Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak pertama kali dibeli oleh Fretitta bersaudara pada 2001 silam, UFC sebagai industri olahraga telah berkembang dengan pesat. Semula hanya dinilai US$ 2 juta dolar, kini
brand UFC telah menjadi US$ 3 miliar.
Namun, di balik kucuran uang sponsor yang mengalir kian deras pada olahraga ini, suara-suara negatif kerap muncul terutama terkait dengan bayaran para atlet.
Berbeda dengan tinju, Formula 1, sepak bola, atau tenis yang nilai bayaran atletnya secara terang-terangan diungkap ke publik, atlet UFC memang memiliki perjanjian untuk merahasiakan gaji mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kecuali segelintir petarung yang sudah memiliki nama, seperti Ronda Rousey atau Georges St-Pierre, tak ada yang tahu berapa yang didapatkan para ahli bela diri campuran tersebut, atau apakah gaji mereka bisa mendekati kisaran bayaran seorang Wayne Rooney yang mendapatkan US$ 19 juta per tahun.
Pemilik UFC, Lorenzo Fretitta, menyadari bahwa orang-orang mulai curiga apakah para petarung mendapatkan bayaran layak yang setara dengan penghasilan UFC yang mencapai US$ 500 juta pertahun.
"Orang-orang ingin membandingkan kami dengan olahraga lain, dan dalam batas tertentu itu hal adil," kata Lorenzo kepada
Bleacher Report sembari menjelaskan bahwa bisnis UFC adalah unik sehingga kerahasiaan bayaran pemain menjadi penting.
"Yang pertama dan terutama, biaya produksi dan biaya pemasaran terkait UFC seratus persen berasal dari kami. Ini beda dengan sepak bola Amerika atau tinju yang tinggal menjual lisensi kepada stasiun televisi dan pihak televisi lah yang memproduksi seluruh siaran dan melakukan pemasaran."
"Dalam kasus UFC, kami menayangkan seluruh pertarungan. Ada lebih dari seribu orang yang mendapatkan bayaran ketika kami melaksanakan pertarungan ini. Sangat sangat masif."
"Selain itu, kami juga sedang membangun sebuah olahraga. Kami membuka kantor di berbagai negara di seluruh dunia, kami juga bekerja untuk mendapatkan izin menggelar pertandingan di seluruh negara bagian di Amerika Serikat dan Kanada," kata Loreno.
Dengan status sebagai olahraga yang cukup brutal, memang UFC tak mudah mendapatkan izin untuk digelar di berbagai kota dan negara bagian di Amerika Serikat. Dibutuhkan lobi-lobi politik yang terkadang menguras isi dompet Frank dan Lorenzo.
Bahkan, hingga saat ini, UFC tidak mendapatkan izin untuk diselenggarakan di kota New York sehingga belum pernah digelar di pusat hiburan dunia, Madison Square Garden
Menurut Lorenzo, hal inilah yang tidak dilalui oleh liga dan olahraga lain, sehingga jika membandingkan gaji dan bayaran para pemain, maka atlet UFC, menurutnya, dikatakan "mendapatkan tawaran menarik."
Salah Satu Kondisi Paling Buruk di Dunia AtletSelain masalah bayaran, kritik lain yang dilontarkan untuk UFC adalah tentang ketiadaan asosiasi pemain atau atlet.
"Para petarung ini tidak diwakili oleh serikat atau asosiasi pemain profesional. Tidak ada yang menegosiasikan standar minimum pembayaran," kata profesor undang-undang tenaga kerja dari Universitas Northwestern, Zev Eigen.
Sang profesor yang pernah mempelajari kontrak atlet UFC itu juga mengatakan, kontrak tersebut adalah salah satu yang paling buruk di dunia olahraga, dalam hal pembagian bayaran antara perusahaan dan atlet.
Salah satu contoh minimnya kuasa para atlet atas nasib mereka sendiri terlihat dari negosiasi UFC dengan Reebok pada April 2015.
Kedua entitas tersebut baru saja mengikat perjanjian senilai 70 juta dolar untuk enam tahun. Kontrak tersebut mewajibkan seluruh petarung UFC hanya menggunakan logo Reebok di celana pendek yang mereka kenakan, baik saat bertarung maupun dalam ajang resmi lainnnya.
Perjanjian tersebut membuat beberapa petarung mengalami kerugian langsung, setelah sponsor pribadi menarik uang dari para petarung karena dilarang untuk menampilkan logo.
Sebagaimana diberitakan Bleacher, memang belum ada proteksi sama sekali terhadap para pemain dalam bela diri campuran. Para petarung harus memperjuangkan nasib mereka sendirian.
"UFC mengumpulkan para jenius-jenius hukum dan mereka mengambil keuntungan atas hal tersebut," kata Juanito Ibarra, mantan manajer bintang UFC, Quinton Jackson.
"Mereka membuat para manajer, pelatih, dan petarung tidak memiliki suara."
Fertitta bersaudara menampik tuduhan bahwa mereka menyengsarakan para petarungnya.
"Kami telah menciptakan setidaknya 70 jutawan [dolar] setelah mengambil alih," katanya. "Dan beberapa di antara mereka bahkan menjadi multi-jutawan."
(vws)