Jakarta, CNN Indonesia -- Baru satu pertandingan dijalani, namun Craig Shakespeare mendapatkan pujian selangit di tengah performa buruk Leicester City.
Pria 53 tahun itu menjadi
caretaker manajer Leicester setelah Claudio Ranieri dipecat secara mengejutkan pekan lalu. Lewat persiapan singkat dan di tengah tekanan publik--termasuk suporter--Leicester harus menjamu Liverpool, Senin (27/2) malam waktu setempat.
Hasilnya luar biasa. Leicester menang 3-1 dan keluar dari zona degradasi. Kemenangan telak di saat baru menjadi
caretaker manajer selama empat hari setelah Ranieri dipecat itu pun mengangkat nama Shakespeare.
Namun, siapakah Shakespeare?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir
Sportsmail, Shakespeare bukanlah sosok asing di dalam kubu Leicester. Dia adalah tangan kanan Ranieri saat membawa tim itu secara mengejutkan menjadi juara Liga Inggris musim lalu.
Selain itu, Shakespeare adalah sosok yang tak pernah lepas dari jabatan asisten manajer sejak bergabung kembali di Leicester tersebut pada 2011 silam.
 Nigel Pearson (kanan) adalah sosok yang membawa Craig Shakespeare ke Leicester City. (Reuters/Paul Currie) |
Di mata para pemain Leicester, pria yang dibawa Nigel Pearson ke King Power pada 2011 adalah sosok yang hangat dan tajam dalam berdiskusi.
"Saya biasanya seseorang yang tenang dan semoga saja itu akan menular kepada para pemain, namun jika saya perlu untuk memotivasi mereka maka saya cukup mampu untuk itu," tutur Shakespeare sebelum laga Leicester versus Liverpool.
Leicester bukanlah pengalaman pertama Shakespeare menjadi
caretaker manajer. Ia sebelumnya pernah merasakan itu di West Bromwich Albion pada 2006.
Saat itu ia menjadi
caretaker setelah sang manajer Bryan Robson dan Pearson yang jadi asistennya pergi dari West Brom. Hanya satu pertandingan Shakespeare menjadi
caretaker menunggu kedatangan selanjutnya West Brom kala itu, Tony Mowbray.
Pada musim 2008 ketika Pearson menjadi manajer Leicester, Shakespeare direkrutnya sebagai asisten. Keduanya terus bekerja sama termasuk saat Pearson menjadi arsitek Hull dan kembali lagi ke Leicester.
Saat Pearson dipecat dan diganti Ranieri, Shakespeare tetap di tim tersebut dan menjadi tangan kanan sang manajer menjuarai Liga Inggris musim lalu.
Ketika Ranieri dipecat Leicester, Shakespeare secara diplomatis menolak rumor hubungannya dengan juru taktik asal Italia tersebut tidak harmonis.
"Ini membuat frustrasi saya setiap kali hubungan kami ditanyakan. Itu muncul sejak hari pertama [menjadi
caretaker manajer Leicester]," ungkap Shakespeare.
Pria kelahiran Birmingham itu menegaskan sangat nyaman dalam hal hubungan dengan Ranieri.
"Tak ada agenda tersembunyi dari kami. Setiap asisten manajer akan selalu mendukung manajernya," tukas Shakespeare.
Setelah menjadi juara Liga Inggris tahun lalu, Leicester saat ini terpuruk bahkan sempat berada di zona degradasi. Itulah yang kemudian pemilik Leicester memecat Ranieri meski keputusan itu tak popular di mata sebagian besar pendukung dan publik sepak bola Inggris.
Apalagi, pemecatan itu diiringi kabar disokong pemain senior dalam tim. Diakui Shakespeare itu membuat tugasnya sebagai
caretaker menjadi berat.
"Terasa ketegangan di setiap orang dari mulai staf pelatih dan pemain. Dan saya kira ada banyak alasan kenapa itu terjadi," ujar Shakespeare.
Menurut pria yang semasa muda berkarier sebagai pemain gelandang tersebut kepergian N'Golo Kante telah membuat tim menjadi tak seimbang.
"[Kehilangan Kante] itu cukup besar. Dan sejarah akan menulis kami kesulitan di tahun kedua [setelah menjadi juara]," sambung Shakespeare.
Namun, Shakespeare menegaskan dirinya akan memberi yang terbaik apapun situasinya bagi Leicester--baik tetap sebagai
caretaker maupun kembali menjadi staf setelah kedatangan manajer baru.
"Saya ingin memberi pesan yang baik kepada para pemain. Kami harus melakukan yang terbaik untuk membalikkan [kiprah di Liga Inggris]. Saya selalu menjadi orang dengan tipe yang selalu ingin bekerja dengan para pemain," kata Shakespeare.
Itu pula yang diamini penyerang Leicester, Jamie Vardy. Pria yang mencetak dua gol untuk kemenangan 3-1 atas Liverpool itu mengatakan para pemain
The Foxes kini tersulut motivasi untuk membuktikan segala pemberitaan atas timnya salah.
"Sebelum pertandingan kami berbicara dengan Shakes dan dia meminta kepada kami apa yang kami pikir terbaik untuk dilakukan [di lapangan]," ujar Vardy menceritakan situasi di ruang ganti sebelum laga melawan Liverpool.