Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika Greysia Polii berteriak sekeras-kerasnya dan Nitya Krishinda Maheswari, melempar raket yang dipegang setinggi-tingginya ke udara HK Handball Stadium, Seoul (20/9/2015), mereka tidak sedang sekadar melampiaskan kelegaan sebuah kemenangan. Mereka mengumumkan sebuah kehadiran.
Greysia/Nitya baru saja mengalahkan wakil tuan rumah Lee So Hee/Chang Ye Na 21-15, 21-18 untuk menjadi juara Korea Super Series 2015. Bagus tetapi biasa saja. Dalam pengertian Ini hanya satu dari rangkaian turnamen Super Series dunia.
Bila dibandingkan koleksi gelar super series yang dimiliki oleh para ganda putri papan atas dunia saat ini, sungguh sangat remeh. Bahkan dibandingkan
medali emas Asian Games Korea Selatan yang mereka dapatkan setahun yang lalu, sungguh ini kalah mentereng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun diletakkan dalam konteks raihan prestasi pebulutangkis putri Indonesia, tiba-tiba saja ia menjadi sangat bermakna. Diletakkan dalam konteks prestasi Gresyia/Nitya sebagai pemain ganda putri, ia mewakili sebuah harapan.
Gelar juara Korea super series Greysia/Nitya adalah gelar perdana sepanjang karier mereka. Dalam skala lebih besar, ini adalah gelar super series perdana yang bisa didapat oleh ganda putri Indonesia dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Setelah tak adanya duet Vita Marissa/Liliyana Natsir, tak ada lagi ganda putri Indonesia yang mampu berdiri di podium tertinggi turnamen super series sampai akhirnya Greysia/Nitya melakukan hal itu di Korea.
Greysia/Nitya memang membutuhkan kemenangan di level super series untuk mematenkan status mereka sebagai salah satu ganda putri yang tak boleh dipandang sebelah mata beberapa bulan menjelang Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro. Ini bagus untuk rasa percaya diri mereka. Bila diibaratkan dengan perlombaan, nama Greysia/Nitya pada awalnya
jelas tak masuk hitungan dalam peta persaingan menuju Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro.Sebenarnya duet Greysia/Nitya adalah duet 'daur ulang' yang dibentuk tahun 2013, setelah beberapa tahun sebelumnya mereka sempat berpasangan. Saat diduetkan kembali, Greysia masih belum lepas dari bayang-bayang kenangan buruk di Olimpiade London 2012. Sementara Nitya tak punya pasangan karena Anneke Feinya Agustine mengalami cedera panjang.
Diawal kehadiran mereka, Greysia/Nitya tak cukup bisa mencolok dan menarik perhatian ganda-ganda putri lainnya. Mereka masih sering sekadar jadi penghias drawing di tiap turnamen. Terkadang membuat kejutan-kejutan kecil disana-sini.
Masuk ke tahun 2014, status Greysia/Nitya mulai meningkat jadi kuda hitam. Mereka mulai sering melintas di babak-babak akhir turnamen, mengalahkan pasangan unggulan, dan pada akhirnya masuk daftar unggulan.
Dunia bulu tangkis mulai menoleh dan memperhatikan ketika gelar Taiwan Grand Prix Gold 2014 mereka raih. Di final mereka mampu mengalahkan unggulan pertama Wang Xiaoli/Yu Yang dengan skor meyakinkan 21-18, 21-11.
Sebulan kemudian, Greysia/Nitya nyaris meraih medali perunggu Kejuaraan Dunia 2014 namun pada akhirnya harus melupakan mimpinya lantaran terhenti di babak perempat final.
Meski gagal membuat kehebohan di Kejuaraan Dunia 2014, mereka secara spektakuler menebusnya di Asian Games. Greysia/Nitya mengalahkan tiga unggulan teratas, Reika Kakiiwa/Miyuki Maeda, Tian Qing/Zhao Yunlei, dan Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi secara beruntun sejak babak perempat final hingga partai puncak.
Masih banyak yang menganggap keberhasilan Greysia/Nitya meraih medali emas Asian Games sebagai sebuah keberuntungan belaka. Meski sejujurnya sulit membayangkan bagaimana keberuntungan tak pernah absen menemani Greysia/Nitya menghadapi tiga duel berat secara beruntun sejak babak perempat final hingga final.
Tak apa. Greysia/Nitya paham bahwa medali emas yang ada di leher mereka masih butuh pembuktian lanjutan dan itulah yang mereka perlihatkan di tahun 2015 ini.
Setelah sedikit menurun di awal tahun, Greysia/Nitya tampil panas sejak pertengahan tahun dengan sukses jadi runner up Indonesia Super Series Premier, juara Taiwan Grand Prix Gold, medali perunggu Kejuaraan Dunia, dan ditutup dengan podium tertinggi Korea Super Series.
Podium tertinggi Korea Super Series memberikan suntikan besar terhadap kepercayaan diri Greysia/Nitya, bahwa mereka mampu jadi juara di level tertinggi. Juga bahwa medali emas Asian Games bukanlah kebetulan semata.
Kerja Keras, Kuda Hitam, dan Kuda UnggulanKeberhasilan Greysia/Nitya merangsek persaingan papan atas pada tempo satu tahun terakhir jelas jauh dari kata keberuntungan. Ada kerja keras dan hari-hari latihan berat yang mereka jalani guna mendekatkan posisi mereka di persaingan papan atas.
Bobot tubuh Greysia/Nitya yang saat ini makin atletis adalah salah satu bukti nyata yang bisa jadi gambaran kerja keras yang dilakukan oleh keduanya. Kehadiran Eng Hian sebagai pelatih ganda putri pada tahun 2014 juga makin membuat level permainan Greysia/Nitya berkembang.
Greysia/Nitya kini menjelma sebagai pemain yang memiliki defense kokoh yang tak mudah ditembus oleh serangan lawan begitu saja. Penempatan bola Greysia/Nitya juga makin baik sehingga situasi tertekan yang ada pada diri mereka bisa berubah menjadi keuntungan atau titik balik serangan di tengah-tengah pertandingan.
Kombinasi serangan Greysia/Nitya pun makin bervariasi dengan Greysia tak melulu berada di depan dan Nitya tak selalu menyerang dari belakang. Seluruh peningkatan yang dialami Greysia/Nitya, baik fisik maupun teknik, jadi komplet dengan keberhasilan mereka di Korea.
Mereka bakal makin mantap menatap persaingan setahun ke depan yang bermuara di ajang Olimpiade. Di Olimpiade, tiap negara kuat seperti China, Korea, ataupun Jepang, maksimal hanya akan menurunkan dua wakil karena peraturan yang ada memang demikian.
Dengan begitu, tak akan ada cerita Greysia/Nitya bakal menghadapi banyak ganda China sejak babak awal turnamen.
Tugas Greysia/Nitya yang utama di sisa waktu yang ada adalah berusaha untuk bisa masuk dalam empat besar sehingga nanti bisa masuk daftar unggulan saat Olimpiade tengah dilangsungkan. Saat ini Greysia/Nitya sudah ada di posisi kelima dan bukan hal mustahil untuk mewujudkannya.
Melihat peta persaingan, China sebagai penguasa nomor ganda putri tengah dilanda 'kebingungan' untuk menentukan dua pasangan ganda putri yang bakal mereka kirimkan ke Olimpiade. China beberapa kali melakukan bongkar-pasang pemain dalam setahun terakhir dan hal ini jelas menunjukkan bahwa mereka belum memiliki ganda putri andalan yang bisa dipercaya akan dominan mengatasi wakil-wakil lainnya.
Bagi China, Greysia/Nitya saat ini sudah jadi salah satu ganda putri yang patut diwaspadai mengingat Greysia/Nitya sudah beberapa kali mengalahkan wakil-wakil dari China di berbagai seri turnamen BWF. Dan bukan hanya ganda-ganda China yang mesti waspada, melainkan juga ganda-ganda dari negara lainnya.
Greysia/Nitya bukan lagi kuda hitam. Mereka sudah menjelma jadi kuda unggulan.
(dlp)