Tuntutan dari elemen suporter memecat pelatih di tengah kondisi yang tidak ideal dengan ekspektasi tinggi tanpa melihat realita proses bergulirnya kompetisi saat ini dianggap berlebihan.
Kusnaeni memberikan contoh Bali United sebagai juara bertahan yang juga dianggap masih memiliki penampilan yang belum maksimal. Di mata Kusnaeni, Bali United jadi salah satu tim dengan persiapan paling baik di Liga 1 musim ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait evaluasi Robert Alberts pada akhir seri kedua Liga 1 2021 nanti, Kusnaeni menyebut itu jadi keputusan bijak. Jeda libur antara seri pertama ke seri kedua selama 14 hari dianggap jadi waktu yang cukup untuk memperbaiki dan mengubah performa tim yang akan ditunjukkan di seri kedua nanti.
"Kalau sampai akhir seri kedua tim tidak berprogres, kita bisa melihat, menilai level kepemimpinan pelatih. Baru itu bijak, tapi ada faktor lain yang juga harus di lihat, bagaimana materi pemain, kebijakan internal manajemen dan lainnya," sebut Kusnaeni.
Kusnaeni mengingatkan kepada suporter untuk membedakan kecintaannya kepada klub dengan aspek legalitas dan profesionalitas dalam kepemilikan klub. Sekalipun suporter disebut menjadi pemegang saham dalam sebuah klub, cara penyampaian yang dilakukan pun harus sesuai dengan aturan yang ada.
"Kalau suporter mau ikut menentukan nasib pelatih yang menjadi keputusan manajemen, suporter harus jadi pemegang saham dan itu akan diputuskan di RUPS. Klub dipaksa membuat keputusan dari tekanan luar, ini mendikte dan tidak profesional. Seharusnya keputusan dibuat oleh para pemegang saham yang belum tentu hal itu sesuai dengan mayoritas suara pemegang saham," terangnya.
Lihat Juga : |
"Pemegang saham bicaranya bukan di lapangan, tapi di forum RUPS. Keputusan krusial klub diputuskan di RUPS. Seharusnya suporter bicara atas nama pemegang saham. Tapi ingat yang berkuasa itu pemegang saham mayoritas," tegas Kusnaeni.