Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah pemain badminton dunia bekerja keras sejak akhir September hingga saat ini. Kelelahan dan potensi cedera membayangi mereka.
Sejak Piala Sudirman 2021 digelar mulai 26 September, tercatat sejumlah pemain sudah terus tampil hingga berakhirnya turnamen French Open 2021 pada Minggu (31/10). Bahkan sejumlah pemain masih terus melanjutkan aksi mereka di German Open, 2-7 November pekan ini.
Banyak pemain yang tak berhenti beraksi dari Piala Sudirman hingga French Open, mulai dari pemain-pemain Jepang, Malaysia, dan tentu saja Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efek dari panjangnya turnamen sudah mulai terlihat langsung di lapangan. Salah satu contohnya ada pada laga Kento Momota vs Kanta Tsuneyama di semifinal French Open.
Momota merasakan ada masalah dengan tubuhnya. Ia sempat beristirahat dan berkonsultasi sebelum memilih melanjutkan permainan.
Dalam aturan BWF, mundur saat menghadapi lawan dari negara yang sama berarti poin yang telah ia kumpulkan di turnamen tersebut hangus.
Momota sempat coba melanjutkan pertandingan sebelum akhirnya mengikhlaskan poin miliknya di French Open hangus karena ia memilih mundur di awal gim ketiga.
Bukan hanya Momota, Viktor Axelsen yang tampil solid sejak Sudirman Cup dan Thomas Cup, hingga Denmark Open, akhirnya mundur di French Open saat menghadapi Heo Kwang Hee di babak pertama.
Belum lagi momen saat Anthony Ginting dan Jonatan Christie harus memutuskan mundur saat bertanding di Denmark Open pekan sebelumnya. Ginting dan Jonatan lalu pulang dan membatalkan keikutsertaan mereka di French Open.
Ada pula An Se Young yang tak kuat lagi bertanding di final Denmark Open saat berduel lawan Akane Yamaguchi meski kemudian bisa kembali bermain lagi di French Open.
Memang di luar sejumlah kasus pemain yang mundur karena cedera dan kelelahan, ada pemain yang tampil prima seperti Akane dan Yuta Watanabe/Arisa Higashino.
Namun rentetan turnamen penuh sejak 26 September hingga saat ini adalah pola jadwal yang jelas tidak masuk akal. Dan yang lebih penting, sulit untuk mencari solusi di tengah situasi yang tak pasti saat ini.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Saat pandemi melanda, badminton adalah salah satu olahraga yang kesulitan bergerak dan cepat memutar kembali roda kompetisi.
Dengan sistem turnamen dari negara ke negara, badminton kalah cepat dari MotoGP yang sudah memutar kompetisi sejak pertengahan 2020, alias hanya beberapa bulan setelah pandemi melanda.
Di awal 2021, BWF mulai menggelar rangkaian tiga turnamen di Thailand lewat sistem bubble meski rombongan pemain China dan Jepang tak ikut serta.
Setelah itu All England dan Swiss Open serta sejumlah turnamen di Eropa mulai bergulir sebelum akhirnya pembatalan turnamen di seri Asia kembali terjadi.
Selepas Olimpiade, BWF mengagendakan rangkaian turnamen dari Sudirman Cup, Thomas-Uber Cup, Denmark Open, French Open, dan Hylo Open dalam rangkaian satu kali jalan.
Salah satu alasan turnamen dalam jarak rapat itu adalah demi mempermudah urusan perizinan masuk tiap negara di tengah pandemi covid-19. Dengan para pemain sudah berada di Eropa, urusan izin masuk suatu negara bakal lebih mudah dibandingkan bila pemain tersebut berasal dari kawasan Asia.
Pemadatan jadwal turnamen di paruh akhir 2021 tentu juga konsekuensi dari minimnya turnamen di paruh awal 2021. BWF tentu ingin roda kompetisi berputar secara normal karena hal tersebut juga berhubungan dengan pemasukan dari sponsorship.
Pada akhirnya, jadwal berat BWF ibarat buah simalakama.
Dengan ikut turnamen beruntun, para pemain mulai menabung poin demi bisa lolos ke World Tour Finals yang diselenggarakan di Bali.
Selain itu, pengumpulan poin juga berguna untuk penentuan posisi peringkat BWF. Saat ini sejumlah penilaian poin dari turnamen BWF masih ada yang dibekukan lantaran roda kompetisi belum bergulir normal.
Andai terus absen, peringkat pemain bakal melorot drastis ketika daftar peringkat BWF sudah memulai pengambilan poin dengan normal.
Bila peringkat melorot, hal itu tentu akan berpengaruh pada posisi daftar unggulan saat mengikuti turnamen tahun depan. Tanpa masuk posisi unggulan, drawing yang menanti pemain bakal lebih sulit di tiap turnamen yang mereka ikuti tahun depan.
Tetapi terus-menerus mengikuti turnamen, risiko paling ringan adalah kelelahan dan yang paling berat adalah cedera panjang.
Situasi makin ironis karena di pengujung tahun ada gelaran Kejuaraan Dunia, salah satu turnamen besar yang jadi bidikan seluruh pemain di dunia.
Biasanya Kejuaraan Dunia berlangsung di bulan Juli-Agustus dengan jeda waktu persiapan selama satu bulan. Namun di tahun ini, Kejuaraan Dunia berlangsung di pertengahan Desember dan hanya berjarak sepekan setelah selesai BWF World Tour Finals.
Pada akhirnya pilihan untuk menghadapi jadwal padat BWF ini kembali berpulang pada masing-masing pemain dan asosiasi badminton tiap negara.
China memilih pulang dan tak ikut serta sejak French Open hingga rangkaian turnamen di Bali mendatang. Mereka siap dengan segala konsekuensi, termasuk penurunan peringkat. China kemungkinan bakal menghabiskan waktu yang ada untuk persiapan menuju Kejuaraan Dunia.
Sedangkan khusus untuk Indonesia, sebagai tuan rumah tentu bakal terus berjuang di tiga seri turnamen Bali sebelum tampil di Kejuaraan Dunia. Dalam ancaman kelelahan, para pemain Indonesia bakal berusaha menghabiskan seluruh tenaga mereka untuk meraih tempat terbaik dan podium tertinggi di Kejuaraan Dunia.
[Gambas:Video CNN]