papan atas berada di level yang sama. Karena itu kami harus bisa membuat Ahsan/Hendra berada pada kondisi 100 persen di momen penting nanti," ujar Herry.
Salah satu hal yang paling disorot dari Ahsan/Hendra adalah faktor cedera pinggang kambuhan yang dialami oleh Ahsan.
Cedera ini pula yang memaksa Ahsan/Hendra gagal tampil di Kejuaraan Dunia 2014.
"Saat itu Ahsan memaksakan diri untuk tetap berlatih walaupun sudah ada rasa sakit di pinggangnya. Kini ia sudah bisa lebih memahami batas kekuatan pinggangnya sehingga ia mengerti kapan harus beristirahat," ujar Herry.
Pasca Olimpiade 2016Olimpiade Rio de Janeiro jadi target puncak dalam perjalanan karier pasangan Ahsan/Hendra yang dimulai empat tahun lalu. Setelah Olimpiade, masa depan Ahsan/Hendra sendiri masih belum jelas.
"Fokus kami masih mengarah pada Olimpiade. Kami belum memikirkan apapun setelah itu," ucap Hendra.
Dengan usia menginjak 32 tahun, maka keputusan Hendra pasca Olimpiade pun menarik untuk dinanti, apakah ia akan terus mengayun raket atau memutuskan untuk menyudahi kariernya sebagai pemain bulutangkis.
"Saya belum bisa menjawab apakah saya tipe pemain yang ingin mundur di saat masih di atas atau tidak. Saya baru akan memikirkannya setelah Olimpiade nanti," tutur Hendra.
"Saya juga belum bisa menjawab langkah apa yang saya ambil setelah Olimpiade karena memang pikiran kami saat ini tertuju pada persiapan ke Olimpiade," ungkap Ahsan saat ditanya bagaimana bila Hendra memutuskan pensiun.
Herry sendiri secara realistis tidak mau mengumbar janji tentang seberapa lama duet Ahsan/Hendra bisa bertahan di papan atas dan terus dipasangkan termasuk kemungkinan Ahsan/Hendra bertahan hingga Asian Games 2018 saat Indonesia jadi tuan rumah.
"Paling realistis memang ada pada Olimpiade 2016 yang tinggal setahun lagi. Untuk Asian Games 2018, kita masih harus melihat karena ajang itu masih terlalu jauh."
"Ajang Asian Games masih berjarak dua tahun setelah Olimpiade dan merupakan tantangan besar untuk bisa mempertahankan performa selama itu," kata Herry menilai.
(ptr)