Jakarta, CNN Indonesia --
Timnas Inggris akhirnya menyudahi kutukan tak pernah menang di laga pertama Euro, namun masih jauh untuk memandang The Three Lions sebagai kandidat juara Euro 2020 (Euro 2021).
Duel melawan Kroasia di laga pertama sudah dipandang sebagai laga berat bagi skuad The Three Lions yang merupakan unggulan utama di Grup D.
Head to head antara Inggris dan Kroasia tidak begitu timpang. Meski dalam dua laga sebelumnya yang terjadi di UEFA Nations League skuad Vatreni selalu kalah, bayangan pilu soal kekalahan di semifinal Piala Dunia 2018 ada di benak Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma soal lawan yang membuat waswas, rekor tanpa menang di sembilan pertandingan pertama Piala Eropa juga seperti fakta yang miris bagi Inggris.
Pada hari H, Gareth Southgate mempercayakan starter pada pemain yang berada pada kondisi prima. Tak ada Harry Maguire dan Jordan Henderson dalam 11 pertama.
Formasi 1-4-2-3-1 jadi pilihan Southgate. Tyrone Mings, Declan Rice, Kalvin Philips, Phil Foden, dan Mason Mount dipercaya bermain bersama pemain-pemain yang sudah lebih sering seperti Harry Kane, Raheem Sterling, John Stones, Kyle Walker, dan Kieran Trippier.
[Gambas:Video CNN]
Kroasia seperti diprediksi menampilkan skuad berpengalaman. Ivan Perisic, Andrej Kramaric, Domagoj Vida, Mateo Kovacic, Luka Modric, dan Marcelo Brozovic dipercaya sejak menit pertama.
Menghadapi Kroasia yang bermain dengan 1-4-3-3, Inggris lebih terlihat memainkan formasi 1-4-1-4-1. Hanya Rice yang main sebagai gelandang bertahan, sementara Philips bermain lebih ke depan bersama Mount, Foden, dan Sterling.
Nafsu Inggris melakukan 'killing the game' terlihat sejak menit awal. Inggris tampak menjanjikan. Peluang Foden yang mengenai tiang gawang membunyikan alarm Kroasia.
Belum sempat berbenah, gawang Kroasia kembali dalam tekanan. Peluang Sterling dan tembakan jarak jauh Philips membuat suporter tuan rumah berapi-api.
Di saat Inggris terus menerus menciptakan peluang, Kroasia tetap tampil tenang dan menyiasati dengan menurunkan tempo.
Perlahan, Kroasia mendekati sepertiga akhir lapangan. Hanya saja skuad asuhan Zlatko Dalic tak cukup cakap bermain di area ini.
Walker, Stones, Mings, dan Trippier beberapa kali mampu mengepung Rebic atau Perisic di depan.
Jika Inggris menghadapi lawan agresif serta mampu memainkan tempo dengan kemampuan mendobrak pertahanan yang mumpuni, bukan tak mungkin cerita mengenai hasil negatif di awal Piala Eropa bakal terulang.
Kroasia yang dihuni pemain-pemain berpengalaman kekurangan daya ledak di depan sehingga kreasi-kreasi Modric dan kawan-kawan terbuang percuma.
Menghadapi Inggris yang konsisten bermain cepat di babak kedua, Kroasia pun memilih penguasaan bola tanpa selalu melepaskan direct ball.
Jika Kroasia lebih matang dalam memainkan strategi tersebut dan punya pemain pembeda, maka ada peluang Inggris bisa bobol.
Namun nyatanya Inggris yang justru mampu membuat gol. Raheem Sterling mengoyak gawang Dominic Livakovic pada menit ke-57.
Sterling layak mendapat pujian bisa menuntaskan peluang yang tak terlalu terbuka, dan bahkan kemudian mendapat pengharaan pemain terbaik, namun perhatian tertuju kepada si pembuat assist.
 Raheem Sterling menjadi pencetak gol pertama Inggris di Euro 2020. (Pool via REUTERS/JUSTIN TALLIS) |
Philips yang baru memainkan caps kesembilan bersama timnas Inggris, pemain inti dengan pengalaman paling sedikit, tampil cukup konsisten sejak awal laga.
Peluang Foden yang mengenai tiang gawang, dan sebuah sepakan dari luar kotak penalti yang diblok Livakovic berasal dari pemain Leeds.
Philips dalam laga ini memiliki catatan umpan sukses sebanyak 94 persen. Pemain 25 tahun itu melepaskan 33 umpan dan hanya dua yang gagal. Akurasi umpan Philips merupakan yang terbaik kedua di timnas Inggris setelah Foden.
Philips pun tercatat sebagai pemain nomor satu di timnas Inggris yang mampu melakukan dribel. Dari tiga kali upaya dribel, pemain yang memiliki julukan Andrea Pirlo dari Yorkshire ini berhasil melakukan dua dribel sukses.
Tak heran jika Philips kemudian mendapat sanjungan usai laga, termasuk dari Southgate.
Inggris beruntung memiliki Philips. Banyak kemudian yang menjagokan Philips tampil lagi sebagai starter di laga selanjutnya.
Konsistensi Philips dinanti di laga selanjutnya. Inggris akan bertemu Skotlandia dan Republik Ceko, yang di atas kertas lebih ringan ketimbang Kroasia. Namun masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Southgate dan anak asuhnya.
Penyelesaian akhir adalah nilai minus yang cukup nyata terlihat di laga melawan Kroasia. Kemampuan tim menghadapi lawan yang suka menguasai bola juga harus terus diasah. Belum lagi jika di tengah jalan ada faktor cedera pemain yang menghambat laju skuad St George's Cross.
Masih ada enam pertandingan lagi yang dibutuhkan Inggris untuk menuju tangga juara. Awal yang bagus hanya menjadi cerita belaka jika tak diikuti dengan keberhasilan mengangkat trofi Piala Eropa untuk kali pertama.