Pengamat sepak bola nasional, Tommy Welly, mengatakan klub-klub di Liga 1 dan Liga 2 bisa teriak jika dibebankan biaya tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
Tes PCR menjadi syarat mutlak jika PSSI melalui PT Liga Indonesia berencana kembali menggelar kompetisi di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Meski demikian, Tommy Welly menilai itu menjadi beban tambahan bagi operator atau klub-klub.
Lihat juga:Liga 1 Wajib Tes PCR, PSSI Cari Solusi |
"Jika ketatnya protokol kesehatan dengan kewajiban tes PCR menjadi sorotan, saya prediksi reaksi klub akan teriak kesulitan. Tidak cuma klub, tapi LIB dan PSSI itu sendiri," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketatnya protokol kesehatan yang disyaratkan untuk bisa menggelar kompetisi menjadi salah satu persoalan yang harus lebih dulu diselesaikan. Terutama untuk memastikan siapa yang bakal menanggung semua beban biaya tes PCR tersebut.
"Protokol ketat membuat nasib kompetisi ini menjadi belum pasti, jadi mengambang. Belum tentu PSSI bisa menanggung semua beban ini. Termasuk PT Liga dan klub," kata pengamat yang akrab disapa Towel itu kepada CNNIndonesia.com, Rabu (17/6).
"Kecuali jelas siapa yang siap dan sanggup menanggung beban biaya ini. Sementara ini belum jelas jadi tanggungan siapa. Jadi atau tidaknya kompetisi ini persentasenya makin berkurang. Beban terbesar ada di operator dan PSSI," imbuh Towel.
![]() |
Permintaan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di hadapan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR-RI, Rabu (17/6) dianggap menjadi sesuatu fokus yang sudah seharusnya dilakukan. Sebab, faktor kesehatan dan keselamatan menjadi hal utama yang menjadi fokus pemerintah melalui Gugus Tugas untuk mencegah klaster baru.
Ketatnya protokol kesehatan dengan kewajiban melakukan tes PCR juga terjadi di seluruh dunia yang telah kembali memulai kompetisi, termasuk Liga Inggris dan Bundesliga. Konsekuensi itu juga yang harus dilakukan PSSI di masa pandemi Covid-19.
"Artinya, beban kompetisi di masa New Normal akan menjadi sangat berat karena protokol kesehatan menjadi beban tambahan yang harus dilakukan tidak boleh main-main, asal-asalan. Tapi kalau tes dilakukan tim medis klub bisa diragukan hasilnya, sehingga harus dilakukan tim media independen," ujar Towel.
Jangankan untuk melakukan tes PCR, untuk rapid tes yang biayanya jauh lebih murah saja klub dipastikan Towel bakal merasa berat.
Biaya untuk melakukan tes PCR sekali per orang ditaksir mencapai Rp1,5 juta. Jika satu tim terdapat 40 orang termasuk pemain, pelatih, ofisial dan staf artinya klub harus mengeluarkan Rp60 juta sekali tes.
Jika tes PCR harus dilakukan secara berkala dua pekan sekali selama kompetisi digelar di new normal sesuai aturan masa inkubasi maksimal Covid-19 atau 15 kali tes, klub harus siap menggelontorkan Rp900 juta semusim untuk memenuhi satu poin di protokol kesehatan. Belum ditambah protokol kesehatan lain, yakni penyemprotan disinfektan, pengadaan masker, hand sanitizer sampai vitamin tambahan.
Beban itu semakin berat dirasakan klub yang tidak mendapatkan pemasukan dari penjualan tiket jika kompetisi digelar tanpa penonton.
"Fokus klub saat ini kebanyakan soal finansial. Kesehatan dan keselamatan di posisi berikutnya. Bukan mengabaikan tapi realita saat ini seperti itu. Jangan heran jika ada klub yang meminta budget protokol kesehatan ditangani LIB atau PSSI. Atau ada klub yang meminta penonton diperbolehkan [ke stadion] supaya ada pemasukan," terang Towel.
Wajar Liga 1 Wajib Tes PCR
Sementara itu, pengamat sepak bola tanah air, Mohamad Kusnaeni, mengatakan tes PCR merupakan hal wajar untuk menggelar kompetisi di tengah pandemi.
"Sebetulnya itu persyaratan yang wajar untuk level kompetisi profesional. Untuk memastikan bahwa pelaksanaan kompetisi benar-benar memenuhi protokol kesehatan. Untuk ukuran klub profesional seharusnya tidak terasa mahal. Apalagi klub bisa bekerjasama dengan BNPB daerahnya atau pihak rumah sakit," kata Kusnaeni kepada CNNIndonesia.com, Rabu (17/6).
Terpenting, lanjut Kusnaeni, persyaratan tes PCR bagi seluruh perangkat pertandingan dan klub hanya dilakukan di awal kompetisi. Namun, setelah kompetisi berjalan pemantauan cukup dilakukan dengan rapid tes secara periodik.
Di sisi lain, klub bakal mengeluarkan biaya lebih besar untuk melakukan tes PCR bagi seluruh anggota tim yang jumlahnya ditaksir mencapai 30 orang. Jika sekali rapid tes membutuhkan biaya minimal Rp350-400 ribu per orang, biaya tes PCR bisa lebih besar, yakni mencapai Rp1-2 juta per orang.
Kusnaeni juga menilai sangat memungkinkan persyaratan ketat dengan wajib tes PCR sebelum memulai kompetisi Liga 1 bakal membuat klub bereaksi. Sebab itu, PSSI dan LIB diminta untuk proaktif dengan lebih dulu melakukan kerjasama dengan BNPB atau pihak rumah sakit sebagai antisipasi sekaligus membantu meringankan beban klub.
"PSSI atau LIB perlu bekerjasama dengab BNPB atau rumah sakit pemerintah yang mungkin bisa membantu supaya biayanya bisa lebih terjangkau. Atau klub sendiri yang bekerjasama dengan rumah sakit daerah juga bisa. Intinya, persyaratan PCR itu penting untuk kebaikan bersama. Termasuk untuk kompetisi itu sendiri," jelas Kusnaeni.
(ttf/bac)