Jakarta, CNN Indonesia -- Kabid Binpres PP
PBSI Susy Susanti mengaku tidak mau menerima kenyataan bahwa tunggal putri Indonesia belum bisa berprestasi karena ia yakin sektor tersebut punya potensi.
Susy mengungkapkan tunggal putri Indonesia masih berjuang mengejar ketertinggalan prestasinya dibanding sektor lain. Kehadiran Rionny Mainaky sebagai Kepala Pelatih Tunggal Putri merupakan langkah terkini PBSI yang diharapkan dapat membawa perubahan pada peningkatan kualitas tunggal putri Indonesia.
"Saat ini tunggal putri yang harus ekstra kerja keras, makanya kenapa saya bawel ngomong terus, bukan menganakemaskan tunggal putri, tapi saya mau memacu semangat mereka," ucap Susy dilansir dari rilis resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susy mengaku tidak terima jika selama ini Gregoria Mariska Tunjung belum bisa berprestasi karena juara Olimpiade 1992 itu yakin Gregoria punya potensi bagus.
 Susy Susanti yakin tunggal putra seharusnya bisa berprestasi. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman) |
"Saya bilang 'saya nggak terima, lho. Kita tuh bisa, bukannya nggak bisa, walaupun cuma satu orang, tapi bisa'. Bagaimana caranya menemukan yang satu orang ini," imbuhnya.
Menurut Susy, Gregoria sebenarnya menjadi tonggak harapan tunggal putri Indonesia, walaupun penampilannya dianggap masih naik-turun dan belum stabil. Untuk bisa lebih berprestasi, Gregoria diminta Susy untuk lebih menjaga badannya serta disiplin terhadap diri sendiri.
Selain Gregoria, Susy mengungkapkan ada beberapa pemain tunggal putri lain yang sudah memiliki persiapan bagus di latihan. Namun saat bertanding mereka tidak bisa mengeluarkan kemampuannya dengan baik, terutama kurang memiliki daya juang di lapangan.
"Di lapangan itu harus kejar bola ke manapun, mungkin ini sepertinya sepele, tapi kan kebiasaan. Mungkin sudah terbiasa 'ya sudah lah'. Enggak bisa kayak gitu kan, makanya
mindset-nya harus diubah, sikapnya diubah," ujar Susy.
Proses perbaikan di tunggal putri disebut Susy baru mencapai 20-30 persen. Salah satu penyebabnya karena kurangnya materi pemain putri.
"Sambil kita cari, kalau yang atas nggak bisa, ya cari di yang bawahnya. Tapi kan tidak bisa instan, butuh proses. Kami berusaha kerja keras, sampai berpikir terus, bagaimana caranya."
"Cari pemain yang petarung, bukan yang 'ya sudah lah'. Menang kalah nggak ada urusan, itu belakangan. Bagaimana dia berani dulu, ngelawan," kata Susy.
(ttf/ptr)