Nilai C+ untuk Bulutangkis Indonesia di 2015

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Kamis, 31 Des 2015 20:00 WIB
Para pebulutangkis Indonesia minim prestasi di tahun 2015 meski sejumlah pemain mampu menyelamatkan wajah Indonesia di ajang penting.
Foto: CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman
Jakarta, CNN Indonesia -- Para pebulutangkis Indonesia telah menyelesaikan perjalanan mereka di tahun 2015. Nilai C+ jadi penggambaran prestasi Indonesia di 2015 ini.

Pada tahun 2015 ini, terdapat beberapa event penting seperti All England, Piala Sudirman, dan Kejuaraan Dunia yang biasanya jadi tolok ukur keberhasilan prestasi pebulutangkis Indonesia.

Di ajang Piala Sudirman, Indonesia terbentur oleh tembok yang selalu menggagalkan Indonesia berprestasi di satu dekade terakhir, China.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia tumbang 1-3 di hadapan China pada babak semifinal Piala Sudirman. Di balik kekalahan menyakitkan ini, Indonesia bisa sedikit berbangga hati karena pemain muda seperti Jonatan Christie dan Ihsan Maulana Mustofa dipercaya bermain sebagai andalan tunggal putra.

Indonesia gagal meraih titel juara di All England dan secara keseluruhan prestasi di rangkaian super series/premier tahun ini pun tidak menggembirakan. Indonesia hanya meraih empat titel juara, dua titel lebih sedikit dibanding tahun lalu.

Pada level di bawah super series/premier, Indonesia meraih 12 gelar juara dari 18 rangkaian turnamen grand prix/gold.

Catatan tersebut tentu merupakan sebuah gambaran bahwa di tahun 2015 ini belum ada lonjakan prestasi yang signfikan yang bisa diraih oleh para pebulutangkis Indonesia.

Nama Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari bisa dibilang merupakan salah satu poin plus yang ada di tahun 2015 ini. Setelah tampil mengejutkan dengan memenangi medali emas Asian Games 2014, Greysia/Nitya mampu membuktikan bahwa apa yang terjadi di Korea Selatan tersebut bukanlah sebuah kejutan semata.

Pada tahun 2015, Greysia/Nitya mampu membuktikan bahwa mereka bisa bersaing dengan ganda putri papan atas dunia. Mereka sukses meraih gelar super series, konsisten masuk babak akhir turnamen, dan memenangi medali perunggu Kejuaraan Dunia 2015.

Peringkat Greysia/Nitya pun menembus empat besar, bukti bahwa medali emas Asian Games 2014 tidak lagi bisa dipandang sebagai sebuah kejutan besar yang mereka lakukan.

Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan juga termasuk pebulutangkis yang melalui tahun 2015 dengan catatan baik. Mereka sukses memenangkan gelar juara dunia dan menutup tahun dengan titel BWF Final Super Series.

Namun catatan di seri Super Series kurang menggembirakan karena mereka hanya mampu merebut satu gelar super series,yaitu di Malaysia Super Series.

Ahsan/Hendra sendiri sebelumnya memang tak terlalu dibebankan bisa memenangkan tiap turnamen yang diikuti mengingat usia mereka, terutama Hendra, yang semakin menua. Asal mereka sanggup memenuhi target besar, itu berarti mereka tetap berada pada jalur yang benar.

Salah satu kejatuhan besar yang dialami Indonesia di tahun 2015 adalah menurunnya prestasi Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Juara Dunia 2013 ini tak mampu memenangkan satu pun gelar super series dan selalu tumbang di hadapan Zhang Nan/Zhao Yunlei. Di beberapa turnamen akhir tahun, Tontowi/Liliyana bahkan sering kalah di babak awal, sesuatu yang hampir mustahil bagi mereka di tahun-tahun sebelumnya.

Kepercayaan diri Tontowi/Liliyana terlihat jelas goyah lantaran mereka gagal menemukan cara untuk mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei dalam satu tahun terakhir. Hal itu akhirnya berpengaruh bukan hanya saja pada saat mereka menghadapi ganda China tersebut, melainkan juga lawan-lawan lainnya.

Pelapis yang Masih Belum Siap

Tahun 2015 juga ditandai dengan masih belum adanya pemain di luar Ahsan/Hendra, Tontowi/Liliyana, dan Greysia/Nitya yang benar-benar meroket dan dipandang sebagai ancaman oleh ganda lain.

Angga Pratama/Ricky Karanda dan Praveen Jordan/Debby Susanto adalah wakil Indonesia yang paling mendekati harapan untuk bisa berdiri sejajar di level trio ganda Indonesia, namun penampilan mereka masih inkonsisten di tahun 2015.

Angga/Ricky meraih satu gelar super series di Singapura dan Praveen/Debby juga sering menyulitkan dan ganda-ganda papan atas. Namun level mereka masih baru sampai di titik itu dan perlu ditingkatkan untuk bisa berubah status jadi andalan Indonesia di masa depan.

Di bawah dua nama ini, pemain Indonesia lainnya masih perlu berjuang keras untuk 'sekadar' masuk ke jajaran 10 besar dunia.

Ekspektasi Tinggi Pemain Muda Tunggal Putra

Barisan pemain muda tunggal putra, Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Ginting, dan Firman Abdul Kholik adalah nama-nama yang sudah mulai jadi perhatian penggemar bulutangkis.

Dalam sejumlah turnamen, para pemain muda Indonesia ini mampu tampil mengejutkan dan bisa bertahan hingga babak akhir.

Pada tahun-tahun mendatang, para pemain muda ini akan terus diberikan tekanan besar karena merekalah kini lini terdepan dari nomor tunggal putra pelatnas Cipayung. Berbagai event penting seperti Piala Thomas, Piala Sudirman, SEA Games, hingga Asian Games pastinya akan menyertakan nama mereka sebagai wakil Indonesia.

Situasi berat yang ada di hadapan mereka tak perlu ditambah oleh ekspektasi berlebihan, baik berupa pujian yang berlebihan ataupun kritik yang terlalu tajam.

Untuk menyadarkan, para pemain muda Indonesia tersebut bahkan belum masuk 30 besar dunia yang berarti saat ini mereka masih dalam proses berjuang dan menapak ke tangga tertinggi nomor tunggal putra.

Di luar nomor tunggal putra, ada beberapa nama pemain muda lain yang sinarnya mulai terlihat dan bisa dijadikan tumpuan harapan seperti Markus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya di nomor ganda putra dan Della Destiara/Rosyita Eka Putri di ganda putri.

Dengan beberapa penurunan plus proses perkembangan yang masih butuh waktu untuk dinantikan hasilnya, semoga nilai C+ di akhir tahun 2015 bisa berubah jadi A+ pada akhir tahun depan seiring dengan berlangsungnya Piala Thomas dan Uber, serta Olimpiade 2016. (ptr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER