Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak duduk di bangku sekolah dasar 24 tahun yang lalu, berkelahi sudah menjadi 'makanan' sehari-hari bagi petarung seni bela diri campuran asal Surabaya, Sunoto.
Naluri bertarung Sunoto yang kini telah berusia 30 tahun, muncul karena dipengaruhi pertunjukan gulat asal Amerika Serikat yang tenar dan digemari pada saat ia masih kanak-kanak, yaitu World Wrestling Entertainment (WWE). Dari situ Sunoto mulai meniru gerakan pegulat profesional, dan mempraktekkannya dengan teman seumurannya.
"Berantem-beranteman suka, tapi hanya sekadar main-main karena waktu itu sedang zamannya WWE," kata Sunoto saat dihubungi oleh
CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu Sunoto belum mempunyai pengetahuan mengenai disiplin ilmu bela diri. Dari banyak meniru, ia kemudian perlahan-lahan belajar silat.
"Tapi masih mencuri-curi waktu karena orang tua melihat bela diri itu olahraga yang keras," katanya.
Melihat keseriusan Sunoto dalam mendalami berbagai ilmu bela diri, keluarga Sunoto akhirnya merestui pilihannya menjadi seorang atlet seni bela diri campuran. "Istri saya sekarang juga mengizinkan," ucapnya.
Sunoto sekarang sudah menjadi petarung profesional di bawah Escobar BJJ indonesia dan Indonesian Top Team. Kini gaya bertarungnya dipengaruhi beberapa disiplin bela diri seperti muaythai, wushu, taekwondo, dan tinju.
Sunoto berpendapat, untuk dapat bertahan hidup dalam dunia seni bela diri campuran di Indonesia, seorang petarung harus mempunyai tim.
"Kalau tidak punya, tidak bisa bertahan lama. Karena dengan memiliki tim Anda bisa dibantu dalam hal persiapan, latihan, kompetisi, dan lain-lain," ujarnya.
Sunoto sendiri mengaku sudah dapat hidup dari olahraga yang dicintainya itu. Ia mengatakan pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jika tidak sedang bertanding Sunoto mendapat penghasilan dari KONI daerah tempatnya bekerja sebesar 2 juta rupiah per bulan, atau dari hasil melatih seni bela diri campuran.
"Kalau ada pertandingan multi-event dapatnya lumayan besar. Beda-beda tiap pertandingan, tergantung negosiasi. Saya tidak dapat sebutkan berapa jumlahnya," ucap Sunoto.
Strategi BertarungDalam bertarung, Sunoto mengaku referensi atau rekam jejak pertarungan lawan menjadi salah satu aspek penting dalam persiapan. Dengan referensi, Sunoto mengaku akan lebih mudah mengukur kekuatan lawan.
"Idealnya begitu, enak kalau sudah tahu data lawannya. Kalau tidak tahu, kita harus raba-raba dulu, baca-baca dulu gerakan lawan.
"Kadang menit-menit awal saya kasih "shock theraphy', langsung diajak fight. Tapi saya lebih sering teknikal, tidak terlalu gubrak (agresif)," ujar Sunoto.
Dalam menyelesaikan suatu pertarungan, Sunoto lebih memilih mengikuti irama pertandingan. Ia tidak mewajibkan ataupun menargetkan harus menang dengan cara submission (mengunci lawan) atau KO, melainkan dengan melihat situasi di arena tarung.
Sunoto akan bertanding melawan petarung asal Bogor, Mario Satya Wirawan, dalam ONE Championship di Istora Senayan pada 27 September mendatang. Ini adalah kali kedua Sunoto bertanding dalam ajang tersebut. Pertama kalinya ia menjajal laga itu adalah tahun yang lalu.
Di kesempatan kali ini Sunoto merasa jauh lebih siap dari segi fisik. "ONE Championship kemarin persiapannya kurang karena jadwal mepet dan berat badan bukan di ideal saya. Tenaganya kalah gede," ucapnya.
Bukan hanya soal pembagian kelas yang harus diantisipasi Sunoto, tapi juga kemungkinan terkena hantaman lawan.
"ONE Championship ini kalau kata saya lebih ekstrem dari UFC. Kalau kepala lawan di bawah, kita boleh melakukan soccer-kick, boleh knee-kick. Apa saja kecuali menginjak."
"Tapi saya siap dengan itu semua," tutur Sunoto.