Jakarta, CNN Indonesia --
Lionel Messi menjalani awal yang buruk di
Copa America 2019.
Timnas Argentina yang dibelanya dikecundangi Kolombia 0-2 pada laga perdana Grup B, di Stadion Fonte Nova, Minggu (16/6) pagi WIB.
Petaka La Albiceleste terjadi di babak kedua. Skuat besutan Lionel Scaloni kebobolan dua gol dari Roger Martinez di menit ke-71 dan Duvan Zapata (86).
Kekalahan itu membuat jalan Argentina lolos dari fase grup menjadi lebih terjal. Padahal, banyak yang menjagokan Tim Tango memenangi laga perdana sebagai favorit juara grup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Argentina juga cukup menyeramkan di lini depan. Messi didampingi striker asal Manchester City, Sergio Aguero, sebagai duet bomber La Albiceleste.
Ada pula nama pemain sayap yang cukup ditakuti para bek lawan, Angel Di Maria. Pemain Paris Saint-Germain itu masih memiliki kecepatan, umpan akurat, dan insting gol tinggi.
Yang menarik sejumlah pemain Argentina mencoba mendedikasikan permainan terbaik mereka untuk sang kapten: Messi.
Sebut saja Aguero. Striker 31 tahun itu berjanji akan mengakhiri penderitaan Messi dengan berusaha sekuat tenaga mengantarkan Argentina juara Copa America.
"Saya lebih cemas untuk jadi juara demi Messi dibandingkan untuk saya. Semoga suatu hari ini akan terjadi," ujar Aguero seperti dikutip dari
The Independent.
"Ini mimpinya [Messi] dan mimpi semua orang. Saya menempatkan diri saya di posisinya dan saya akan melakukan yang terbaik agar dirinya mengangkat trofi Copa America."
 Lionel Messi tertunduk kecewa saat Argentina kalah 0-2 dari Kolombia. (REUTERS/Luisa Gonzalez) |
Tak dipungkiri Cristiano Ronaldo masih menjadi momok bagi Messi. Pencapaian Messi selalu dibandingkan dengan penyerang Juventus tersebut.
Terlebih, dua pemain top dunia itu masih dikaitkan dengan perburuan penghargaan pemain terbaik Ballon d'Or. Dua pemain itu selalu bersaing ketat berebut penghargaan tersebut. Mereka sama-sama sudah mengoleksi lima penghargaan.
Di sisi lain koleksi trofi Ronaldo masih lebih baik dibandingkan Messi di tim nasional. CR7 pernah membawa Portugal juara Piala Eropa 2016. Ia bahkan ikut mengantarkan Seleccao Das Quinas meraih trofi edisi perdana UEFA Nations League dengan mengalahkan Belanda 1-0 di final.
Bandingkan dengan Messi, ia belum pernah sekali pun membawa Argentina meraih trofi bergengsi. Kenyataan itu menjadi semakin berat bagi Messi karena trofi Copa America menjadi syarat baginya untuk meraih Ballon d'Or.
Kenyataan di lapangan rupanya tak semua pemain benar-benar berupaya mewujudkan impian Messi untuk meraih gelar juara Copa America.
 Lionel Messi melepaskan empat kali tembakan ke gawang Kolombia. (REUTERS/Rodolfo Buhrer) |
Kekalahan Argentina dari Kolombia 0-2 jadi salah satu indikasi tersebut. Secara keseluruhan, Tim Tango masih bermasalah dalam hal keseimbangan di depan dan belakang.
Sebanyak dua gol Kolombia menyingkap kelemahan Argentina yang paling mendasar, yakni transisi negatif atau dari menyerang ke bertahan. La Albiceleste kebobolan melalui skema serangan balik Los Cafeteros.
Tim arahan Carlos Queiroz dengan jeli melihat salah satu kelemahan Argentina di sisi kanan pertahanan. Sebanyak dua gol kebobolan Tim Tango berawal dari kesalahan bek kanan mereka, Renzo Saravia.
Gol Martinez assist dari James Rodriguez terjadi bermula dari kesalahan Saravia menutup ruang tembak pemain 24 tahun tersebut. Pun dengan gol kedua yang terjadi berawal dari kesalahan pemain Racing Club Argentina.
Saravia gagal menutup pergerakan Jefferson Lerma di sisi kanan pertahanan Argentina. Gelandang AFC Bournemouth tersebut leluasa melepas umpan datar ke dalam kotak penalti dan disambut Zapata menjadi gol.
Unggul penguasaan bola, Argentina harus menerima kenyataan pahit dipermalukan Kolombia di laga perdana.
Padahal Kolombia hanya melepaskan delapan kali tembakan. Statistik itu berbeda jauh dari Argentina yang melepaskan 18 kali tembakan.
Messi sendiri menciptakan empat tembakan dan dua di antaranya tepat sasaran namun tak berbuah gol.
Scaloni mencoba memasang Messi dan Aguero sebagai striker dengan skema 4-4-2. Dengan formasi itu, Argentina kerap bermain dengan strategi
direct football atau umpan-umpan langsung ke pertahanan lawan. Tetapi cara tersebut tidak berjalan efektif.
 Kekeliruan Lionel Scaloni menyusun strategi justru menjadikan Messi sebagai beban di timnas Argentina. (REUTERS/Edgard Garrido) |
Pasalnya, permainan itu bukan menjadi kebiasaan yang dimainkan Messi di Barcelona dengan build up play atau bermain bola-bola pendek menyusun serangan dari belakang ke depan.
Scaloni tampaknya ingin mencari alternatif agar Messi tak mudah dimatikan. Caranya dengan menempatkan La Pulga lebih di depan dan penguasaan bola tak lagi terlalu berpusat kepadanya.
Dengan menempatkan Messi di depan berduet dengan Aguero, pelatih 41 tahun itu berharap peluang Argentina mencetak gol semakib besar. Namun, bola masih tetap berpusat kepada La Pulga lantaran karakternya sebagai kreator serangan yang terbiasa mengontrol 'lalu-lintas' serangan.
Alhasil Di Maria tak mampu membuat pengaruh besar di sisi kiri karena bola jarang mengalir kepadanya. Permainan Argentina pun jadi terkesan serba tanggung dalam menyerang. Tengok saja penguasaan bola Argentina berdasarkan statistik dari
Whoscored hanya 53,2 persen banding 46,8 persen.
Lagi-lagi dengan pendekatan sang pelatih yang tidak tepat, justru menjadikan posisi Messi sebagai beban bagi skuatnya. Argentina kehilangan keseimbangan sehingga begitu mudahnya kebobolan dari dua kali serangan balik.
Kenyataan ini pula yang menjadi perbedaan nyata antara Ronaldo dan Messi dalam peran mereka di timnas masing-masing.
 Cristiano Ronaldo memanggul trofi UEFA Nations League. (Action Images via Reuters/Carl Recine) |
Secara taktik, Ronaldo tak banyak mengambil peran hal penguasaan bola. Namun, ia mengambil lebih banyak kontribusi untuk urusan melahirkan peluang melalui sejumlah percobaan.
Sang kapten Portugal itu secara mental mampu menjadi perekat timnya di semua sisi. Dengan begitu, rekan-rekan setimnya di lapangan mampu memberikan sokongan dan permainan Seleccao Das Quinas lebih sederhana serta solid.
Sebaliknya, Messi biasa menjadi tumpuan dalam penguasaan bola baik di Argentina, sama halnya seperti di Barcelona. Namun, ia kerap kurang mendapat dukungan dari rekan setim di La Albiceleste sehingga terkesan bermain sendiri. Kenyataan itu yang membuat tim-tim lawan lebih mudah mengisolasi Messi.
Secara mental, Messi tak seperti Ronaldo yang menjadi motivator rekan-rekannya di lapangan di saat-saat genting. Keruan saja, The Messiah atau sang penolong justru kesulitan menolong Argentina meraih trofi Copa America.
(har)