Jakarta, CNN Indonesia -- Jawa Barat yang bertindak sebagai tuan rumah dalam gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat XIX/2016 dinilai mantan atlet, Krisna Bayu, terlalu ambisius mengejar status juara umum.
"Sebenarnya konsep Jawa Barat adalah menyiapkan atlet-atletnya selama empat tahun. Dan dengan kekuatan finansial (APBD) untuk mendukung atlet yang hampir tidak bisa dikejar oleh daerah-daerah lain, sebenarnya Jabar sudah pasti bisa juara umum," kata Krisna ketika dihubungi CNNIndonesia.com.
"Tidak perlu melakukan intrik-intrik yang lain. Tidak perlu terlalu ambisius dan meninggalkan sportivitas."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jabar menjadi juara umum dengan perolehan total 217 emas, 154 perak, dan 158 perunggu dengan jumlah 529 medali. Total 217 emas itu merupakan rekor pencapaian jumlah emas terbanyak sepanjang penyelenggaraan PON.
Namun ini dengan catatan, bahwa terjadi peningkatan jumlah medali emas yang diperebutkan. Jika pada PON Riau empat tahun lalu tersedia 600 emas dari 32 cabang, pada PON 2016 terdapat 762 emas dari 44 cabang.
Salah satu faktor peningkatan jumlah medali emas adalah kembali ditandingkannya beberapa cabang non-olimpiade, seperti drumband, sepatu roda, hingga kriket.
Menurut Krisna, sudah seharusnya PON dibatasi untuk olahraga-olahraga Olimpiade saja -- olahraga yang memiliki ketetapan baku, mulai dari aturan permainan hingga penilaian wasit, ketika dimainkan baik di level internasional hingga ke berbagai daerah di dunia.
Mantan atlet judo ini menilai bahwa muara PON harusnya pada penciptaan atlet-atlet berprestasi level internasional. Krisna menilai akan sia-sia jika melakukan pemassalan atlet nasional kata Krisna tapi tidak untuk bersaing dengan atlet-atlet dunia.
"Lalu bagaimana dengan atlet cabang non-olimpiade? Pemerintah perlu membuatkan ajangnya sendiri, misalnya saja Martial Art Games untuk cabang-cabang bela diri yang tidak ada di Olimpiade. Sifat ajangnya festival, sementara PON multiajang," ujar Krisna.
"PON biarkan jadi
full olympic sport dan ajang lain untuk
non-olympic sport. Nanti dari sana akan ketahuan daerah mana yang benar-benar punya potensi menyumbangkan atlet level internasional."
Ke depannya, Krisna juga meminta agar PON memiliki aturan pembatasan umur, setidaknya maksimal 25 tahun. Atau, menurutnya, seorang atlet maksimal mengikuti PON hingga dua atau tiga kali.
(vws)