Pengamat sepak bola nasional Mohamad Kusnaeni ingin aturan soal investor asing di klub sepak bola Indonesia diperjelas. Bahkan, menurutnya, jumlah saham yang dimiliki investor asing di klub Indonesia tak boleh mayoritas.
Hal ini menjadi kegelisahan Kusnaeni setelah saham klub Liga 2 2021, PSPS Riau, dibeli pengusaha asal Malaysia, Norizman Tukiman. Bukan hanya membeli saham, pemilik klub Kelantan FC ini juga menjadi pemegang saham mayoritas PSPS setelah menandatangani kesepakatan pada Senin (3/5).
"Begini, bidang usaha olahraga itu spesifik. Di dalamnya ada unsur kepentingan nasional yang besar terkait tim nasional. Jadi, soal kepemilikan klub tidak boleh sepenuhnya dilepas ke hukum pasar dengan acuan UU PT semata," kata Kusnaeni kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus ada pembatasan kepemilikan modal asing. Investor asing tetap harus bermitra dengan investor lokal. Bahkan, idealnya, kepemilikan saham asing tidak boleh mayoritas," ujar mantan jurnalis olahraga ini menambahkan.
Bila berkaca ke Eropa dan Amerika, jual beli saham klub sepak bola oleh orang asing sudah lumrah. Ini terjadi karena undang-undang di Eropa dan Amerika memang memperbolehkan saham klub dikuasai investor dari luar negeri.
Namun, kata Kusnaeni, sebelum ada transaksi jual beli ada verifikasi yang mendalam. Badan hukum dan juga rekam jejak sosok yang akan membeli diteliti dengan saksama. Tujuannya, agar menghindarkan klub dari kemungkinan bangkrut di tengah jalan yang merusak ekosistem kompetisi.
AC Milan di Italia bisa jadi contoh. Otoritas sepak bola Italia tak bekerja dengan maksimal dalam proses jual beli saham klub. Setelah berjalan baru diketahui ternyata perusahaan yang membeli saham AC Milan adalah broker. Keuangan AC Milan pun morat-marit.
"Federasi [PSSI] yang harus punya regulasi mengenai kepemilikan klub oleh investor asing. Rujukannya, selain Statuta FIFA dan Statuta PSSI, adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU PT, UU mengenai penanaman modal asing, dan lain sebagainya," ujar Kusnaeni.
Masalahnya, Statuta PSSI tak mengatur soal besaran saham yang bisa dikuasai pihak asing. Statuta PSSI hanya menegaskan klub sepak bola Indonesia harus berbadan hukum, baik itu secara tertutup [privat] maupun terbuka [umum].
Jika mengacu Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing, investor dari luar negeri bisa menguasai saham mayoritas klub Indonesia. Pasalnya, klub sepak bola bulan tak termasuk badan usaha yang sahamnya dilarang dilepas ke pihak asing.
"Kalau di Statuta PSSI kan, cuma dinyatakan bahwa klub harus berbadan hukum. Kalau klub profesional bentuknya PT, tapi belum diatur secara rinci soal kepemilikannya, khususnya terkait modal asing," ucap lelaki yang biasa disapa Bung Kus itu.
Karenanya Kusnaeni berharap PSSI menyikapi persoalan pembelian saham klub oleh pihak asing ini. Ia khawatir makin banyak saham klub Indonesia yang dikuasai asing karena tak ada aturan yang baku.
Mengenai hal ini, pelaksana tugas (PLt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Yunus Nusi mengaku belum mendapat salinan dokumen dari PSPS Riau. Transaksi saham PSPS yang terjadi pada Senin (3/5) disebut belum dilaporkan ke PSSI.
"Informasi akurat [jual-beli saham PSPS Riau] belum didapat [PSSI]. Klub juga belum menyampaikan ke PSSI," kata Yunus Nusi kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (4/5).