Bisa menjadi bagian dari Persebaya Surabaya juga tidak didapatkan Andhika secara instan dan cuma-cuma. Ia jatuh-bangun ikut seleksi untuk bisa masuk Green Force yang jadi kebanggaan masyarakat Surabaya.
Keinginannya menjadi pesepakbola muncul karena pengaruh Mat Halil, mantan pemain Persebaya yang juga sepupunya. Abah Halil, sapaan akrab Andhika kepada Mat Halil menyarankannya untuk masuk Persebra FC.
Sebelum paten menjadi kiper, Andhika pernah menjajal bermain di posisi striker saat pertama kali memulai latihan sepak bola. Sampai pada suatu hari pelatihnya memintanya untuk menjadi kiper dengan iming-iming mendapatkan baju, sepatu dan sarung tangan yang membuatnya tertarik setiap bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lama kelamaan, sang pelatih mengatakan bahwa potensi Andhika dalam sepak bola sebagai kiper. Terlebih, pelatih melihatnya mau kerja keras meskipun berlatih di Lapangan THOR yang lebih banyak pasir ketimbang rumput.
"Saya pertama kali ikut seleksi Persebaya U-12 jadi kiper. Tapi saya tidak punya sarung tangan. Terus saya dipinjamkan sarung tangan punya tetangga saya tapi ukurannya kebesaran. Lalu saya tidak lolos."
"Saya coba ikut seleksi terus sampai sekitar enam atau tujuh kali, tapi tidak lolos-lolos. Terakhir saya ikut Diklat lolos, sudah mau tanda tangan, tapi dibatalkan karena waktu itu mau UNAS, jadi dibilang nanti tidak fokus," jelasnya.
Sejak itu, Andhika mulai merajuk dan tidak mau lagi ikut latihan sepak bola selama setahun. Padahal hampir setiap hari, teman-temannya, pelatihnya selalu mencarinya dan mengajaknya latihan.
Namun, Andhika selalu menjawab kalau ia tidak enak badan, capek dan banyak dan sejumlah alasan lain yang dibuatnya. Selama jam latihan, ia bersembunyi di kamar, tapi setelah jam latihan selesai sekitar pukul 10.00 WIB ia baru berani ke luar rumah.
Nasib baik mulai menghampiri Andhika pada 2016, sebagai hasil dari perjuangan dan kerja kerasnya membantu sang ibu.
"Saat umur saya 17 pada 2016, saya nonton bola di televisi dan melihat kalau pemain Eropa mau masuk lapangan kan biasanya menggandeng anak kecil, dan saya mau seperti itu," kata Andhika
"Akhirnya saya mulai latihan lagi, ikut seleksi Persebaya U-17 dan saya lolos. Tahun 2017 saya ikut main di Liga 3 untuk PS Kota Pahlawan," ucap pemain 21 tahun itu menambahkan.
Tahun 2018 Andhika kembali mencoba peruntungannya dengan mengikuti seleksi Persebaya U-19 dan ia lolos. Saat itu, sang ibu meminta untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah lalu bekerja dan meninggalkan sepak bola demi hidup yang lebih baik.
Alih-alih menyetujui permintaan sang ibu, Andhika justru menolaknya dan meminta sang ibu untuk terus mendoakan dan mendukungnya untuk mengejar cita-cita menjadi seorang pesepakbola profesional. Akhirnya sang ibu menyetujui dan mendukung usaha Andhika tersebut.
"Saya juga sempat ikut seleksi di Bali United U-20 pada 2019 setelah kontrak bersama Persebaya U-19 habis. Maksud hati, saya mau keluar dari zona nyaman saya bersama Persebaya," ujar Andhika.
Setela lolos administrasi via online, Andhika ke Bali guna mengikuti tes lain. Ia bersaing dengan 6 ribu pemain lain untuk bisa masuk 40 besar dalam satu hari.
"Saya lolos 40 besar dan lolos masuk bareng tiga pemain lain. Tapi sebelum tanda tangan kontrak, pelatih kipernya tanya saya lagi 'benar kamu mau di Bali? Atau mau di Surabaya saja?'" ucap Andhika.
"Setelah diskusi dengan ibu yang waktu itu juga sedang sakit, saya pilih di Surabaya saja supaya dekat dengan ibu. Saya tidak mau meninggalkan ibu nanti capek sendirian jaga warung. Dan sejak Oktober, saya masuk ke tim senior Persebaya," tutup Andhika.
(ttf/sry)