AS Monaco, Klub Kaya yang Tak Berdaya

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Kamis, 03 Sep 2015 18:06 WIB
Walaupun dimiliki pengusaha kaya asal Rusia, AS Monaco tetap tak mampu mengikuti jejak Paris Saint Germain menjadi klub besar di Eropa.
AS Monaco kesulitan untuk mengisi penuh Stade Louis II yang berkapasitas 18 ribu orang. (Alex Livesey/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua tahun lalu, para pendukung AS Monaco bersorak gembira menyambut kedatangan Radamel Falcao, James Rodriguez, Joao Moutinho dan beberapa nama tenar lainnya. Total nilai transfer bursa musim panas AS Monaco saat itu mencapai £90 juta.

Kedatangan mereka seolah menandakan era baru Monaco di bawah kepemilikan Dmitry Rybolovlev, seorang pengusaha potasium asal Rusia. Bahkan, sempat berembus kabar bahwa Monaco akan dan mampu merekrut Cristiano Ronaldo dari Real Madrid.  

Dana yang digelontorkan pengusaha terkaya nomor 156 di dunia itu membuat Monaco tiba-tiba saja menyeruak ke papan atas Ligue 1. Padahal., pada 2011 silam, mereka masih terseok-seok di divisi kedua liga Perancis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi semua berubah pada bursa transfer musim ini.

Para pendukung Monaco harus menelan kenyataan bahwa Monaco tak mampu bersaing dengan Real Madrid, Barcelona, Bayern Munich, atau bahkan tetangga mereka, Paris Saint Germain di peta persepakbolaan Eropa.

Alih-alih kembali merekrut pemain nomor wahid, Monaco justru harus merelakan bintang dan calon bintang mereka dicaplok oleh klub lain.

Selain melepas Anthony Martial ke Manchester United, Monaco juga tak kuasa menerima tawaran untuk nama-nama seperti Geoffrey Kondogbia yang hengkang ke Inter Milan atau Yannick Ferreira Carrasco yang pindah ke Atletico Madrid. Hal sama juga terjadi musim lalu ketika mereka tak bisa menahan James Rodriguez pergi ke Real Madrid.

Penjualan Martial dan Rodriguez juga tercatat sebagai salah satu penjualan termahal di Liga Perancis.
James Rodriguez dibeli oleh Real Madrid dari AS Monaco pada bursa 2014. (Gonzalo Arroyo Moreno/Getty Images)

Sebaliknya, para pesepak bola yang datang ke Monaco musim ini juga bisa dikatakan sebagai pemain kelas dua: muda namun bisa menunjukkan potensi.

Misalnya saja Ivan Cavaleiro yang menjadi pembelian termahal Monaco dengan harga £10,5 juta, atau Adama Traore yang dibeli dari Lille dengan harga £9,8 juta.

Dari 10 pemain yang dibeli pada bursa transfer musim panas ini (bukan dipinjam), sembilan di antaranya adalah pemain berusia 21 tahun ke bawah.

Satu-satunya rekrutan yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut adalah Guido Carrilo, penyerang Estudiantes berusia 24 tahun dengan harga £6,16 juta.

Tak ada dari sepuluh pemain tersebut yang harga transfernya lebih dari £10,5 juta.

Hal ini seolah menunjukkan Monaco telah beralih kebijakan. Mengutip L'Equipe, dari semula ingin mengimitasi Real Madrid, kini Monaco justru menjadi FC Porto -- klub yang terkenal sebagai pemasok pemain bagi klub raksasa seperti Manchester United, Madrid, atau Munich.

Menurut wakil presiden klub, Vadim Vasilyev, Monaco sendiri tak berdaya menentang tawaran uang yang datang dari klub-klub Inggris dengan otot finansial mereka.

"Kami benar-benar ingin mempertahankan Martial, akan tetapi Manchester telah memberikan tawaran mengagumkan jelang pasar ditutup. Sebuah tawaran yang tak bisa ditolak oleh klub atau pemain. Ini lah sepak bola," kata Vasilyev seperti dikutip dari The Guardian.

"Tak bisa dibantah lagi bahwa beberapa klub -- terutama yang berasal dari Inggris -- memiliki sumber daya tak terbatas yang sulit ditolak."

Takut dengan Peraturan UEFA

Salah satu hal lain yang mendorong peralihan kebijakan Monaco adalah mereka takut pada Financial Fair Play (FFP), atau aturan dari UEFA mengenai pembatasan pengeluaran yang boleh ditanggung oleh pemilik klub.

Dengan adanya aturan tersebut, klub dipaksa untuk membeli pemain hanya dari uang yang berasal dari pemasukan klub dan bukan dari kantong pribadi pemilik. Konsekuensi melanggar FFP adalah adanya sanksi denda, larangan membeli pemain, atau bahkan tidak bisa bermain di Liga Champions.

"Sanksi ini nyata, dan presiden berkata kepada saya, 'Saya menanamkan uang saya dan saya harus membayar denda untuk bermain di Liga Champions. Tentu saja tidak boleh seperti itu!" kata Vasilyev pada tahun lalu.

Selain itu, Vasilyev juga mengakui bahwa mereka salah melakukan proyeksi. Semula, petinggi klub Monaco menyangka dengan mendatangkan pemain seperti Falcao, Rodrigeuz, atau Carvalho, mereka mampu meningkatkan nilai mereka di mata sponsor dan mendapatkan uang lebih banyak.

"Tapi sponsor tidak berbaris untuk menemui kami, dan kami sadar bahwa membutuhkan waktu untuk mendatangkan mereka," kata Vasilyev lagi. "Anda telah menghabiskan sedemikian banyak uang namun butuh waktu lama untuk mengembalikan hal tersebut."

Sebagai klub, Monaco sendiri tidak memiliki basis penggemar dalam jumlah yang besar sehingga sulit untuk meraup pundi-pundi uang dari sektor lain. Monaco juga kerap kesulitan untuk mengisi penuh Stadion Louis II yang berkapasitas 18 ribu orang -- nyaris setengah dari populasi negara Monaco.

Musim lalu --seperti halnya musim-musim sebelumnya bahkan ketika Arsene Wenger masih menjadi pelatih-- Monaco hanya memiliki rataan penonton delapan ribu orang.

Meski dengan berbagai keterbatasan, Vasilyev percaya Monaco pada akhirnya akan menjadi klub besar di Eropa.

"Kami memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah tingkat kehadiran penonton. Namun kami memiliki nama yang fantastis, sebuah brand yang dikenal di seluruh dunia," katanya merujuk pada status Monaco sebagai wilayah dengan jumlah hartawan terbanyak di dunia.

"Orang-orang ingin diasosiasikan dengan wilayah ini dan AS Monaco adalah duta besar olahraga untuk kerajaan ini." (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER