Revolusi Katalonia Bernama La Masia

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Rabu, 28 Okt 2015 17:45 WIB
Kedatangan Johan Cruyff untuk kali kedua ke Barcelona bukan sekadar soal prestasi. Tapi bagaimana sang legenda mengukir identitas baru klub.
Johan Cruyff datang ke Barcelona sebagai pelatih pada 1988. Ia adalah pelatih yang merevolusi akademi La Masia. (Clive Rose/Getty Images for Laureus)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di usia 26 tahun, Johan Cruyff datang ke Barcelona dengan status pemain termahal di dunia, dua dekade kemudian ia peletak revolusi Katalonia.

Dua fase Cruyff di Barcelona sendiri memang berbeda.

Kedatangannya pertama adalah untuk mengejar pelatih kesayangannya di Ajax Amsterdam dan tim nasional Belanda, Rinus Michel. Cruyff kemudian membuktikan statusnya sebagai salah satu pemain terbaik di dunia dengan mengakhiri puasa gelar La Liga selama 14 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cruyff melakukannya dengan menunjukkan kejeniusan otaknya dalam menjadi otak orkestra yang dirancang Michel.

Cruyff sebenarnya seorang penyerang. Namun, kemampuannya dalam melakukan banyak hal --mengatur bola dari tengah, bermain di sayap, menggiring bola, atau memberikan umpan sebagai penyerang kedua-- membuat Cruyff tidak bisa menyandang status sekadar sebagai striker.

Kedatangan Cruyff yang kedua, kini sebagai pelatih, melampaui itu semua. Ayah dari Jordi Cruyff ini bukan hanya meraih piala, tapi juga memberikan identitas bagi suatu klub yang efeknya terasa bahkan hingga dua dekade kemudian.

Ketika Cruyff ditunjuk presiden Josep Lluis Nunez untuk menjadi pelatih, kondisi klub sebenarnya sedang terpecah belah. Pelatih kala itu, Luis Aragones, bahkan bersama 21 pemainnya meminta sang presiden untuk mengundurkan diri.

Barca tersangkut masalah pajak dari hak citra pemain. Dan ketika negara Spanyol menuntut agar Blaugrana membayar kekurangan pajak, Lluis Nunez melimpahkan kewajiban tersebut kepada para pemain. Inilah yang menyebabkan pemberontakan Aragones yang kemudian berujung penunjukan Cruyff sebagai pelatih.

Jika ada satu orang yang bisa menyelamatkan Barcelona dari keterpurukan dan menghindarkan mereka menjadi bahan tertawaan, maka orang itu adalah Cruyff.

Cruyff dicintai publik Katalonia. Bukan hanya karena kejeniusannya, tapi karena Cruyff pun mengerti identitas mereka. Cruyff bahkan menamai anaknya, Jordi, dari bahasa Katalonia.
Johan Cruyff pelatih paling penting dalam sejarah Barcelona. (Gary M Prior/Allsport)

Peletak Pondasi dan Identitas Klub

Tapi Cruyff bukan sekadar pemanis bagi Nunez. Visi yang ia pelajari dari Michel membuatnya mengenalkan taktik 3-4-3 pada skuat baru Barcelona, setelah terjadi pemecatan pemain besar-besaran.

Ia juga punya filosofi yang membuat publik Spanyol terbelalak.

"Ketika Anda mendominasi bola, maka Anda bergerak dengan baik," kata Cruyff. "Anda akan memiliki yang tidak dimiliki musuh Anda, sehingga mereka tidak bisa mencetak gol."

Namun ada satu masalah. Cruyff tak punya penggawa-penggawa yang cocok untuk memainkan konsep di kepalanya. Dibutuhkan suatu mesin pencetak pemain yang sangat mahir mengendalikan bola: La Masia.

Perlahan Cruyff pun mengubah filosofi akademi Barcelona itu. Dari semula hanya menyeleksi calon pemain berdasarkan kriteria tinggi badan, La Masia kini mencari anak yang pandai mengolah si kulit bundar dan juga menekan lawan tanpa kenal lelah.

Setiap tim, dari mulai tim U-8 hingga Barca B menggunakan sistem 3-4-3 yang ia kenalkan kepada tim senior.

Sejarah membuktikan bagaimana visi Cruyff sukses di Barcelona bahkan hingga bertahun-tahun kemudian. Selain menghasilkan pemain seperti Pep Guardiola, La Masia juga menelurkan Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Carles Puyol, Gerard Pique, Cesc Fabregas, Pedro dan tentu saja Lionel Messi.

Bahkan pelatih yang membawa Barcelona meraih treble untuk kali pertama dalam sejarah, Guardiola, mengatakan bahwa seluruh hal yang ia dapatkan di sepak bola ia pelajari dari Cruyff.

Demikian pula Eusebio Sacristan, rekan Guardiola di lini tengah Barcelona ketika mereka menjadi juara Eropa 1992.

"Johan merancang cara kami bermain, ide yang hingga kini terus dimainkan oleh klub. Saya bisa merasakan DNA-nya dalam tim saya. Setiap pemain tahu sistem yang akan mereka mainkan, dan sistem itu merasuki setiap bagian dari klub," kata Eusebio yang juga menjadi pelatih Barcelona B hingga Februari 2015.

"Kesuksesan La Masia telah membuktikan bahwa dirinya (Cruyff) benar. Setiap kali ada pemain muda yang mampu bermain di tim pertama, maka sebagian kesuksesannya berasal dari Johan." (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER