Jakarta, CNN Indonesia --
Timnas Belgia akan menghadapi
Jepang di babak 16 besar
Piala Dunia 2018, Selasa (3/7) dini hari WIB. Duel ini seperti pertarungan antara generasi emas melawan pasukan bermental Samurai.
Tak ada yang memungkiri bahwa Belgia kini tengah memiliki generasi terbaik. Pasalnya, banyak pemain Belgia yang menjadi pilar utama di sejumlah klub top Eropa.
Ada Eden Hazard dan Thibaut Courtois (Chelsea), Kevin De Bruyne (Manchester City) serta Romelu Lukaku (Manchester United) yang selalu masuk daftar tim utama skuat Belgia. Jan Vertonghen (Tottenham Hotpsur) dan Yannick Carrasco (Atletico Madrid) juga turut ambil bagian di tim inti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sederet pemain pelapis Belgia juga merupakan andalan di klubnya masing-masing. Di antaranya ada Adnan Januzaj (Real Sociedad) dan Vincent Kompany.
 Timnas Belgia punya skuat mewah di Piala Dunia 2018. (REUTERS/Kai Pfaffenbach) |
Khusus untuk Kompany, pemain senior Manchester City ini lebih banyak dicadangkan di fase grup karena baru saja pulih dari cedera. Namun, kepemimpinannya di lapangan tak perlu diragukan.
Skuat 'mewah' Belgia juga sudah membuktikan diri sejak fase grup. Mereka berhasil melumat Panama (3-0) dan Tunisia (5-2) dan menaklukkan Inggris (1-0) untuk mengunci juara Grup G dengan nilai sempurna.
Kemenangan yang diraih Belgia atas Inggris cukup menjadi bukti bahwa pelatih Roberto Martinez punya skuat mewah. Para pemain nomor dua mereka tetap tampil menawan, terlebih penampilan pemain 'buangan' Manchester United, Adnan Januzaj, yang jadi pahlawan kemenangan Belgia di Kaliningrad.
Formasi 3-4-3 andalan Roberto Martinez bermain nyaris sempurna. Kreativitas Eden Hazard dan Kevin De Bruyne menjadi kunci permainan. Terlebih kedua pemain ini piawai melepaskan umpan kunci untuk memanjakan sang ujung tombak: Romelu Lukaku.
 Adnan Januzaj (tengah) juga tampil memukau meski turun dari bangku cadangan. (REUTERS/Marko Djurica) |
Dua dari empat gol yang sudah dilesakkan Lukaku tercipta berkat assist dari Hazard dan De Bruyne. Sementara gol-gol Lukaku lainnya hasil dari assist bek sayap Thomas Meunier dan Dries Mertens. Hal ini menunjukkan Belgia punya kolektivitas tim yang solid.
Bekal penampilan cemerlang di babak penyisihan grup jadi modal positif Belgia untuk menatap babak 16 besar dengan percaya diri. Apalagi di atas kertas mereka pantas diunggulkan menang lawan satu-satunya wakil Asia, Jepang.
Jiwa SamuraiKomposisi pemain Jepang memang tak sebanding dengan Belgia. Namun, Shinji Kagawa dan kawan-kawan tak boleh dipandang sebelah mata. Mereka punya jiwa petarung layaknya Samurai atau prajurit elite abad pertengahan di Negeri Sakura yang dikenal pantang menyerah.
Kemenangan 2-1 atas Kolombia dan imbang 2-2 lawan Senegal menjadi bukti bahwa Jepang bisa meladeni dua negara yang cukup diperhitungkan di ajang empat tahunan ini.
 Timnas Jepang punya mentalitas Samurai. (REUTERS/Marcos Brindicci) |
Namun, prestasi Jepang sedikit tercoreng dengan hasil negatif di laga terakhir fase Grup H dari Polandia. Skuat arahan Akira Nishino kalah 0-1 dari Polandia dan memilih untuk bermain aman.
Jepang tak melancarkan serangan dengan gencar setelah tertinggal 0-1 dari Polandia. Strategi itu dilakukan Jepang setelah mendengar kabar Senegal tertinggal 0-1 dari Kolombia di laga penentu.
Pilihan strategi tersebut memang membuat Jepang akhirnya lolos fase grup sebagai runner up. Namun, karakter Samurai yang melekat dalam diri mereka seakan luntur karena tak berjuang untuk melepaskan diri dari kekalahan.
Keajaiban KecilTerlepas dari strategi main aman di laga terakhir, Jepang saat ini dihubung-hubungkan dengan episode 'Keajaiban Miami' di Olimpiade 1996. Kala itu, Timnas Jepang U-23 yang diasuh Nishino mampu mengalahkan Brasil 1-0.
Saat itu Selecao U-23 diperkuat sejumlah pemain muda yang akhirnya jadi legenda seperti Roberto Carlos, Rivaldo, dan Ronaldo Luis Nazario. Sayangnya Jepang malah kalah beruntun dari Nigeria dan Hungaria dan gagal melaju ke fase gugur.
 Akira Nishino pernah mengantar Timnas Jepang U-23 kalahkan Brasil di Olimpiade 1996. (REUTERS/Max Rossi) |
Kemenangan atas Brasil di Olimpiade 1996 dikenal publik Jepang sebagai "Keajaiban di Miami". Jepang memang total bermain bertahan hingga membuat Selecao muda frustrasi.
Sementara kemenangan 2-1 atas Kolombia disebut-sebut sebagai 'Kejaiban di Mordovia'. Bedanya Jepang kali ini tidak bermain bertahan dan lebih berani mengambil inisiatif menyerang sejak awal laga melalui skenario serangan balik.
Kemenangan di laga perdana itulah yang jadi pemantik moral Jepang di laga selanjutnya. Mereka berhasil menahan imbang Senegal 2-2 dengan permainan terbuka 11 vs 11. Meski kalah di laga terakhir dari Polandia, namun Jepang masih bisa menciptakan keajaiban kecil berikutnya saat menghadapi tim bertabur bintang seperti Belgia pada babak 16 besar yang akan dihelat di Rostov Arena, Selasa (3/7) dini hari WIB.
(sry)