Jelang KLB PSSI: Miskin Prestasi, Ramai Masalah

CNN Indonesia
Jumat, 26 Jul 2019 10:35 WIB
Beragam masalah menerpa PSSI sejak Edy Rahmayadi terpilih sebagai ketua umum periode 2016-2020 dalam Kongres PSSI di Hotel Mercure, 10 November 2016.
Beragam masalah menerpa PSSI di era Edy Rahmayadi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Beragam masalah menerpa PSSI sejak Edy Rahmayadi terpilih sebagai ketua umum periode 2016-2020 dalam Kongres PSSI di Hotel Mercure, 10 November 2016.

Edy terpilih sebagai ketua umum setelah mengantongi 76 suara dari perwakilan Asosiasi Provinsi (Asprov). Ia berhasil mengalahkan kandidat lain, mantan Pangliman TNI Moeldoko yang mengantongi 23 suara.

Selain keduanya, terdapat pula nama Kurniawan Dwi Yulianto, Eddy Rumpoko, dan Sarman yang juga masuk dalam bursa calon ketum PSSI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kehadiran Edy yang menggantikan posisi La Nyalla Mattalitti tak serta-merta memberikan perubahan di dalam tubuh federasi. Berbagai persoalan kerap muncul di kompetisi termasuk regulasi Liga 2.

Setahun usai menempati posisi ketum atau Desember 2017, Edy diketahui maju pada pemilihan gubernur Sumatera Utara 2018. Saat itu, pria berpangkat Letnan Jenderal mengaku dapat dukungan dari Hanura, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.

Jelang KLB PSSI: Miskin Prestasi, Ramai MasalahEdy Rahmayadi saat terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Pada awal 2018, Edy mendeklarasikan diri maju sebagai calon Gubernur Sumut bersama pasangannya, Musa Rajekshah. Tak lama berselang, ia memutuskan cuti dari tugasnya sebagai ketum PSSI yang efektif berlaku dari 12 Februari hingga akhir Juni 2018.

Edy kemudian berhasil menduduki kursi Sumatera Utara satu dengan meraih 57,67 suara sesuai hasil Pemilukada pada 27 Juni 2018. Edy-Musa mengalahkan pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus.

Desakan agar Edy mundur dari jabatannya pun menggema usai pria kelahiran 10 Maret 1961 itu resmi terpilih sebagai Gubernur Sumut periode 2018-2023.

Tagar EdyOut muncul di sosial media karena pria berusia 58 itu makin sibuk dengan tugas-tugasnya sebagai orang nomor satu di Sumut. Tuntutan untuk Edy meletakkan jabatannya sebagai ketum PSSI makin menggema setelah peristiwa tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirla, September 2018.

Haringga tewas setelah dikeroyok suporter tuan rumah saat laga Persib Bandung melawan Persija Jakarta di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Gedebage.

Tragedi tewasnya suporter itu diikuti kegagalan timnas Indonesia berprestasi di Piala AFF 2018. Langkah tim Merah Putih terhenti di penyisihan grup.

Tak lama berselang, kasus pengaturan skor di sepak bola Indonesia mencuat ke permukaan. Beragam persoalan tersebut membuat posisi Edy yang jarang muncul di PSSI karena sibuk dengan tugasnya sebagai kepala daerah makin goyah. Puncaknya Edy memutuskan mundur dari kursi ketum PSSI saat Kongres PSSI di Bali, 20 Januari lalu.

"Selama 32 tahun saya jalani suatu organisasi, organisasi PSSI ini yang paling berat saya alami. Jadi siapa pun yang jadi ketua PSSI ini, itulah yang masuk surga insyaAllah," ujar Edy dalam pidatonya.

"Karena saya rasakan begitu berat [mengurus PSSI]. Untuk itu sampaikan seluruh rakyat Indonesia, PSSI milik seluruh rakyat Indonesia yang diwakilkan [orang-orang] di ruangan ini. Saya mohon maaf, amanat yang diberikan rakyat, saya tak mampu melakukan ini," sambungnya.

Mundurnya Edy membuat tongkat estafet ketum PSSI beralih ke Joko Driyono. Namun kepergian Edy tidak lantas membuat seluruh masalah PSSI selesai begitu saja.

Pusaran kasus pengaturan skor yang diusut Satgas Anti Mafia Bola bentukan Polri malah semakin besar. Lima belas orang ditetapkan sebagai tersangka karena permainan kotor tersebut.

Jelang KLB PSSI: Miskin Prestasi, Ramai Masalah
Dari 15 orang tersebut, lima di antaranya berada dalam lingkup PSSI yaitu Hidayat, Johar Ling Eng (Exco PSSI), Dwi Irianto (anggota Komisi Disiplin PSSI), dan Mansur Lestalaluhu (Anggota Komite Wasit PSSI). Bahkan mantan Pelaksana Tugas Ketum PSSI, Joko Driyono, ikut tersangkut persoalan ini.

Jokdri tidak terlibat pengaturan skor namun dianggap sengaja menghilangkan barang bukti pengaturan skor. Ia pun sudah divonis 1,5 tahun penjara.

Selain kasus pengaturan skor, pergantian posisi Plt ketum PSSI juga menyita perhatian. Jokdri sempat mengamanatkan tugas sebagai Pelaksana Tugas Harian Ketum kepada Gusti Randa yang notabene anggota Exco PSSI.

Namun posisi itu kemudian ditempati oleh Iwan Budianto sesuai hasil rapat Exco PSSI, 28 Maret lalu. (jal/bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER