Kalau berbicara karakter dalam melatih, saya menilai diri saya menonjol dalam taktik dan motivasi. Banyak yang bilang saya mampu membangkitkan tim yang tampil buruk di babak pertama menjadi baik di babak kedua. Artinya, di ruang ganti saya mampu membangkitkan motivasi pemain.
Sedangkan, sosok pelatih inspiratif bagi saya adalah Pep Guardiola. Walaupun saya lebih tua dari Pep, tapi saya mengakui dia pelatih yang bagus.
Saya juga kerap mengadopsi gaya permainan Pep dalam taktik permainan tim saya. Makanya, saya senang bermain dengan bola-bola pendek dari kaki ke kaki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya juga bersyukur bisa mendapat kesempatan untuk berguru ke Inter Milan selama tiga bulan. Waktu itu Presiden Inter Milan Erick Thohir yang meminta saya datang ke sana.
Setiap pekan saya berguru ke sejumlah klub kasta pertama, kedua, ketiga Italia dari usia 17, 19, hingga senior. Saya banyak mempelajari cara mereka membuat program latihan per pekan.
Pengalaman yang luar biasa untuk menyempurnakan apa yang telah saya punya selama ini. Meskipun, ternyata banyak juga program yang telah saya lakukan selama ini tidak salah.
Namun yang pasti sarana dan prasarana latihan mereka sangat baik. Mereka rata-rata punya sembilan lapangan latihan. Ada yang rumputnya sintetis dan rumput alami. Lalu, poin penting yang saya dapat dari Italia adalah cara manajerial klub yang sangat baik. Itu dua hal yang harus kita tiru.
Terutama lapangan latihan di Indonesia sebetulnya mampu untuk membuat sarana seperti itu. Saya juga punya cerita menarik waktu di Italia. Jadi, saya ini orang yang tidak bisa hidup jauh dari keluarga.
Makanya, waktu di Italia saya memilih tinggal bersama anak saya di Verona ketimbang di Milan. Jadi setiap hari itu saya selalu berangkat pakai kereta api. Itu menjadi pengalaman unik buat saya.
Kedua, saya itu tidak kuat dingin. Jadi, kalau sudah sore hari saya ingin cepat-cepat pulang dari lapangan. Karena kalau sudah jam 5 sore itu dingin sekali, cuacanya bisa mencapai 8 derajat celsius. Tulang saya rasanya sudah ngilu karena memang sangat dingin sekali.
Padahal saya juga sudah pakai baju lima lapis. Dari kaus dalam, kaus biasa, sweater, jaket biasa, hingga jaket tebal.
Karier sebagai Pemain
Sewaktu kecil, saya sama seperti anak-anak lain yang suka bermain bola di kampung atau Sekolah Sepak Bola di Majalengka.
Kemudian saya mulai serius bermain bola setelah pindah ke Bandung. Waktu SMA saya mulai masuk ke klub-klub sepak bola, hingga akhirnya saya masuk ke klub internal Persib.
Waktu itu Persib sedang mengadakan kompetisi untuk menjaring pemain muda untuk memperkuat Persib junior (U-17) untuk terjun di Piala Soeratin tahun 1970-an. Saya berhasil masuk ke tim Persib junior tersebut.
Setelah dari tim junior saya dipromosikan masuk ke tim senior Persib saat masih 19 tahun. Saya bermain di posisi sayap kiri atau kanan dan saya cukup lama menjadi pemain cadangan di Persib.
Ya, saya sabar saja karena saya akui para pemain senior di Persib masih bagus-bagus dan layak untuk menjadi pilihan utama.
Sedangkan saya memang belum selevel dengan mereka. Ya sabar saja dan berlatih terus sampai kita dikasih kesempatan. Intinya tunjukkan yang terbaik setiap diberi kesempatan.
Zaman dulu pola latihannya juga lebih banyak ke fisik. Buat saya yang berat itu saat diminta lari keliling lapangan yang bisa sampai 20 kali mengelilingi lapangan bola. Jadi saat itu memang rata-rata pemain bola itu kuat dalam hal fisik.
Tidak seperti zaman sekarang yang sudah maju dengan adanya latihan taktik dan teknik. Sekarang latihan juga didukung dengan teknologi sports science.
Namun, saya tidak selamanya bermain untuk Persib. Pada tahap pertama, saya hanya memperkuat Persib selama tiga tahun di kompetisi Perserikatan.
Waktu di Sari Bumi Raya itu saya pernah dipanggil timnas Indonesia tahun 1979 atau 1980-an untuk bermain pada sebuah turnamen di Korea Selatan. Saat itu saya bermain dengan angkatan Suaib Rizal.Kemudian saya pindah ke klub Sari Bumi Raya yang bermain di kompetisi Galatama selama satu tahun.
Lalu dari Sari Bumi Raya saya pindah ke Mercu Buana Medan dan bertahan selama empat tahun.
Kemudian, saya memutuskan kembali ke Persib dan berhasil membawa Persib juara Perserikatan 1986 dan 1990. Lalu pada 1993, saya memutuskan pensiun di Persib.
(rhr)