Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak mudah untuk mempelajari seni bela diri campuran atau Mixed Martial Arts (MMA) sehingga tak setiap petarung bisa berjaya di ajang tersebut, demikian dinyatakan seorang petarung MMA asal Indonesia, Sunoto.
Salah satu kerumitan yang muncul di ajang ini adalah setiap petarung bisa bertemu dengan musuh yang kekuatannya berbeda-beda, bahkan bertolak belakang.
Karena mempertemukan berbagai cabang bela diri, tak ada aturan spesifik yang berlaku di MMA. Padahal setiap olahraga memiliki karakteristiknya tersendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya saja Taekwondo. Setiap atlet yang bertarung di ajang ini tak boleh menahan lawan dengan tangan, mendorong, atau memegang kerah baju lawan.
Tentu hal tersebut berbeda dengan Judo yang memang merupakan jenis bela diri jarak dekat.
Hal inilah yang memaksa setiap petarung harus menguasai berbagai teknik untuk setidaknya menetralisir serangan dari berbagai jenis aliran bela diri.
"Sebenarnya setiap bela diri punya keunggulan masing-masing. Cuma di MMA ini kita tidak bisa menguasai satu seni bela diri saja," kata Sunoto ketika berbincang dengan
CNN Indonesia di tempat latihannya di daerah Kemang, Jakarta Selatan.
"Kami harus bisa mengombinasikan teknik
stand up,
clinching, dan
ground. 50:50," tuturnya lagi.
Stand Up dan
Ground adalah istilah yang sering digunakan dalam pertarungan MMA.
Stand Up adalah pertarungan tangan kosong ketika atlet sedang dalam keadaan berdiri, misalnya dengan melayangkan tinju ke kepala lawan, menyikut, atau menendang.
Sementara itu teknik
ground dilakukan ketika petarung berada dalam posisi terlentang atau telungkup, misalnya saja dengan memukuli mereka secara beruntun atau mengunci kepala lawan dengan tangan atau kaki.
Petarung yang memiliki dasar bertinju atau taekwondo biasanya memilih untuk bertarung menggunakan teknik berdiri, sementara yang terjun ke bela diri dengan belajar judo atau gulat akan menggunakan teknik
ground.
Ada juga teknik lainnya seperti
grappling, yaitu memindahkan posisi untuk mendapatkan keuntungan fisik (misalnya saja menarik lawan hingga terjatuh), atau
clinching (mengunci lawan dalam posisi berdiri dengan memeluknya). Belum lagi berbicara mengenai teknik-teknik untuk melepaskan diri dari kuncian lawan.
Hal-hal seperti inilah yang telah dipelajari oleh Sunoto sebelum ia terjun ke dalam dunia seni bela diri campuran. Ia juga harus melakukan riset kecil-kecilan setiap kali sebelum naik ke atas ring.
Sunoto pertama kali belajar bela diri taekwondo, kemudian mulai latihan jiu jitsu, muaythai, dan wushu. Setelah mengenal MMA, kini Sunoto mengaku lebih kondisional ketika 'bermain' bela diri.
"Lebih liat lawan dulu, teknik bela diri mana yang lebih ingin dilakukan. Lebih liat
stand Up atau
ground," ucap Sunoto yang telah mencatat kemenangan 2-1 pada MMA dan 2-0 pada Muaythai Profesional.
"Tapi biasanya saya main stand up," ujar Sunoto.
Persiapan Fisik Jelang Pertarungan HebatLaki-laki asal Surabaya ini sudah sedari kecil mulai belajar bela diri. Namun karena permainan olahraga tersebut terlihat keras, orang tua Sunoto melarangnya untuk mendalami olahraga tersebut.
"Justru waktu kecil saya lebih senang main bola, MMA itu kompleks. Tapi
basically saya sudah senang bela diri, saya juga ingin berprestasi.
"Nah, di ONE Championship ini akan saya manfaatkan kesempatan saya dengan baik," kata pria kelahiran Jawa Tengah itu.
Agar mendukung permainannya, Sunoto pun melakukan persiapan fisik. Dalam menyambut gelaran ONE Championship pada 27 September mendatang, Sunoto latihan seminggu enam kali (Senin-Sabtu) dengan rincian pagi hari 2-3 jam dan sore hari 2-3 jam.
Pagi hari Sunoto melakukan latihan fisik sementara sore hari ia berlatih teknik dan tanding. Dalam hitungan waktu, per menit Sunoto harus mencapai minimal 60 kali
push up, misalnya.
"Saya per menit
sit up 85 kali,
back up 85 kali,
push up 70 kali," tutur Sunoto.