Jakarta, CNN Indonesia -- Tepat setahun yang lalu,
Liliyana Natsir resmi memutuskan pensiun dari dunia bulutangkis yang membesarkan namanya. Meski pensiun, wanita yang akrab disapa Butet itu ternyata tak benar-benar lepas dari bulutangkis.
Sesekali ia masih suka bermain bulutangkis bersama teman-temannya, walau bukan di turnamen. Ia juga masih suka memberikan saran dan masukan buat para juniornya di pelatnas bulutangkis Cipayung.
Belakangan, Liliyana mengaku dibilang sombong oleh para juniornya karena jarang pulang ke Cipayung. Maklum, sosok yang pernah mempersembahkan medali emas Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil bersama Tontowi Ahmad itu tengah sibuk mengurus bisnis yang saat ini menjadi kesibukannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana kesehariannya pasca pensiun? Bagaimana tanggapannya atas Apriyani Rahayu yang saat ini mendampingi Tontowi di ganda campuran?
Berikut wawancara khusus
CNNIndonesia.com bersama sang legenda, Liliyana Natsir, di sela-sela ajang
Indonesia Masters 2020:
Bagaimana Anda menghabiskan waktu selama setahun pascapensiun? Sudah setahun ya? Tak terasa juga. Sudah Indonesia Masters lagi.
Sejauh ini, satu tahun ini saya bisa. Awalnya ada rasa takut. Ada rasa kayak biasa di zona nyaman dari kecil. Bukan saya saja, semua orang saya rasa sama merasakan khawatir. Itu yang saya rasakan ketika saya memutuskan berhenti.
 Tontowi/Liliyana saat merayakan raihan medali emas Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro. (CNNIndonesia/Putra Tegar) |
Seiring berjalannya waktu, saya menjalaninya ternyata ya ada plus-minus. Plusnya karena bebannya sudah tidak ada. Rutinitas saya tidak terkekang oleh batasan-batasan. Kalau di pelatnas kan ada batasan-batasan; waktu, makan, istirahat. Kalau sekarang lebih bebas.
Tapi di satu sisi beda ya pendapatannya. Namanya pemain, peringkat top dunia. Tapi ya semua atlet akan merasakan hal yang sama. Tidak mungkin akan ada di zona itu terus, dalam arti bakal dapat uang, enak. Yang penting saya sudah mempersiapkan itu sebelum pensiun.
Setelah pensiun, apa yang paling buat Anda kangen? Kebersamaan dengan teman-teman. Rutinitas di lapangan, ketemu teman, ngobrol-ngobrol, ketemu pelatih. kebersamaan dengan tim dokter, pelatih fisik. Itu yang saya rindukan karena setiap hari biasanya bertemu mereka. Karena banyak bercanda. Masa-masa itu yang saya kangenin.
Saya sudah lama banget tidak ke Cipayung. Sudah dibilang sombong sama anak-anak pelatnas, sama Greysia dan kawan-kawan. Ya cuma karena sekarang, setelah berhenti banyak kesibukannya, mengobrol kerjaan juga. Sekarang saya juga lagi bangun rumah untuk tinggal. Ya lumayan padat jadi belum bisa mampir ke Cipayung.
Apa rasanya masih dikenal walau sudah pensiun? Bersyukur ketika masih bermain banyak fan dan ketika tidak bermain pun masih banyak. Biasanya ketika berhenti bermain kan ya sudah. Tapi fan Indonesia tetap fanatik. Mungkin ibaratnya masih ingat dengan prestasi-prestasi yang saya buat.
Apa yang mengobati rindu Anda kepada bulutangkis? Saya tidak berhenti total bermain bulutangkis. Maksudnya bukan main untuk prestasi tapi untuk fun. Jadi main di PB Djarum, kalau ada teman ajak main ya main.
Bagaimana Anda menilai ganda campuran Indonesia saat ini? Saya rasa semua atlet sama, tidak mau kalah. Mereka akan berusaha memberikan yang terbaik. Cuma memang yang sekarang yang menjadi PR [Pekerjaan Rumah] itu konsistensi dari pemainnya sendiri. Seperti Praveen Jordan/Melati Daeva Oktaviani, kemarin sempat naik bisa menang di dua turnamen berturut-turut, lalu menurun drastis.
Apalagi ini mendekati Olimpiade, jadi harus dijaga. Kalo pun turun jangan sampai jauh babak pertama atau babak kedua selesai. Kalau tidak, harus tau kalahnya sama siapa. Mereka [Praveen/Melati] harus tahu levelnya ada di mana.
 Praveen/Melati salah satu harapan Indonesia di sektor ganda campuran. (Foto: Dok. PBSI) |
Semua pemain di ganda campuran kekuatannya merata. Ketika zaman saya, bukannya saya tidak pernah kalah, enggak. Tapi saya berusaha tahu level saya ada di mana saat itu. Saya kalah dari siapa, dan berusaha supaya tidak kalah. Kalau kalah, ya belajar dan jangan sampai pertemuan berikutnya kalah lagi.
Bagaimana Anda melihat peluang bulutangkis Indonesia di Olimpiade 2020 Tokyo? Kans itu terbuka lebar. Kesempatan itu selalu ada. Cuma Olimpiade itu adalah misteri. Maksudnya, meski pemain top di ranking dunia belum bisa menjamin bisa meraih medali emas Olimpiade. Ada yang tidak diduga-duga, tiba-tiba tampil maksimal.
Lalu juga faktor keberuntungan dibutuhkan. Lihatnya dari hasil
drawing. Kemudian mental dan persiapan itu jadi yang paling penting, karena buat Olimpiade ini persiapannya lain.
Saya pernah menjalani All England, Kejuaraan Dunia, Asian Games tapi atmosfernya beda dengan Olimpiade. Saya lihat sekitar saya semua ingin sekali dapat medali Olimpiade. Ambisi mereka kelihatan banget. Aura wajahnya tegang, padahal lawannya sama saja, ya itu-itu saja yang biasa ketemu di turnamen.
Tapi yang namanya Olimpiade itu kan gengsinya tinggi. Kalau enggak dapat tahun ini harus menunggu empat tahun lagi. Dan kita kan enggak tahu empat tahun lagi bakal seperti apa, masih bisa atau enggak?
Saya pernah waktu Olimpiade berat badan saya turun 2-3 kg tapi saya tidak sadar. Secara tidak langsung bisa dibilang stress. Padahal makan saya biasa, tapi lebih ke pikiran. Dari situ mental semua terpengaruh.
Lalu, soal peluang ganda campuran kembali mempersembahkan emas Olimpiade 2020?Sekarang kita tidak bisa bilang ganda campuran kita jelek terus tidak bisa meraih medali di Olimpiade. Coba kita tarik mundur empat tahun lalu, yang ditargetkan medali kan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan karena pada saat itu saya sama Owi sempat turun [performanya].
Dalam setahun itu saya cuma menang sekali di Malaysia. All England yang menang Praveen/Debby. Ahsan/Hendra lebih stabil, jadi mereka yang ditargetkan. Kan akhirnya tidak ada yang menyangka saya bisa dapat medali emas.
 Liliyana Natsir saat mendapatkan SK CPNS sebagai atlet berprestasi dari Kemenpora. (CNN Indonesia/Titi Fajriyah) |
Jadi, kita tidak bisa bilang siapa yang bakal menang nanti. Olimpiade itu misteri. Carolina Marin bisa jadi juara. Terus Chen Long, padahal saat itu masih ada Lin Dan, ada Lee Chong Wei. Saya juga tiba-tiba bisa jadi juara.
Koh Chris [Christian Hadinata] pernah bilang, Olimpiade itu misteri. Kita tidak pernah bisa memastikan bahwa pemain top dunia bisa meraih medali emas. Dan, fakta sudah membuktikan bahwa di setiap Olimpiade itu selalu ada kejutan.
Menurut Anda, bagaimana prospek prestasi Tontowi/Apriyani? Sebenarnya ada beberapa faktor. Satu mungkin, kalau kita bahas Winny [Oktavina Kandow], jam terbangnya terlalu minim untuk dipasangkan dengan Tontowi yang jauh lebih senior. Itu tidak gampang, pasti ada sungkannya. Rasanya salah terus posisinya. Padahal kalau dia bermain dengan pasangan lain mungkin penampilannya bisa lebih bagus. Owi juga mungkin akhir-akhir ini hasilnya kurang bagus, makanya dia ingin coba dengan pasangan lain.
Kasusnya Apri, saya juga tidak bisa bilang dia harus fokus di ganda campuran. Kondisinya sekarang yang paling dekat dan penting itu kans Olimpiade di ganda putri buat Apri bersama Greysia.
Walaupun Apri mau coba main di campuran, tapi main rangkap itu tidak mudah. Cara berpikirnya beda, cara bermainnya beda. Jadi, apakah Apri sudah siap dengan keadaan ini? Buat saya, kans Olimpiade ada di ganda putri, jadi saya rasa fokus Apri akan ada di sana.
Kalau bersama Owi, mungkin prospeknya jangka panjang. Tapi lihat juga, Owi umurnya berapa sekarang? Jadi tujuannya ke mana harus ditentukan. Nah, satu poin yang paling penting adalah bukan cuma siapa partner Owi sekarang, tapi ada di Owi sendiri. Karena satu, motivasinya Owi pasti menurun. Intensitas latihan Owi sama enggak seperti dulu.
Saya juga sempat berbicara dengan Owi empat mata. Ada beberapa yang harus dipertimbangkan. "Lu bisa saja ngomong semangat. Tetapi motivasinya bagaimana?" Ibaratnya prestasi topnya sudah dapat, pasti motivasinya ada penurunan. Terus intensitas latihan kayak dulu enggak? "Iya Cik, beda," kata dia. "Bisa enggak lu kejar China, Korea di umur lu yang sekarang?"
Bagaimana Anda menyikapi suporter yang sering membanding-bandingkan Apriyani dengan Anda? Saya juga berpikir bagaimana rasanya dibanding-bandingkan ya. Pertama, kita tidak bisa mengontrol netizen. Balik lagi ke diri kita untuk melindungi diri kita sendiri.
Ketika dibanding-bandingkan, kita harus bisa membuktikan: "Setidaknya gua harus bisa seperti ganda campuran lainnya, bisa main di depan." Ambil positifnya, berat kalau dibanding-bandingkan. Saran positif yang didengar, yang lainnya jangan.
Kemarin waktu Owi masih sama Winny, yang diteriaki penonton Owi/Butet, coba bagaimana rasanya jadi Winny? Harus kuat juga mentalnya. Tapi itu realitas, itu yang harus dihadapi. Saya juga kalo jadi Winny langsung 'degg' begitu. Tapi saya akan berusaha, lihat saja nanti saya bakal buktikan.
(ttf/bac)