Putra Permata Tegar Idaman
Putra Permata Tegar Idaman
Menggemari bulutangkis dan mengagumi Roberto Baggio sejak kecil. Pernah bekerja di harian Top Skor dan Jakarta Globe. Kini menjadi penulis di kanal olahraga CNN Indonesia

22 Mei 2016, Ingatlah Hari Itu

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Selasa, 24 Mei 2016 07:55 WIB
Kekalahan menyesakkan di final Piala Thomas tak boleh hilang dari benak para pebulu tangkis Indonesia. Karena legenda memang bukan tercipta dalam sehari.
Indonesia harus puas di posisi kedua Piala Thomas 2016 dan melanjutkan puasa gelar turnamen bergengsi itu sejak terakhir kali memenangkannya pada 2002 silam. (CNN Indonesia/Putra Tegar)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Thomas indonesia gagal menjadikan tanggal 22 Mei 2016 sebagai hari bersejarah dengan membawa pulang kembali Piala Thomas ke Tanah Air. Namun tanggal dan momen menyesakkan ini tak boleh dilupakan dan harus terus hidup dalam kenangan, terutama di benak para pemain muda Indonesia.

Indonesia kalah 2-3 dari Denmark di babak final Piala Thomas. Kesuksesan Indonesia masuk ke babak final setelah enam tahun berselang tak berujung pada gelar juara. Puasa gelar Indonesia yang sudah berlangsung sejak 2002 harus terus berlanjut sementara ini.

Dari segi peringkat dan daftar unggulan, Indonesia ada di posisi 3/4, dan masuk ke final berarti satu langkah dari takaran kemampuan di atas kertas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, kekalahan di final tetap menyakitkan. Gagal saat kaki tinggal selangkah dari trofi juara jauh lebih menghujam dibandingkan kegagalan di jauh-jauh hari sebelumnya seperti yang dialami tuan rumah China dan Jepang sang juara bertahan.

Mengenang kesuksesan memang menyenangkan, namun mengingat kegagalan juga merupakan sebuah keharusan.

Dan para pemain muda yang bakal jadi tulang punggung Piala Thomas di masa depan seperti Jonatan Christie, Anthony Ginting, Ihsan Maulana Mustofa, Angga Pratama/Ricky Karanda, dan Markus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya harus belajar dari pahitnya kegagalan.

Para darah muda skuat Merah Putih kini akan menyadari bahwa sedekat apapun posisi mereka dengan trofi juara, kemungkinan gagal akan selalu ada. Dan mereka akan makin mengerti bahwa di Indonesia, ukuran sukses bulutangkis adalah trofi juara bukan peringkat kedua.

Dalam kepulangan ke Tanah Air beberapa jam usai kegagalan, senyum memang tetap tergambar dari wajah pemain Indonesia. Namun aura sedih tetap terasa. Dunia olahraga memang kejam, karena kerja keras tak selalu berujung kesuksesan.

Pemain muda Indonesia memang gagal membuat kejutan dan membawa pulang trofi juara, namun mereka mendapatkan pengalaman besar yang tak kalah berharga.

Kini mereka sadar para legenda bukan dibentuk dalam satu hari. Bukan soal mudah melambungkan nama Indonesia di atas negara-negara lainnya. Butuh lebih dari sekadar kerja keras yang tentunya mutlak akan dilakukan semua negara.

Berakhirnya Piala Thomas 2016 sekaligus menandai hitung mundur menuju Piala Thomas 2018. Pemain muda wajib meletakkan kegagalan tahun ini sebagai landasan motivasi untuk melesat lebih cepat selama dua tahun ke depan.

Para pemain muda Indonesia saat ini ada di jalur yang tepat. Tinggal bagaimana mereka memacu kecepatan menuju posisi yang diinginkan.

Yang patut diingat tentunya bukan hanya Indonesia saja yang bakal belajar dari kegagalan. China, Korea Selatan, Jepang, dan negara lainnya pun akan menyiapkan strategi untuk bisa berjaya di gelaran berikutnya.

Bila semua berjalan sesuai harapan, maka skuat Indonesia di Piala Thomas 2018 bakal memiliki kekuatan yang merata di lima nomor yang ada. Ditambah kekompakan yang sudah terjalin sejak kegagalan sekarang, maka itu bakal jadi modal besar untuk merebut Piala Thomas yang sudah lama hilang. (vws)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER