Jakarta, CNN Indonesia --
Hampir setiap negara di dunia berlomba-lomba untuk bisa menjadi tuan rumah Olimpiade. Termasuk Indonesia yang saat ini sedang mengikuti bidding untuk jadi tuan rumah Olimpiade 2032.
Keinginan Indonesia ikut bidding tuan rumah Olimpiade 2032 telah diungkapkan usai sukses jadi tuan rumah Asian Games 2018.
Ketika itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat resmi kepada Internasional Olympic Committee (IOC) terkait pengajuan untuk jadi tuan rumah Olimpiade 2032.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keinginan besar Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 juga tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2021 Tentang pembentukan Indonesia Bid Committee Olympic Games 2032 (INABCOG) yang diteken pada 13 April lalu.
Meskipun sebelumnya, Komite Olimpiade Indonesia (NOC) secara paralel juga telah berkoordinasi dengan IOC mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan untuk bidding.
Jalan terjal harus dilalui Indonesia untuk bisa jadi tuan rumah Olimpiade. Sedikitnya ada lima negara pesaing kuat Indonesia: Australia, Qatar, Unifikasi Korea, dan India.
 Olimpiade Tokyo 2020 harus ditunda karena pandemi Covid-19. Foto: (AP/Jae C. Hong) |
Jika Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 dalam bidding, hal itu bakal jadi tonggak sejarah baru di Asia Tenggara. Sebab, sepanjang sejarah gelaran ajang multi-cabang olahraga terbesar dan paling bergengsi di dunia itu hampir selalu di dominasi negara-negara Eropa dan di luar Asia Tenggara.
Mulai dari Olimpiade pertama di Athena Yunani 1896 dan 2004, Paris tahun 1900, 1924, London 1908, 1948, Stockholm di Swedia 1912, Antwerp Belanda 1920, Amsterdam, Belanda 1928, Berlin, Jerman 1936, Helsinki di Finlandia 1952, Roma Italia 1960, Munich, Jerman 1972, Montreal, Kanada 1976, Moskow di Rusia 1980, dan Barcelona 1992.
Bahkan dari 29 edisi Olimpiade yang sudah digelar, hanya tiga negara Asia yang tercatat pernah menjadi tuan rumah; Jepang (Tokyo 1964 dan 2020), China (Beijing 2008), dan Korea Selatan (Seoul 1988).
Dari catatan yang dilansir situs resmi Olympic.org tersebut, belum pernah tercatat sekalipun negara Asia Tenggara sebagai tuan rumah Olimpiade.
"Olimpiade itu idaman banyak negara. Melalui Olimpiade bisa menunjukkan prestasi bangsa tersebut. Pada Olimpiade 1936 di Berlin, Jerman mau jadi tuan rumah untuk menunjukkan ras Arya. Selain infrastruktur dan prestasinya juga," kata Tommy Apriantono, pengamat olahraga nasional kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/4).
"Olimpiade 1964 Tokyo juga mau menunjukkan bahwa Jepang bisa recovery dari Perang Dunia. Jepang juga memperkenalkan kereta cepat Shinkansen pertama dan tol Tokyo-Osaka waktu itu. Olimpiade 2020 ini Jepang juga mau menunjukkan Shinkansen kelima mereka tadinya," ujarnya menambahkan.
Dijelaskan Tommy, sebenarnya Indonesia juga berkeinginan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 1964, namun kalah saing dengan Tokyo. Akhirnya dengan dukungan dari negara-negara di Eropa Timur, Indonesia menjadi tuan rumah GANEFO atau Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang sebagai pesaing Olimpiade.
Hal itu menandakan bahwa menjadi tuan rumah gelaran multi-cabang olahraga internasional bisa memberikan keuntungan besar karena dianggap mampu menyedot perhatian publik internasional. Sebut saja Sydney yang disebut mampu meningkatkan sektor pariwisata dua kali lipat setelah sukses menjadi tuan rumah Olimpiade 2000.
[Gambas:Video CNN]
Bukan hanya sekadar sukses sebagai penyelenggara, sebagai tuan rumah Indonesia juga harus menunjukkan bisa bersaing dari sisi prestasi olahraganya.
Seperti Korea Selatan yang mempersiapkan prestasi atletnya 15 tahun sebelum menjadi tuan rumah Olimpiade 1988 dengan membuat KIST (Korean Insitute of Science and Technology) atau Institute of Advanced Industrial Science and Technology (AIST) milik Jepang.
"Mempersiapkan prestasi itu butuh waktu. Indonesia harusnya juga fokus mempersiapkan itu. Misalnya selain bulutangkis itu ada angkat besi yang konsisten sejak Olimpiade 2000 menyumbangkan medali walaupun belum pernah emas," ucap Tommy.
Dibutuhkan cetak biru olahraga yang jelas dalam pencapaian prestasi olahraga seperti yang saat ini telah dibuat Kemenpora melalui Grand Desain Olahraga Nasional. Hanya saja menurut Tommy, pemerintah dalam hal ini Kemenpora sebaiknya juga memasukkan cetak biru olahraga yang pernah dibuat Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional).
"Apa yang sudah pernah dibuat Bappenas itu bagus, nanti tinggal yang dari Kemenpora digabung dan juga dimasukkan ke Dinas Pendidikan untuk menempatkan pelajaran olahraga menjadi hal yang penting. Saat ini olahraga belum menjadi hal penting buat Indonesia. Padahal harusnya olahraga jadi ujung tombak bernegara lewat nilai-nilai luhurnya," terangnya.
 Kepala Bappenas Suharso Monoarfa telah merancang Manajemen Talenta Indonesia, salah satunya untuk meningkatkan prestasi olahraga di Tanah Air. (CNN Indonesia/ Feri Agus Setyawan) |
Di sisi lain, Olimpiade juga bisa membuat sebuah negara merugi karena besarnya investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur. Kerugian itu disebabkan lantaran gagalnya pengelolaan manajemen keuangan.
Seperti yang dialami Montreal saat menjadi tuan rumah 1976 yang utangnya baru bisa dilunasi pada 2005 silam. Ada juga Olimpiade Athena di Yunani pada 2004 dan Olimpiade Rio di Brasil pada 2016 yang berakhir dengan beban utang buat negara.
"Jadi memang Olimpiade itu untuk menunjukkan prestasi bangsa. Tapi tidak cuma itu, infrastruktur dan ekonominya juga. Wajar jika Indonesia berkeinginan kuat ikut bidding. Ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang cukup besar dari segi populasinya," kata Tommy.
[Gambas:Video CNN]
Menjadi tuan rumah Olimpiade membawa banyak keuntungan bagi sebuah negara. Salah satunya meninggalkan warisan yang merupakan salah satu syarat yang harus masuk proposal bidding yang dibuat NOC melalui Komite Khusus Bidding Olimpiade 2032.
Warisan Olimpiade mencakup keuntungan jangka panjang yang bisa dinikmati oleh kota tuan rumah, baik sebelum, saat, maupun setelah Olimpiade digelar. Kemudian juga keberlanjutan dalam hal penggunaan.
"Sebab itu kita harus menyiapkan semuanya dengan baik. Ekonominya dimajukan, pluralismenya bisa dimunculkan. Sebab menurut saya, Indonesia itu negara yang sangat plural dengan lima agama bisa hidup rukun di dalamnya," ucap Tommy.
Selain itu, kota yang akan menjadi tuan rumah juga harus disiapkan dengan baik. Misalnya di Jakarta, fasilitasnya harus diperbagus lagi sesuai dengan standar dunia masing-masing cabor.
Belum lagi fasilitas pendukung, termasuk di dalamnya fasilitas transportasi dan sumber daya manusia yang nantinya akan merepresentasikan Indonesia sebagai sebuah bangsa besar ke mata dunia melalui Olimpiade.
"Ini harus dipersiapkan, jangan dadakan membangun infrastruktur. Kita ini dikenal dengan Roro Jonggrang yang semuanya bisa selesai dalam sekejap. Sekarang tidak bisa, masih ada waktu 11 tahun untuk dipersiapkan sekaligus untuk men-triger infrastruktur dan ekonominya," ucap Tommy.
"Korea Selatan bisa masuk jajaran 10 besar dunia karena Olimpiade 1988. Bisa dilihat bagaimana saat ini Jepang dan China di mata dunia. Melalui tuan rumah Olimpiade ini kita bisa melihat bagaimana dunia memandang Indonesia terutama dari sisi pariwisata dan ekonominya," kata Tommy menambahkan.
[Gambas:Video CNN]