Jakarta, CNN Indonesia -- Juara tinju kelas berat sabuk WBC
Tyson Fury mengaku belum lama ini menjadi korban rasialisme. Komentar itu Fury sampaikan dalam wawancara terkait dengan kematian
George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat, belum lama ini.
Di mata Fury, tewasnya Floyd di tangan petugas kepolisian tidak bisa diterima. Ia juga menyebut memerangi rasialisme menjadi tantangan bagi petinju 31 tahun itu setiap tahun.
"Saya seorang pria kulit putih, dan saya mengalami rasialisme pada 2020 karena saya adalah pendatang, saya berasal dari latar belakang etnis," kata Fury dikutip dari
Mirror.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan, ketika hari ini Anda pergi ke pub, bar, restoran, dan dibilang 'kami berhak tidak membiarkan pendatang masuk, tidak ada pendatang yang diizinkan, orang gipsi, atau pendatang," ucap Fury menambahkan.
Fury menganggap, perlakuan rasialisme tidak saja menimpa kulit hitam, tetapi juga kulit putih sepertinya. Memerangi rasialisme ini pernah Fury lakukan pada 2016.
[Gambas:Video CNN]Pada 2016, Fury dan istrinya Paris harus keluar masuk restoran di Inggris karena mendapat serangan rasialisme yang disebabkan latar belakangnya sebagai keluarga asal Irlandia yang menetap di Inggris. Bahkan, serangan itu didapat ketika ia menjadi juara dunia kelas berat.
"Jadi bukan hanya orang kulit hitam yang mengalami rasialisme. Saya pikir pendatang adalah bentuk rasialisme yang paling sering didapat di Inggris dan di seluruh dunia," ujar Fury.
"Ini mengerikan, karena Anda tidak bisa menilai semua orang dengan sama," tutur Fury melanjutkan.
Fury memberikan dukungan dalam kematian Floyd karena pernah merasakan perlakuan rasialisme. Petinju kelahiran Manchester itu merasa perilaku rasialisme sangat perlu diubah oleh semua orang.
(sry/nva)