Jakarta, CNN Indonesia --
"Sepak bola telah memberikan segalanya untuk saya, tembakau nyaris merenggutnya semua." - Johan Cruyff
Diabadikan menjadi nama asteroid, menjadi pujaan publik Belanda, serta didaulat sebagai otak di balik sepak bola modern Barcelona: Johan Cruyff memang telah menjadi segelintir orang yang mendapatkan segalanya dalam sepak bola.
Puja-puji itu tentu tak datang begitu saja. Ia menorehkan namanya dalam lembaran sejarah dengan tinta emas setelah meraih 19 trofi bersama Ajax Amsterdam, dua trofi bersama Barcelona, dan dua trofi bersama Feyenoord ketika masih aktif merumput di lapangan hijau.
Belum lagi berbicara capaiannya sebagai pelatih. Selain menjadi 'nabi' sepak bola menyerang, ia juga mengoleksi 12 trofi yang ia dapatkan ketika menangani Ajax dan Barcelona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tak ada gading yang tak retak. Perjalanan Cruyff di dunia sepak bola acapkali berbenturan dengan kebiasaannya menghirup tembakau, yang telah ia mulai sejak usia muda.
Statusnya sebagai seorang pesepakbola tak menghalanginya terus menikmati tembakau, bahkan terus berlanjut hingga ia melanjutkan kariernya di dunia kulit bundar sebagai pelatih.
Kecanduan Cruyff terhadap tembakau semakin parah ketika ia mulai merasakan tekanan sebagai pelatih, ketika Barcelona tak kunjung menuai hasil positif.
Tak cukup dengan tembakau. Cruyff beralih ke rokok dan mulai menghisap tembakau lebih banyak, untuk mengalihkan perhatiannya dari tensi sebelum pertandingan dimulai. Cruyff bahkan diklaim membakar sekitar 20 batang rokok per hari.
Kecanduan itu akhirnya membuat Cruyff terancam kehilangan semua yang telah ia raih di dunia sepak bola. Pada 1991 silam ia harus menjalani dua kali operasi.
"Cruyff sangat beruntung karena cedera yang ia alami sangat parah, tapi ia tiba tepat pada waktunya untuk mengatasi hal tersebut," ujar dokternya saat itu, Mario Petit.
 Nama Johan Cruyff ditorehkan dengan tinta emas di sejarah dunia sepak bola. (Clive Rose/Getty Images for Laureus) |
Dari Tembakau ke LolipopMendapatkan peringatan keras dari dokter dan juga istrinya, Cruyff akhirnya memutuskan untuk berhenti merokok karena takut hal itu akan berujung fatal.
"Saya tidak merokok karena saya diperingati akan meninggal jika saya terus merokok," ujar Cruyff saat itu.
Hasilnya, rokok yang rutin tampak di mulut atau tangannya kini berganti dengan permen lolipop. Cruyff juga pernah tampil di kampanye Departemen Kesehatan Katalonia dengan kata-kata terkenalnya: "Sepak bola telah memberikan segalanya untuk saya, tembakau nyaris merenggutnya semua."
Seakan didukung alam semesta, perubahan dari rokok menjadi lolipop berjalan seiring dengan dimulainya era emas Barcelona di tangan Cruyff.
Selama empat musim berturut-turut (1990/91 hingga 1993/94) trofi La Liga Spanyol selalu berada dalam dekapan Barcelona. Akademi La Masia yang pembangunannya direkomendasikan oleh Cruyff pada 1978 juga mulai menuai hasilnya.
Tanpa Cruyff, Barcelona mungkin saja tak sebesar yang dikenal insan sepak bola saat ini. Bahkan, dunia bisa saja tak mengenal Lionel Messi atau Andres Iniesta hingga pemain-pemain binaan La Masia lainnya.
Tak heran, ketika Cruyff didiagnosis mengidap kanker paru-paru, mayoritas insan sepak bola termasuk mantan klubnya, Ajax dan Barcelona, langsung mengutarakan dukungan mereka pada pria berusia 68 tahun tersebut.
Karena sepak bola yang dikenal dunia saat ini bisa saja buyar oleh asap mengepul yang keluar dari tembakau yang dihirup Cruyff, yang kini bisa jadi menjadi salah satu penyebab kanker paru-paru yang ia derita.
(vws)