ANALISIS

Menakar Efek Brexit pada Liga Inggris

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Jumat, 24 Jun 2016 10:38 WIB
Liga Primer Inggris secara tegas mendukung Inggris tetap berada di Uni Eropa. Mereka menilai Brexit akan berdampak buruk bagi sepak bola Inggris.
Pada Kamis (23/6), Inggris melakukan referendum untuk meninggalkan atau tidak Uni Eropa. (Dan Kitwood/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bayang-bayang keluarnya Inggris dari Uni Eropa bukan hanya berdampak pada perekonomian Inggris, tapi juga pada kompetisi yang membangga-banggakan dirinya sebagai yang terbaik di dunia: Liga Primer Inggris (EPL).

Keluar dari Uni Eropa memang akan membuat EPL berada pada ketidakpastian di masa depan, terutama karena tiang-tiang penyangga kesuksesan mereka tertancap kokoh pada konsep yang ditawarkan Uni Eropa.

Pertama adalah soal ketenagakerjaan. Kebebasan tenaga kerja di negara-negara Uni Eropa untuk bergerak mencari pekerjaan membuat pesepak bola dari negara Eropa lainnya bisa bermain di Inggris tanpa membutuhkan izin kerja khusus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Izin kerja bermain di Liga Inggris sendiri tak mudah didapatkan oleh negara non-Uni Eropa. Untuk mendapatkannya, mereka harus memenuhi kriteria telah bermain di sejumlah laga internasional yang juga tergantung pada seberapa kuat tim nasional mereka.

Sebuah penelitian yang dilakukan The Guardian yang dipublikasikan pada September lalu, menunjukkan bahwa dua per tiga dari para pemain Uni Eropa yang bermain di Liga Inggris tidak memenuhi kriteria itu -- menurut data The Telegraph lebih dari 100 pemain.

Sementara studi yang dilakukan BBC melaporkan bahwa kesebelasan-kesebelasan seperti Aston Villa, Newcastle Untied, dan Watford bahkan bisa kehilangan hingga 11 pemain dari skuat mereka.

The Independent menyatakan bahwa jika menggabungkan data EPL, Divisi Championship, dan juga Liga Skotlandia, ada 332 pemain dari 28 negara Uni Eropa lainnya yang takkan mendapatkan izin kerja seandainya mereka datang ketika Inggris sudah tak menjadi bagian dari Uni Eropa.

Termasuk di dalam daftar pemain 'terlarang' ini adalah empat pemain Manchester United yaitu David de Gea, Morgan Schneiderlin, Juan Mata, dan Anthony Martial, serta pemain Perancis lainnya seperti Dimitri Payet dan N'Golo Kante.

Tiga nama yang disebutkan paling akhir memang jarang mendapatkan tempat di timnas ketika mereka masuk ke Liga Inggris di awal musim lalu.

Sementara itu, pemain Amerika Selatan seperti Diego Costa dan Phillippe Coutinho juga tak perlu memusingkan diri dengan izin kerja tersebut karena mereka telah mendapatkan kewarganegaraan Eropa sebelum datang ke Inggris.

Costa merupakan naturalisasi timnas Spanyol, dan Coutinho pernah bermain di Inter Milan.

Dimitri Payet tak mungkin mendapatkan izin kerja di Inggris seandainya Inggris tak jadi bagian Uni Eropa. (REUTERS/Eddie Keogh)


Dalam lingkungan tanpa sekat-sekat seperti inilah Liga Primer Inggris tumbuh menjadi dengan kompetisi nilai komersial tertinggi di dunia -- liga yang menjadi rumah bagi bintang-bintang terbaik di dunia dan juga tingkat persaingan yang tinggi.

Mulai tahun depan, kontrak hak siar Liga Inggris meningkat menjadi 5,136 miliar poundsterling untuk tiga musim dari semula tiga miliar poundsterling untuk tiga musim.

Sebagai perbandingan, kontrak terbaru Serie A dari 2015 hingga 2018 tercatat bernilai sekitar 2,8 miliar euro (2,248 juta poundsterling), atau hanya tiga per lima dari Liga Inggris.

Selain masalah ketenagakerjaan, pemimpin Liga Primer Inggris, Richard Scudamore, juga mengatakan Inggris akan mendapatkan kesulitan untuk melindungi hak intelektual mereka.

Karena itulah, beberapa hari sebelum Inggris melakukan referendum, Scudamore secara terbuka mengatakan bahwa organisasinya mendukung langkah untuk tetap berada di Uni Eropa.

"Ada sebuah keterbukaan di Liga Primer Inggris, yang saya pikir akan terancam jika kami mengambil sikap berlawanan," kata Scudamore seperti dikutip dari The Independent.

"Kami, saya pikir, akan kurang dihormati oleh negara-negara lainnya di dunia karena tak mau menjadi bagian dari sesuatu."

Sebagaimana dalam perdebatan Brexit lainnya, dampak pasti keluarnya Inggris dari Uni Eropa sendiri belum bisa benar-benar ditakar. Menurut Maria Patsalos, seorang pakar hukum bidang keimigrasian olahraga di Mischon de Reya, seluruh lembaga olahraga di Inggris harus duduk bersama dan menentukan aturan-aturan selanjutnya.

"Mereka harus memutuskan apakah akan mengemulasi hubungan mereka sebelumnya dengan negara-negara Eropa, yaitu memberikan perlakuan khusus, atau menerapkan aturan yang telah ada di Inggris, atau menuliskan aturan baru sepenuhnya," kata Patsalos, seperti dikutip dari The Telegraph.

Meski demikian, Patsalos menegaskan bahwa para pemain-pemain yang telah berada di Inggris sebelum referendum dilakukan takkan dipaksa untuk meninggalkan pekerjaannya.

Sementara itu, dosen ilmu keekonomian olahraga di Universitas Liverpool, Dr Babatunde Buraimo, mengatakan bahwa klub-klub Liga Inggris bisa dipaksa untuk membayar para pemain berkualitas lebih mahal lagi.

"Jika pemain-pemain berkualitas yang bisa didapatkan Inggris terbatas, maka nilai mereka akan semakin meningkat dalam hal transfer dan gaji," kata Buraimo.

Satu efek positif yang bisa diambil oleh Inggris dari Brexit adalah para pemain lokal akan mendapatkan tempat untuk berkembang.

Wayne Harling, anggota United Kingdom Independence Party (UKIP), meyakini bahwa meninggalkan Eropa akan memuluskan karier para pemain binaan klub seperti Marcus Rashford, pemain 18 tahun Manchester United.

"Rashford hanya dapat kesempatan bermain karena adanya krisis cedera, tapi dengan sedemikian banyaknya pemain Uni Eropa di Liga Primer Inggris, biasanya para pemain tak punya kesempatan," kata Harling kepada AFP.

"Akademi klub tak bisa mendorong pemain untuk mendapatkan kontrak penuh, karena lebih murah untuk merekrut pemain dari luar." (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER