Jakarta, CNN Indonesia -- Tatapan fokus terpancar dari lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, dua bulan sebelum dimulainya ajang Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil. Sebuah ruangan di pintu kuning Stadion Utama Gelora Bung Karno, menjadi kawah candradimuka bagi atlet 22 tahun tersebut. Tempatnya menempa diri hari demi hari.
Sejak awal 2016, Sri menjalani latihan. Dua sesi setiap hari, pagi dan sore. Masing-masing sekitar dua setengah jam.
Sepengamatan
CNNIndonesia.com saat berkunjung pada (28/6), Sri merupakan sosok atlet yang sangat disiplin soal waktu. Ia hampir selalu jadi atlet yang paling awal melakukan pemanasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Disiplin kepada diri sendiri adalah kiat sukses di Olimpiade," kata atlet asal Bandung tersebut.
Sri tak ingin main-main menjalani hari-harinya jelang Olimpiade. Beban berat yang ia angkat berulang kali adalah harga yang pantas untuk ditukar dengan satu medali di Olimpiade. Apalagi ajang di Rio De Janeiro nanti adalah Olimpiade debutnya.
Sepanjang sejarah keikutsertaan Indonesia di Olimpiade sejak 1952 silam, hanya ada 27 medali yang pernah direbut. Emas hanya enam. Bukan perkara mudah untuk menyumbangkan satu saja. Entah itu perunggu, perak, atau emas.
Namun sebelum berbicara soal medali, ia perlu memperbaiki catatan angkatan Snatch maupun Clean & Jerk yang ia raih di Kejuaraan Asia 2016. Di sana, ia gagal meraih medali dengan total angkatan 191 kg (Snatch 85 kg dan Clean & Jerk 106 kg).
Tidak ada waktu untuk sedikit saja mengalihkan perhatian dari batang besi dan piringan karet yang terpasang di dalamnya.
Tekad Sri untuk dapat tampil sebaik mungkin di kejuaraan terpenting dalam hidupnya tersebut membuatnya telah mengorbankan banyak hal.
"Saya meninggalkan orang tua, kuliah, dan teman-teman saya. Namun mereka juga merupakan motivasi terbesar bagi saya," ucap Sri.
Di Rio de Janeiro, Sri akan turun di kelas 48 kilogram, bersaing dengan Hiromi Miyake dari Jepang yang empat tahun lalu meraih medali perak di Olimpiade London. Sementara peraih medali emas dan perunggu di Olimpiade London, Wang Mingjuan (China) dan Ryang Chun-Hwa (Korea Utara), tak lagi tampil di Olimpiade tahun ini.
Sri mengakui jalannya untuk mengibarkan bendera Merah Putih tak akan mudah. Ia akan bersaing dengan mereka-mereka yang juga punya tekad besar untuk merebut emas.
Namun bukan berarti mustahil, terutama mengingat pengalaman dan prestasi Sri di berbagai ajang internasional.
Sejak pertama kali mengikuti kejuaraan internasional pada 2008 silam, angkatan terbaik Sri adalah pada saat SEA Games 2013 di Myanmar. Di sana, ia mencatat total angkatan 195 kg (Snatch 82.0 kg, Clean & Jerk 113 kg).
Sri juga pernah meraih dua medali sepanjang kariernya di dunia angkat besi yakni perak Asian Games 2014 dan perunggu Kejuaraan Dunia Almaty 2014. Total angkatan yang ia catat di masing-masing kejuaraan tersebut adalah 187 kg dan 183 kg.
Bila dibandingkan dengan hasil Olimpiade London 2014, catatan Sri harus seperti pada saat SEA Games 2013 untuk dapat meraih medali perunggu di Olimpiade 2016. Di London, Mingjuan mencatat total angkatan 205 kg, sementara Miyake dan Chun-hwa mencatat masing-masing 197 kg dan 192 kg.
Sri tetap optimistis dapat membawa pulang medali pada Agustus nanti.
"Saya sekarang hanya perlu fokus saja, semoga saya bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Mohon doa dan dukungannya," ujar Sri.
Pelatih tim angkat besi Indonesia, Aveenash Pandoo, pun sebelumnya mengatakan Sri memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan medali dibandingkan rekan-rekannya yang lain.
Selain Sri, tim angkat besi Indonesia juga terdiri dari M. Hasbi (62kg), Eko Yuli Irawan (62 kg), Deni (69 kg), I Ketut Ariana (77 kg), Triyatno (69 kg), dan Dewi Safitri (53 kg), bersiap tampil di Olimpiade.
"Saya berharap semuanya dapat memenangkan medali di Olimpiade, bukan begitu? Tapi mungkin peluangnya lebih besar di Eko dan Sri Wahyuni," ujar pelatih berusia 41 tahun tersebut.
(vws)