Mencari Alasan untuk Brendan Rodgers

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Senin, 05 Okt 2015 17:50 WIB
Membawa Liverpool bersaing dengan Manchester United atau Chelsea bukan perkara mudah yang bisa diselesaikan hanya dengan mengganti pelatih.
Brendan Rodgers direkrut FSG pada musim panas 2012. (Reuters / Lee Smith)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Juergen Klopp kini menghangatkan pemberitaan media-media Inggris setelah Liverpool memecat Brendan Rodgers pada Minggu (4/10). Eks manajer Borussia Dortmund tersebut digadang-gadang sebagai pengganti yang tepat untuk Rodgers.

Klopp adalah pelatih yang membawa Dortmund mematahkan dominasi Bayern Munich di Liga Jerman. Dengan dana transfer relatif kecil, Klopp mampu melakukan pembelian-pembelian genial dan membawa Dortmund juara Bundesliga pada musim 2010/2011 dan 2011/2012. Semua itu ia lakukan dengan membuat Dortmund bermain atraktif.  

Secara kasat mata hal inilah yang semula diharapkan pemilik Liverpool terhadap Brendan Rodgers. Mereka melihat Rodgers yang membawa Swansea promosi ke Liga Inggris dan kemudian membuat tim tersebut dijuluki Swansealona --karena meniru permainan umpan-umpan pendek Barcelona-- sebagai sosok tepat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi Rodgers yang memang tidak mendapatkan dana transfer besar selama menjadi manajer Swansea mampu mendapatkan pemain-pemain bagus seperti Gylfi Sigurdsson atau Joe Allen.

Liverpool memang tidak bisa menyamai gelontoran dana Manchester City atau Chelsea, akan tetapi mereka memiliki uang cukup untuk setidaknya melipatgandakan dana transfer Rodgers bersama Swansea.

Tentu dengan sokongan dana yang lebih baik Rodgers mampu mencari pemain-pemain yang lebih mumpuni dari Sigurdsson atau Allen, demikian angapan awal yang menyertai kedatangan Rodgers ke Liverpool.

Namun benarkah semudah itu?

Tugas Besar

Kursi kepelatihan Liverpool sendiri bukan kursi yang nyaman untuk diduduki. Meski para suporternya terkenal memberikan dukungan tanpa syarat kepada sang manajer, tak bisa dipungkiri bahwa mereka juga yang memberikan tekanan besar berupa ekspektasi.

Hingga saat ini Liverpool belum pernah mencicipi gelar juara liga ketika telah berubah format menjadi Liga Primer Inggris (EPL). Terakhir kalinya mereka mengangkat piala liga Inggris adalah pada musim 1989/1990 atau 25 tahun yang lalu.

Karena itulah, siapa pun pelatih yang akan menduduki kursi manajer, atau tak peduli seberapa minim uang pemilik klub, mereka tak pernah menurunkan beban target: mengakhiri puasa gelar juara Liga Inggris.

Apalagi penggemar Liverpool pada dua puluh tahun terakhir melihat musuh bebuyutannya, Manchester United, mendapatkan gelar demi gelar dan menjadi tim denggan valuasi paling tinggi di dunia.

Hanya ada satu pemain Liverpool tersisa dari tim yang bermain di final Piala Liga 2012 yaitu Jordan Henderson. (REUTERS/Phil Noble)
Terus Menerus Berubah

Tak bisa dipungkiri bahwa peta persaingan Liga Inggris dalam satu dekade terakhir telah berubah dengan masuknya Roman Abramovich, Sheik Mansour, serta pemilik klub non-Inggris lain. Dari semula klub yang memiliki prestise tinggi, kini Liverpool tak lagi dilirik pemain kelas dunia jika tak bisa memberikan jaminan bermain di Liga Champions.

Di saat bersamaan, Liverpool terus mengalami gonjang-ganjing di sisi organisasi klub.

Dua kali pergantian kepemilikan klub dalam satu dekade terakhir berimbas pada masa-masa ketidakstabilan, baik dari sisi struktural, kepelatihan, maupun pemain. Hanya ada dua hal yang konstan dalam lini masa Liverpool dalam dua dekade terakhir, yaitu Jamie Carragher dan Steven Gerrard.

Sementara itu nama-nama yang pernah mengurus Liverpool seperti Rick Parry, Damien Comolli (mantan Direktur Teknik), Rodolfo Borell (mantan direktur akademi), atau bahkan asisten pelatih Rodgers, Collin Pascoe, sudah tak ada lagi di klub.

Di sektor pemain pun demikian. Dari 11 pemain yang diturunkan Kenny Dalglish di final Piala Liga 2012, hanya ada satu yang masih bertahan yaitu Jordan Henderson. Ini memperlihatkan bahwa Liverpool tidak memiliki kesinambungan bahkan dalam periode waktu yang singkat selama tiga musim.

Sebagai perbandingan, Manchester City masih memiliki Samir Nasri, Joe Hart, Vincent Kompany, David Silva, Yaya Toure, dan Sergio Aguero dari skuat yang bermain di 2012.

Hal ini juga diperparah dengan ketidakmampuan petinggi klub untuk mendukung sang manajer di saat-saat krusial.

Ketika Liverpool mendapatkan peringkat kedua Liga Inggris pada musim 2008/2009, mereka kehilangan Xabi Alonso di musim selanjutnya dan gagal mendatangkan pemain sepadan untuk menjadi kunci permainan tim. Hasilnya Liverpool pun terperosok di musim selanjutnya dan kehilangan tempat di Liga Champions.

Demikian pula ketika Rodgers membawa Liverpool ke peringkat kedua di musim 2013/2014. Alih-alih menggunakan hal tersebut sebagai fondasi, Liverpool justru kehilangan pemain paling penting dalam tim yaitu Luis Suarez dan lagi-lagi tidak bisa mencari pengganti yang pas.

Uang senilai £75 juta dari penjualan Suarez justru dihabiskan untuk Rickie Lambert, Adam Lallana, Emre Can, Lazar Markovic, Dejan Lovren, Alberto Moreno, dan Mario Balotelli. Dari nama-nama tersebut, hanya Lallana dan Can yang bisa dikatakan pembelian tidak gagal -- meski jauh dari kualitas seorang Suarez.

Sebagian dari kesalahan tersebut tentu ditanggung oleh Rodgers sendiri, sementara sebagian lainnya oleh Komite Transfer yang dibentuk pemilik Liverpool. (Baca Juga: Komite Transfer, Awal Kejatuhan Brendan Rodgers)

Lima Tahun FSG

Pemecatan Rodgers oleh FSG terjadi tepat lima tahun setelah Fenway Sports Group mengambil alih kepemilikan Liverpool pada 2010 silam.

Di sisi bisnis, John Henry dan petinggi klub telah menunjukkan keandalannya dengan merenovasi stadion Anfield dan juga meningkatkan nilai-nilai yang mereka dapatkan dari sponsor. Mereka berani untuk memutus kerja sama dengan adidas, dan mendapatkan lebih banyak pundi-pundi uang dari Warrior.

Namun di sisi sepak bola, belum terlihat jelas visi yang akan dibangun oleh Henry bersama Liverpool.

Sebagaimana dikatakan Jamie Carragher ketika mendengar Rodgers dipecat, FSG sering kali mengganti pendekatan mereka di dalam organisasi klub.

Dari semula memiliki seorang Direktur Teknik dalam sosok Comolli, kini Liverpool mempunyai Komite Transfer. Dari semula bersikukuh mendapatkan manajer yang harus bekerja di bawah Direktur Teknik, FSG dengan mudah melepas ide tersebut demi mendapatkan Brendan Rodgers.

Carragher juga melihat bahwa ketegasan yang diperlihatkan pemilik Liverpool ketika memecat Kenny Dalglish tidak muncul di musim panas lalu ketika Rodgers hanya membawa Liverpool ke peringkat keenam di musim 2014/2015.

FSG justru memberikan uang transfer lebih dari £100 juta untuk Rodgers hanya untuk memecat Rodgers setelah delapan pertandingan. "Akan lebih baik jika mereka melakukan perubahan di musim panas lalu," kata Carragher seperti dikutip dari Liverpool Echo.

Apa Selanjutnya?

Tak seluruh kekacauan internal Liverpool bisa digunakan Rodgers sebagai alasan untuk semakin memburuknya permainan Liverpool. Bagaimana pun juga, selama tiga musim ia gagal untuk menemukan formasi andalan Liverpool dan terlihat inkonsisten dengan strategi di atas lapangan. (Baca Juga: Rodgers, Tiga Tahun, 10 Formasi, Nol Piala).

Akan tetapi bukan berarti pengganti Rodgers bisa dengan mudah memenuhi ekspektasi para penggemar Liverpool. Selain tekanan dari luar, manajer baru pun harus pandai-pandai menyesuaikan langkahnya dengan cara pemilik klub dalam mengatur kondisi internal.

Entah itu berhadapan dengan Direktur Teknik, Komite Transfer, atau bahkan langsung berbenturan dengan (ketiadaan) visi John Henry sendiri, mereka akan memiliki tugas sangat berat di tangan.

(vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER