Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Thomas Indonesia berhasil menjuarai babak kualifikasi Piala Thomas zona Asia atau juga disebut Kejuaraan Beregu Asia. Bukan lantaran trofi juara yang berhasil diangkat yang membuat bangga, melainkan karena materi pemain yang membawa Indonesia jadi juara.
Bila dibandingkan status Indonesia sebagai pemenang Piala Thomas sebanyak 13 kali, juara zona Asia yang pada edisi kali ini mendapatkan trofi hanyalah sebuah hal kecil.
Namun Indonesia menggapai gelar juara ini dengan mengandalkan banyak pemain muda di dalamnya. Pada babak final melawan juara Piala Thomas 2014, Jepang, Indonesia bahkan tidak menurunkan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan juga Tommy Sugiarto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim Pelatih memutuskan untuk menurunkan Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Ginting, dan Jonatan Christie di nomor tunggal, serta Angga Pratama/Ricky Karanda dan Rian Agung/Berry Anggriawan di nomor ganda.
Jepang sendiri menurunkan empat wakil yang juga merupakan bagian dari tim juara dua tahun lalu yaitu Kento Momota, Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa, Sho Sasaki, dan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda. Karena itulah kemenangan ini termasuk sebuah kemenangan besar.
Dari jalannya laga, para pemain muda terlihat mampu mengatasi tekanan yang ada pada pertandingan final tersebut. Anthony yang menghadapi Sasaki, pemain yang jauh lebih berpengalaman dari dirinya, berhasil tampil tenang sepanjang laga dan mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Kemenangan Ginting ini jadi salah satu titik balik keberhasilan Indonesia mengalahkan Jepang. Setelah tertinggal 0-1 di pertandingan pertama, Indonesia untuk pertama kalinya unggul 2-1 di laga ini.
Jepang sendiri sudah menghitung laga tunggal kedua ini sebagai laga yang bisa mereka menangkan dan perhitungan mereka meleset berkat kegemilangan Anthony.
Meskipun Berry/Rian gagal mengamankan kemenangan Indonesia lantaran kalah dari Kamura/Sonoda, Jonatan sukses menunjukkan mental bertanding yang cukup kuat. Kalah di game pertama, Jonatan tetap tenang dan menang di dua game selanjutnya. Indonesia pun menyempurnakan tiket kualifikasi dengan status juara di tangan.
-----------------------
Jangan langsung membumbungkan harapan tinggi bahwa tim ini layak ditargetkan juara di putaran final Mei. Satu hal saja yang pasti, tim tahun ini cukup kompetitif dan bisa bersaing dengan negara kuat lainnya di Piala Thomas 2016 nanti.
Walau telah berhasil jadi juara zona Asia, bukan berarti Indonesia saat ini tim terbaik di Asia. Masih ada China yang belum menurunkan Chen Long dan Lin Dan, serta Korea yang juga tak menurunkan kekuatan terbaiknya.
Namun satu yang pasti, regenerasi Indonesia telah berada di jalurnya. Gambaran tim yang turun di partai final lawan Jepang kemarin adalah gambaran kekuatan Tim Thomas Indonesia dua tahun mendatang.
Dua tahun lagi, Indonesia bisa jadi sudah tanpa Ahsan/Hendra karena itu Angga/Ricky dan Rian/Berry harus ambil peranan, termasuk juga Markus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya yang tak masuk tim kali ini.
Sementara itu di sektor tunggal, Indonesia memiliki banyak nama pemain muda yang tengah merintis jalur menuju puncak dunia.
Nomor tunggal putra pelatnas saat ini dihuni oleh pemain-pemain muda. Mereka bersaing satu sama lain demi jadi yang terhebat, baik itu di Indonesia maupun dunia.
Ihsan, Ginting, Jonatan, dan sejumlah nama pemain muda lainnya di pelatnas saat ini adalah rombongan dari generasi bernama generasi harapan. Generasi yang diiringi angan-angan agar bisa mengulang kejayaan pemain-pemain tunggal putra Indonesia di dekade sebelumnya.
Usia yang hampir sama di antara para pemain muda yang dimiliki Indonesia membuat aroma persaingan sudah tercium kuat sejak hari-hari latihan. Jonatan pernah lebih unggul, Ihsan pernah lebih sering dibicarakan, namun saat ini Anthony yang sedang jadi buah bibir.
Ada harapan besar mereka bisa seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Taufik Hidayat, atau bahkan secara bersama-sama menjadi pemain papan atas dunia seperti tunggal putra generasi 1990-an, yaitu Alan Budikusuma, Ardy B. Wiranata, Hariyanto Arbi, Joko Supriyanto, dan Hendrawan.
Setelah Olimpiade Rio de Janeiro 2016, jalan pergantian generasi di nomor tunggal putra terbuka lebar seiring bakal gantung raketnya Lin Dan dan Lee Chong Wei.
Nama-nama pemain muda seperti Kento Momota dan Viktor Axelsen, serta Chen Long, bakal jadi musuh utama yang bakal diburu oleh pemain-pemain muda Indonesia.
Pada momen itulah, pemain-pemain muda Indonesia harus bekerja keras melesat masuk ke deretan papan atas peringkat dunia. Dan rintisan perjuangan pemain muda Indonesia untuk menembus papan atas dunia sudah dimulai sejak dua tahun belakangan dengan giatnya mereka mengikuti berbagai rangkaian seri turnamen.
Dari gambaran di atas, tahun 2018, termasuk Piala Thomas 2018, jadi tahun ideal untuk dipatok sebagai target periode emas bagi pemain-pemain muda Indonesia. Meski demikian, rakyat Indonesia pasti tak akan menolak bila mereka bisa membawa pulang Piala Thomas lebih cepat tahun ini.
(dlp)