Jakarta, CNN Indonesia -- "Anak
The Jak, asyik-asyik. Atraksinya makin apik.
Persija main cantik dipimpin kapten Jabrik, sudah pasti yang terbaik..."
Yel-yel The Jakmania ini selalu membekas dalam ingatan saya. Setiap mereka nyanyi lagu ini, bulu kuduk saya selalu merinding. Semangat bertanding pun jadi berlipat ganda.
Ibaratnya, jangankan kejar bola di depan mata. Bola keluar lapangan pun saya kejar-kejar kalau sudah mendengar lagu ini dinyanyikan suporter di stadion!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak semua pemain dibikin lagu khusus oleh suporter. Dan, saya jadi salah satu pemain yang beruntung mendapat penghormatan dari pendukung Persija saat itu. Percayalah, momen ini tak akan pernah saya lupa.
Karena bermain untuk Persija Jakarta adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya. Apalagi di zaman itu sudah jarang pemain asli Jakarta yang bisa masuk tim inti di klub Ibu Kota.
 Nuralim juga menjadi langganan di Timnas Indonesia. (REUTERS) |
Saya sendiri tidak langsung dilirik Persija. Bekasi Putra adalah klub pertama yang menggembleng saya hingga masuk Persipasi Bekasi. Di sana, saya belajar banyak dari pemain senior seperti Warta Kusuma dan Maman Suryaman hingga dipinang Bandung Raya pada 1994.
Karier saya pun semakin menanjak hingga berhasil menjuarai Liga Indonesia 1996 bersama Bandung Raya sekaligus menyandang pemain terbaik. Padahal saat itu klub ini dihuni sederet pemain top termasuk Peri Sandria, Dejan Gluscevic, dan Olinga Atangana.
[Gambas:Video CNN]Setelah juara bersama Bandung Raya, takdir membawa saya ke klub idola sejak kecil: Persija Jakarta! Di sinilah petualangan indah saya dimulai.
Persija adalah rumah saya sesungguhnya. Di sini saya mencoba bermain lebih total dan merasakan kehangatan dengan suporter. Nyaris tak ada sekat dengan The Jak yang saat itu masih sedikit jumlahnya.
 Nuralim pernah mencicipi juara Liga Indonesia bersama Bandung Raya dan Persija. (CNN Indonesia/Artho Viando) |
Stadion Lebak Bulus yang sekarang sudah digusur, menjadi saksi sejarah perjuangan kami untuk mengembalikan kejayaan Macan Kemayoran. Dukungan suporter mulai ramai setiap tahun dan menjadi pelecut motivasi untuk meraih prestasi.
Tapi, usaha mengembalikan kejayaan Persija tak semudah membalikkan telapak tangan. Meski sudah mendatangkan banyak pemain bintang gelar juara Liga Indonesia baru mampu kami raih pada 2001.
Kenangan Manis 2001Liga Indonesia 2001 jadi momen terindah saya sebagai pemain Persija bersama Budiman Yunus, Anang Maruf, Luciano Leandro, Imran Nahumarury, Bambang Pamungkas, dan pemain lain yang tak bisa saya sebutkan satu per satu.
Trofi juara bisa kami raih berkat kerja keras seluruh tim. Termasuk pemain, pelatih, manajemen, tukang pijat, sampai anak gawang. Kami sudah seperti keluarga.
 Nur Alim punya kenangan manis bersama Persija di tahun 2001. (CNN Indonesia/Artho Viando) |
Pemain senior dan junior juga tidak berjarak. Sebisa mungkin saya dan teman-teman yang senior merangkul pemain muda agar lebih percaya diri di lapangan.
Kendati punya rumah di Bekasi, saya sengaja tinggal di mes bersama pemain lain demi menjaga harmonisasi tim. Beda dengan sekarang di mana pemain bintang tinggal di rumah masing-masing dan pemain asing di apartemen.
Tidak salah memang jika pemain asal Jakarta tidak tinggal di mes. Tiap zaman memang tak bisa disamakan. Tapi, dengan ikut tinggal di mes, saya bisa ikut mengawasi pergaulan pemain muda agar tidak kelewat bandel.
Maklum, di Jakarta memang banyak sekali godaan. Jujur, saya juga banyak dihadapkan godaan. Tapi, beruntung selalu bisa "ngerem" dan buktinya pernikahan saya awet sampai sekarang. Hehehe...
Hubungan kekeluargaan itulah yang membawa Persija juara pada 2001. Ini merupakan gelar yang kami tunggu-tunggu karena beberapa musim sebelumnya selalu terpeleset di akhir.
Saya ingat betul momen besar yang kami raih pada 7 Oktober 2001. Kami menjalani laga final yang mendebarkan melawan PSM Makassar di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta.
 Nuralim sempat menjabat kapten Timnas Indonesia. (AFP PHOTO / AMIN) |
Pada saat itu anak-anak main seperti "orang kesurupan" sejak menit awal. Imran lebih dulu cetak gol saat laga berusia tiga menit disusul dua gol dari Bambang untuk membuat Persija unggul 3-0. Tapi, ternyata perjuangan kami belum selesai sampai di situ.
PSM yang dihuni para pemain timnas, juga punya mental kuat dan nyaris menggagalkan kemenangan kami. Mereka memperkecil kedudukan menjadi 2-3 lewat gol-gol Miro Baldo Bento (65') dan Kurniawan Dwi Yulianto (80').
Pertandingan berlangsung mendebarkan di menit-menit akhir namun kami berhasil mempertahankan keunggulan 2-3 dan berhak mengangkat trofi juara. Hampir semua pemain menangis haru, termasuk saya.
Mimpi terbesar dalam hidup saya terwujud. Jadi pemain Persija dan membawa klub ini juara serta membawa kebahagiaan bagi banyak orang dalam hal ini The Jakmania. Sebuah momen berharga yang tak bisa dibayar dengan apapun.
Setahun berselang saya memutuskan hengkang dari Persija dan mencoba peruntungan di beberapa klub daerah hingga memutuskan gantung sepatu di tahun 2011. Belakangan, saya bekerja di Pemkot Bekasi dan pernah menjadi asisten pelatih Persipasi Bekasi.
Saat ini saya bisa dibilang sebagai penghubung Persija dan Pemkot Bekasi terkait perizinan penggunaan Stadion Patriot. Bisa dibilang, saya jadi bagian dari panitia pelaksana pertandingan Persija.
Tidak masalah jadi apa saja di Persija, klub yang saya cintai. Asal bisa dilibatkan saja saya sudah cukup senang. Sekalian mencuri ilmu kepelatihan dari setiap pelatih yang datang silih berganti.
Saya tidak akan mengelak bila suatu saat nanti takdir membawa saya menjadi pelatih. Saat ini saya sudah mengantongi lisensi B AFC dan berniat untuk menuntaskan A AFC supaya benar-benar siap melatih seandainya peluang itu datang.
Palang ParkirSelain itu, saya juga mengembangkan berbagai bisnis usaha di luar sepak bola. Salah satu yang saya tekuni saat ini adalah perusahaan parkir otomatis.
Meski terlihat 'receh' tapi bisnis parkir otomatis ini cukup menjanjikan. Setidaknya penghasilannya bisa dibagi-bagi ke keluarga dan beberapa karyawan saya. Yang penting kita jalani pelan-pelan dengan ikhlas, Insya Allah membawa berkat juga buat banyak orang.
 Nuralim terkenal sangar di lapangan tapi ramah di luar lapangan. (CNN Indonesia/Artho Viando) |
Tapi, saya akui segala kesuksesan usaha kecil-kecilan yang saya bangun tidak lepas dari popularitas sebagai mantan pemain Persija dan Timnas Indonesia. Latar belakang sebagai pesepakbola legendaris ternyata bisa membuka pintu-pintu lain.
Saya percaya, semua kelancaran terjadi berkat rekam jejak baik kita di masa lalu. Mungkin orang tidak mau kerja sama dengan saya kalau punya dosa-dosa di masa lalu.
Makanya saya selalu berpesan kepada pemain muda: manfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Jangan pernah sombong jika sudah menjadi pemain terkenal.
Menjaga hubungan baik dengan semua orang sangat penting. Misalnya, jangan langsung menolak sponsor meski bayarannya kecil. Karena suatu hari nanti mereka bisa saja membantu kita.
Misalnya usaha parkir yang saya geluti. Investor dengan senang hati bekerja sama karena saya mengutamakan kejujuran dan mungkin dianggap asyik juga diajak ngobrol ngalor-ngidul. Hehehe...
 Mimpi Nur Alim menyaksikan anaknya berprofesi jadi pesepakbola tak kesampaian. (REUTERS) |
Meski telah merasakan banyak kesuksesan dalam kehidupan, ada mimpi saya yang tak kesampaian. Yaitu, melihat putra saya menjadi pesepakbola profesional.
Sebenarnya dia punya bakat sepak bola. Tapi, sayang tak bisa lepas dari bayang-bayang nama besar bapaknya. Dia selalu terbebani jika dibanding-bandingkan dengan saya.
Bahkan, dia tak suka kalau saya hadir di lapangan ketika dia bertanding. Padahal menurut saya dia layak bermain di tim Liga 2 sebagai awal karier sekaligus menempa mental.
Tapi, anak saya memilih fokus menyelesaikan kuliah. Dia juga sepertinya tidak tertarik lagi mengejar mimpi sebagai pemain sepak bola. Tapi, yang penting dia bahagia dan berjalan di atas pilihannya sendiri.