Setelah pensiun pada 2006 saya bertanya ke PB Djarum apakah ada tempat bagi saya untuk memulai karier sebagai pelatih. Saya kemudian diberikan kesempatan. Saya pun bertanya pada diri sendiri mengenai kepantasan saya.
"Apakah saya bisa? Saya yang biasanya mengurusi diri sendiri, kini harus mengurusi anak-anak."
Paling sulit ketika menjalani karier awal sebagai pelatih adalah mengubah mindset. Dulu sebagai pemain, saya adalah sosok yang diurusi, dipenuhi kebutuhannya. Sebagai pelatih, kini saya ganti mengurusi anak-anak. Saya harus bisa memberikan contoh yang bagus bagi para adik-adik saya di klub.
 Banyak yang menilai gaya main Kevin mirip dengan Sigit Budiarto. (Dok. Humas PBSI) |
Sebagai pemain saya hanya perlu berpikir bagaimana bisa jadi juara saat mengikuti sebuah pertandingan. Ketika jadi pelatih saya harus memikirkan semua pemain dan menemukan cara menjadikan mereka juara. Tentu juga dengan pertimbangan bahwa kemajuan tiap pemain berbeda-beda.
Dalam hal membentuk pemain bagus seperti Kevin Sanjaya, hal itu tentu bukan semata karena kerja saya. Semua pelatih di klub bekerja sama. Tanpa kerja sama yang bagus, saya rasa saya sendiri belum tentu bisa menemukan pemain-pemain hebat. Saat itu saya memegang kelompok taruna sedangkan Ade Lukas pegang kelompok remaja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kevin masuk ke Jakarta saat remaja dan dipegang oleh Ade Lukas. Lalu setelah kita ngobrol, "Ada yang bagus, namanya Kevin. Selain Kevin, ada Arya, Edi Subaktiar, Lucky, dan Raffi yang juga punya potensi bagus. Sebelumnya ada Praveen Jordan, Berry Angriawan, dan Muhammad Ulinuha."
Saya juga bingung bila dibilang gaya main Kevin sama dengan saya. Mungkin karena sama-sama jadi
playmaker, jadi mungkin sedikit banyak hampir sama. Saya tak mengerti pasti karena penilaian seperti itu tentu lebih diketahui oleh mereka para penonton.
Saya juga bingung bila dibilang gaya main Kevin sama dengan saya. Mungkin karena sama-sama jadi playmaker, jadi mungkin sedikit banyak hampir sama.Sigit Budiarto |
Saya hanya memberikan apa yang saya punya dan saya miliki sebagai pelatih. Saat saya sebagai pemain, saya sering disebut pemain yang sering melakukan pukulan unik dan akrobat. Sebelum saya, sebenarnya ada senior-senior saya yang juga bisa seperti itu, misalnya Eddy Hartono, Ricky, dan Rexy.
Pukulan unik dan akrobat seperti itu menurut saya merupakan sebuah refleks saja, bukan kesengajaan. Refleks yang terasah dari latihan ke latihan.
Sebagai pelatih ada kebahagiaan besar melihat adik-adik seperti Kevin dan Praveen bisa berhasil jadi juara. Saat pemain yang saya tangani bisa dipanggil ke pelatnas, saya selalu berpesan, "Bila sampai di sana, jangan sampai pulang". Bila pulang tentu berarti ada penurunan prestasi.
Selepas seorang pemain klub masuk pelatnas, semua sudah lebih tergantung pada sikap dan tekad masing-masing. Bila di klub masih banyak dibantu dan diingatkan, di pelatnas lebih pada tekad individu dan kemauan masing-masing pemain.
Kalau seorang pemain mau maju tentu mereka harus berlatih dengan benar. Meski sudah masuk pelatnas, saya selalu siap ada untuk mereka. Hubungan tetap berjalan meski frekuensi berubah tidak seperti sebelumnya.
 Sebagai pelatih, Sigit Budiarto ikut bangga bila pemain yang pernah dididiknya bisa jadi juara di turnamen bergengsi. (CNN Indonesia/M. Arby Rahmat) |
Jika saya bahagia bisa melihat pemain yang pernah saya pegang bisa jadi juara, tentu saya juga ikut sedih bila pemain yang sempat saya tangani tidak mendapatkan prestasi seperti yang diharapkan. Namun perjalanan tiap orang tentu berbeda-beda dan tidak semuanya bisa berhasil meski saya berharap semuanya bisa seperti Kevin dan Praveen.
Saya tekankan satu hal pada mereka yang belum berhasil bahwa meski mereka tidak berhasil jadi juara dan keluar dari pelatnas, mereka punya badminton sebagai modal. Mereka bisa jadi mahasiswa dan mendapat beasiswa dari keahlian badminton yang mereka miliki.
Setelah lebih dari satu dekade jadi pelatih, tentu terkadang ada rasa jenuh namun hal itu jarang muncul. Salah satu tantangan dan motivasi bagi saya adalah karena generasi terus berubah sehingga pemain yang saya pegang pun berbeda-beda.
Sekarang saya ditugaskan pegang sektor pemula, pemain dengan usia paling kecil. Saya tertantang untuk berusaha memberikan yang terbaik, memberikan modal bagus bagi mereka untuk masa depan.
(ptr)