Hendra Setiawan di lapangan badminton sering membunuh lawan dengan cara menyakitkan, penuh ketenangan dan bahkan terkadang dengan cara yang perlahan.
Ketika Markis Kido dan Mohammad Ahsan menghancurkan lawan lewat smes-smes tajam yang tak mampu dikembalikan, Hendra lebih banyak menghasilkan poin lewat pukulan-pukulan di depan net.
Entah itu netting atau penempatan shuttlecock, sepertinya terasa lebih menyakitkan bagi lawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah reli yang panjang dan sengit, Kido atau Ahsan bisa terus menggempur lawan, namun kemudian poin akhir didapat lewat sentuhan ringan oleh Hendra Setiawan. Hendra seolah menyelinap, lalu membunuh dalam senyap.
Kondisi tersebut makin diperparah oleh datarnya wajah Hendra dalam mayoritas poin yang dihasilkan. Seolah sejumlah pukulan ajaib yang ia lakukan itu biasa, seolah mengecoh dan membuat lawan terperangah itu bukan hal yang istimewa.
![]() |
Hendra di depan net serupa perwujudan kejeniusan. Ia bisa dengan lihai membaca shuttlecock dan mengatur irama permainan. Namun Hendra tak semata mengandalkan kejeniusan untuk bisa tetap bertahan di lapangan badminton hingga saat ini.
Hendra sudah jadi andalan Indonesia di lapangan badminton dalam hampir dua dekade terakhir.
Sejak berpasangan dengan Markis Kido, duet Kido/Hendra tampil memikat dan meroket dalam waktu sekejap. Gelar juara dunia 2007 ditambah emas Olimpiade setahun kemudian membuat pasangan tersebut layak dinobatkan sebagai salah satu ganda putra terbaik yang pernah ada.
Memikat di usia yang masih muda, Hendra mendapat ujian berat ketika ia terpuruk dan tak mampu untuk sekadar lolos ke Olimpiade 2012. Pukulan telak itu didapatkan saat usianya 28 tahun, umur yang sering disebut masuk kategori usia emas sebagai seorang atlet.
Dalam fase terpuruk dan titik rendah dalam kariernya itu, Hendra menunjukkan bahwa ia tak semata memiliki kejeniusan.
Ada kerja keras dalam diri Hendra yang membuatnya tetap bisa bertahan di tengah kesulitan.
Duetnya bersama Mohammad Ahsan sukses kembali menggebrak peta persaingan dunia. Dalam periode karier pertamanya bersama Ahsan, Hendra mampu dua kali juara dunia, juara Asian Games, dan juara All England.
![]() |
Ketika Ahsan/Hendra memutuskan kembali berpasangan setelah sempat pisah jalan di tahun 2016, Ahsan/Hendra berhasil meraih gelar All England, juara dunia, dan juara BWF World Tour Finals pada tahun lalu.
Selain faktor talenta yang luar biasa, kerja keras tentu tidak bisa dikesampingkan dari sukses Ahsan/Hendra bertahan di papan atas.
Berbanding terbalik dengan wajah Hendra yang terlihat tenang, daya juang dan semangat dalam dirinya selalu meledak-ledak.
Hal itu yang kemudian berwujud pada komitmen pada keseharian.
"Kalau di badminton pasti tidak mau kalah, jadi sebisa mungkin maunya menang terus."
"Kalau di luar bulutangkis, saya banyak mengalah," ucap Hendra dalam sebuah wawancara.
Olimpiade 2020 banyak disebut sebagai panggung besar terakhir Hendra Setiawan. Namun sang pemain sempat mengatakan bahwa ia belum benar-benar tahu ujung dari perjalanan kariernya.
Hendra Setiawan mengaku kemungkinan baru akan menghilang dari lapangan setelah sering menelan kekalahan. Hal yang sepertinya masih jauh dari Hendra saat ini.
Selamat ulang tahun ke-36, Hendra Setiawan!
(har)