Bangkok, CNN Indonesia -- Olahraga bela diri asal Thailand, Muay Thai, merupakan salah satu olahraga tradisional yang kepopulerannya telah mendunia.
Dan, bagi para turis asing, ketika berwisata ke Thailand mereka mungkin akan merasa tak komplet tnapa berkunjung semalam saja di Rajadamnern atau Lumpinee.
Rajadamnern dan Lumpinee adalah salah satu arena legenda pertarungan Muay Thai yang berada di ibu kota Thailand, Bangkok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namsaknoi Yudthagarngamtorn adalah salah satu praktisi bela diri Muay Thai yang mendapatkan penghargaan Sports Writer's Fighter of the Year. Dia adalah seorang juara di Lumpinee. Namun, pria asal Surat Thani itu merasakan ada kecurangan dari promotor dan manajer pertarungan.
"Sasana tempat saya berlatih mengatakan mereka kaan menyimpan semua uang hasil pertarungan dan memberinya ketika saya pensiun. Namun, saat saya memutuskan pergi mereka tak memberi apa-apa, bahkan trofi dan sabuk gelar juara yang saya menangkan," keluh Namsaknoi.
Padahal, ujar Namsaknoi, di puncak kariernya ia setidaknya harus mendapat uang sebesar 150 ribu baht per pertarungan. Ia berharap bisa membawa uang itu kembali ke desa asalnya, Chaiya, dan menjadi nelayan di sana sambil mengajar bela diri Muay Thai.
Namun, seiring kepopuleran Muay Thai yang mendunia, para petarung dan pensiunan olahraga bela diri tradisional itu memiliki kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka.
"Saya menerima sebuah telepon dari seorang kawan yang pernah saya latih," ujar Namsaknoi.
Kawan itu mengundangnya ke Singapura dan bekerja di sana dengan bayaran 15 ribu dolar Singapura atau sekitar 400 ribu Baht per bulan. Jumlah itu diakui Namsaknoi menggiurkan sehingga ia menerimanya.
Dan, dengan penghasilan yang ia dapat di Singapura itu bisa membantu dirinya untuk kembali membangkitkan kesejahteraan keluarganya di desa asalnya. Itu pula yang dialami para praktisi Muay Thai lainnya.
Namun, kebahagiaan itu tak didapat ketika mereka masih aktif bertarung di atas arena.
Juara di Lumpinee lainnya, Dejdamrong Sor Amnuaysirichoke juga seperti itu. Dia berasal dari sebuah desa miskin di provinsi bagian selatan, Trang.
Dejdamrong menceritakan saat aktif bertarung, ia tak menilai sepadan dengan bayaran dan harus tinggal bersama para petarung lain di sebuah kamar yang sempit. Namun, ketika memutuskan berhenti dan menjadi pelatih--terutama di luar negeri--ia mendapatkan bayaran paling sedikit setara 125 ribu baht per bulan.
Sebagian besar penghasilan Dejamdrong itu dikirm ke desa asalnya di Trang. Ia mengatakan dirinya berusaha mengeluarkan seluruh keluarganya dari jebakan kemiskinan.
"Saya membangun sebuah rumah untuk keluarga saya di Thailand," ujar Dejdamrong, "Sayangnya ayah saya telah tiada tetapi saya masih mampu menjaga ibu, nenek, dan saudara saya yang penyandang disabilitas."
(kid)