Tangan-tangan Penolong di Balik Sang Juara Dunia Bulu Tangkis

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Jumat, 24 Feb 2017 19:06 WIB
Atlet juara dunia adalah tokoh utama namun di baliknya banyak tangan-tangan yang menolong mereka mencapai tujuan dan ambisinya.
Ace Kusmana (kiri) saat bersama Tim Bulutangkis Indonesia. (Dok. PBSI)
Jakarta, CNN Indonesia -- Atlet adalah tokoh utama. Namun untuk bisa jadi juara dunia, ia butuh banyak dukungan. Masseur atau ahli pijat pun jadi salah satu pihak yang turut berperan mengantarkan atlet-atlet jadi juara dunia.

Tak terhitung sudah berapa kali tangan milik Ace Kusmana memberikan pijat pada para atlet pelatnas PBSI. Dengan masa tugas sejak 1995, itu berarti ia sudah 22 tahun jadi masseur di PBSI.

Sejak zaman Taufik Hidayat masih pemain muda di PBSI, hingga sang legenda pensiun dari dunia bulu tangkis. Sejak Jonatan Christie baru lahir, hingga kini mulai jadi pemain andalan di nomor tunggal putra PBSI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenangan? Tentunya banyak sekali kenangan selama saya jadi masseur di PBSI."

"Satu hal yang selalu saya ingat, kerja di PBSI ini memiliki nilai ibadah yang tinggi karena atlet-atlet yang ada di sini merupakan mereka yang membela dan membawa harum nama negara," tutur Ace kepada CNNIndonesia.com.

Sebagai masseur, jadwal Ace untuk pergi ke luar negeri pun tak ubahnya seperti atlet. Ia terus mendampingi atlet dari turnamen ke turnamen dan sering jadi saksi langsung sejarah bulu tangkis Indonesia.

"Saya ikut ke Olimpiade 1996, 2004, 2008, dan 2012. Sedangkan pada Olimpiade 2000 dan 2016 saya tak ikut karena sakit."

"Olimpiade 1996 saat Ricky Subagja dan Rexy Mainaky jadi juara merupakan salah satu momen yang saya kenang karena saat itu saya masih baru di PBSI dan langsung larut dalam momen bahagia," ujar Ace mengenang.

Masseur pun memiliki jadwal yang padat layaknya atlet karena harus ikut ke berbagai turnamen.Foto: Dok. PBSI
Masseur pun memiliki jadwal yang padat layaknya atlet karena harus ikut ke berbagai turnamen.


Kisah perjalanan di Olimpiade 2004 pun tak bisa dilupakan oleh Ace. Ia harus membuat keputusan yang tak mudah saat itu untuk terus melanjutkan perjalanan bersama Tim Indonesia.

"Saat saya berada di sana, ada kabar bahwa ibu saya meninggal. Kemudian Pak Agum Gumelar yang waktu itu memimpin kontingen Indonesia menyerahkan keputusan pada saya."

"Saya akhirnya memutuskan untuk tetap di Yunani dan melanjutkan perjalanan bersama Tim Indonesia," tutur Ace.

Pengorbanan Ace tak sia-sia. Ia bisa melihat Taufik Hidayat juara Olimpiade 2004. Ia pun larut dalam suka cita yang mendalam. "Saya merinding begitu mendengar Indonesia Raya dinyanyikan."

"Setelah Taufik juara, ia mencari saya. Lalu, saya, Taufik, Mulyo Handoyo, dan Rudy Hartono berpelukan bersama-sama," kata Ace.

Sebagai masseur, Ace harus siap dengan berbagai macam kondisi genting. Misalnya saja saat Markis Kido mendadak pusing jelang final Olimpiade 2008.

"Lalu saya coba bantu redakan sakit Kido dengan kemampuan yang saya bisa," tutur Ace.

Di tengah kesibukannya sebagai masseur, Ace juga menghadapi konsekuensi kelelahan dan sakit saat menjalankan tugasnya.

"Saya pernah masuk rumah sakit di saat tugas, yaitu ketika di Taiwan pada tahun 2014. Saat itu saya bahkan harus menjalani operasi."

"Untuk tugas memijat saat turnamen, saya rasa tak terlalu melelahkan. Lebih lelah bila sedang berada di Cipayung dan menjalani masa persiapan karena lebih banyak atlet yang ditangani," kata Ace.

Dalam dunia bulu tangkis, masalah-masalah yang sering dihadapi ada pada pinggang, lutut, dan pergelangan tangan.

“Pinggang, lutut, dan pergelangan tangan adalah bagian-bagian yang sering ‘bermasalah’ dalam diri atlet.”

“Tugas masseur adalah menyiapkan atlet untuk bertanding. Saya pastinya bakal lebih sedih melihat atlet Indonesia kalah WO (walkover) dibandingkan kalah saat bertanding,” ujar Ace.

Bagi Ace Kusmana, tugasnya adalah membuat atlet dalam kondisi siap bertanding di lapangan.Foto: Dok. PBSI
Bagi Ace Kusmana, tugasnya adalah membuat atlet dalam kondisi siap bertanding di lapangan.

Dengan jam terbang selama 22 tahun di PBSI dan telah mengalami beberapa pergantian generasi, Ace tetap bisa beradaptasi dan akrab dengan para pebulu tangkis Indonesia.

"Saya sudah sejak dulu bisa akrab dengan para pemain. Sampai saat ini, para pemain yang pensiun pun masih akrab dengan saya. Dengan para pemain baru pun saya juga bisa akrab dan tak ada masalah meskipun zaman berganti."

"Sejauh saya masih bisa, maka saya akan terus di sini karena seperti yang saya bilang, kerja di sini memiliki nilai ibadah," kata Ace.

Melawan Stigma

Bila Ace sudah puluhan tahun berkiprah sebagai masseur di pelatnas Cipayung, maka tidak demikian halnya dengan Ravina Utari. Tari baru bergabung sebagai masseur pada 2015 lalu.

“Saya adalah lulusan UNJ dan teknik pijat sudah dipelajari sejak kuliah. Pertama kali saya menjadi masseur pada 2012 lalu di ajang Pekan Olahraga Nasional. Setelah itu saya juga menjadi masseur di SEA Games 2013 di Myanmar,” kata Tari bercerita.

"Di tahun 2014, saya sempat jadi guru olahraga sebelum kemudian memantapkan karier sebagai masseur di PPLP Ragunan dan akhirnya bergabung ke Pelatnas Cipayung,” tuturnya menambahkan.

Pertama kali datang ke Pelatnas Cipayung, Tari mengaku sempat canggung saat harus menangani atlet-atlet ternama yang selama ini sudah berprestasi di level dunia.

"Saat pertama saya diminta memijat Nitya (Krishinda), saya grogi dan gugup. Lalu Nitya ternyata ramah dan mengajak saya bercanda."

"Begitu juga saat saya menangani Liliyana Natsir. Tetapi karena mereka semua ramah, maka saya pun tak lagi gugup," tutur Tari.
Masseur pelatnas Cipayung, Ravina Utari jalin kedekatan dengan atlet yang dipijatnya.Foto: (Dok. Pribadi)
Masseur pelatnas Cipayung, Ravina Utari, jalin kedekatan dengan atlet yang dipijatnya.

Dua tahun berselang, Tari pun sudah bisa menjalin keakraban dengan para penghuni pelatnas Cipayung.

"Kedekatan antara masseur dengan atlet sangat penting. Penting untuk adanya rasa percaya dari atlet kepada masseur dalam proses pemijatan."

“Bila atlet sudah merasa cocok dengan saya, maka mereka pun tak ragu lagi untuk meminta tolong,” kata Tari.

Bila Tari sudah berhasil melawan kegugupan untuk menangani bintang-bintang bulu tangkis dunia, maka ada perang lainnya yang tengah dilakukan oleh Tari selama ini.

“Saat saya jadi masseur, banyak yang tak setuju karena profesi ini dianggap tak sesuai dengan status saya sebagai lulusan universitas.”

“Namun saya ingin membuktikan bahwa masseur atlet adalah profesi yang membutuhkan keahlian dan bukan hanya sekadar pijat saya,” ujar Tari penuh keyakinan. (ptr/jun)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER