Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim bulutangkis
Indonesia pergi ke Nanning dan mereka belum cukup menawan untuk menggoda
Piala Sudirman agar mau kembali ke Tanah Air.
Sejak sebelum keberangkatan, PBSI memasang target bisa lolos ke semifinal untuk Piala Sudirman 2019. Acuannya adalah ukuran unggulan 3/4 yang ditempati Indonesia dan hasil buruk tak lolos penyisihan grup dua tahun sebelumnya.
Di balik target semifinal, ada ambisi dan harapan untuk menapak tangga yang lebih tinggi di kesempatan kali ini. Indonesia punya kekuatan yang cukup baik, merata, meski tidak dalam level sangat mempesona seperti halnya Jepang dan China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia punya barisan ganda putra yang mentereng lewat kehadiran Kevin Sanjaya/Marcus Gideon, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Di nomor tunggal putra ada Anthony Ginting dan Jonatan Christie yang punya rekor sering menyulitkan dan membuat kejutan. Tambahan lagi, mereka berdua berprestasi di Asian Games 2018.
Pada nomor ganda putri ada Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang merupakan ganda putri papan atas dunia. Di nomor ganda campuran, Indonesia memiliki Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria yang terus merangsek di sepuluh besar. Sedangkan pada nomor tunggal putri, Indonesia punya Gregoria Mariska yang pernah menyandang status juara dunia junior.
 Skuat Indonesia di Piala Sudirman 2019 sudah cukup baik, tidak seperti edisi-edisi sebelumnya. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar) |
Level kekuatan Indonesia tidak separah tahun-tahun sebelumnya, terutama di nomor tunggal. Namun level kekuatan itu juga belum cukup menggoda Piala Sudirman untuk menengok ke arah Indonesia.
Pada tahun ini China dan Jepang datang dengan kekuatan yang lebih merata dan lebih dalam. Mereka punya lebih banyak jajaran pemain papan atas di lima nomor yang ada. Sementara itu Indonesia, hanya nomor ganda putra dan ganda putri yang terbilang sukses masuk lima besar.
China dan Jepang mempertontonkan keunggulan sebuah tim yang punya banyak pemain andalan. China dan Jepang bahkan nyaris memiliki dua wakil di papan atas pada lima nomor yang dipertandingkan.
Menilik situasi yang ada jelang Piala Sudirman 2019, maka target semifinal adalah sebuah hal yang realistis. Namun jika menarik mundur ke belakang, harus diakui perkembangan pemain-pemain Indonesia kalah cepat dari China dan Jepang dalam beberapa tahun terakhir.
Harus diingat bahwa para pemain yang menyumbang poin untuk kemenangan China, yaitu Shi Yuqi (1996), Li Junhui/Liu Yuchen (1995), Chen Yufei (1998) bisa dibilang merupakan pemain-pemain yang ada di generasi yang sama dengan bintang-bintang Indonesia macam Jonatan Christie, Anthony Ginting, Kevin Sanjaya, dan Gregoria Mariska.
Tim China yang juara Piala Sudirman kali ini, plus Jepang yang berstatus runner up, bakal punya tim dengan komposisi yang tak jauh berbeda di edisi-edisi turnamen beregu mendatang. Mereka-mereka yang bakal dihadapi Ginting dan kawan-kawan, baik di turnamen individu maupun turnamen beregu.
Sementara itu untuk dua tahun ke depan, Indonesia kemungkinan besar tak akan lagi bisa diperkuat Hendra Setiawan dan Greysia Polii. Hendra dan Greysia masih ambil bagian penting di Piala Sudirman kali ini dan kemungkinan besar bakal membidik Olimpiade 2020 menjadi ajang besar terakhir untuk mereka.
 Kekuatan tim Jepang dan Cina jauh lebih merata di Piala Sudirman 2019. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar) |
Bila ingin jadi juara Piala Sudirman, Indonesia tak bisa semata mengandalkan kejutan. Sejak 2005, China selalu merebut trofi Piala Sudirman [kecuali 2017] karena mereka punya kekuatan tak terbantahkan di lima nomor yang ada.
Peristiwa kejutan macam kemenangan Korea Selatan di edisi 2017 tak mungkin bisa terjadi di tiap edisi.
Sebagai gambaran, ketika Indonesia punya skuat bertabur bintang di lima nomor pada edisi 90-an saja, Indonesia sering tersandung di partai puncak turnamen.
Kini sejak jadi runner up di edisi 2007, Indonesia tak lagi mampu menembus partai puncak pada enam kesempatan berikutnya. Sebuah pertanda, bahwa kekuatan Indonesia memang tengah timpang dalam periode tersebut.
Untuk bisa jadi tim yang menawan untuk menggoda kedatangan Piala Sudirman, kekuatan tiap lini mutlak harus ditingkatkan.
Ginting dan Jonatan diadang tugas untuk tampil konsisten dalam menciptakan ledakan dan kejutan. Mereka harus bisa mengubah kemenangan atas pemain papan atas sebagai sebuah kebiasaan dan bukan lagi hal mengejutkan.
Gregoria Mariska di tunggal putri harus yakin bahwa ia memiliki teknik bermain yang apik, namun belum ditunjang dengan kengototan dan fisik yang baik.
Praveen/Melati dan Gloria/Hafiz harus bisa selekasnya memberikan jawaban tegas bahwa nomor ganda campuran selepas tak ada lagi nama Liliyana Natsir tetaplah menakutkan bagi negara-negara lain.
Sedangkan Kevin/Marcus harus mempertahankan konsistensi dan Fajar/Rian harus terus meningkatkan level agar bisa bertahan di persaingan papan atas ganda putra yang baru saja mereka masuki.
Dua tahun ke depan adalah masa pembuktian. Jika pemain-pemain Indonesia bisa tampil lebih di kejuaraan individu, maka ada lebih besar harapan merayu dan menggoda Piala Sudirman, yang tidak pernah pulang ke Indonesia sejak 1989.
(har)