Jakarta, CNN Indonesia --
Penggemar Timnas Indonesia pernah trauma dengan proyek naturalisasi gagal yang pernah diusung PSSI. Kali ini federasi kembali menggaungkan proyek serupa, namun tak sama.
Bangsa ini jelas tak lupa bagaimana PSSI bersikeras meng-Indonesia-kan para pemain yang dianggap punya kualitas lebih baik dari talenta lokal.
Nama-nama seperti Kim Jeffrey Kurniawan, Stefano Lilipaly, Raphael Maitimo, Jhonny van Beukering, Tonnie Cusell, hingga Diego Michiels jadi rombongan pertama yang dinaturalisasi dalam jumlah besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari semua nama tersebut, hanya Lilipaly yang paling sering diandalkan di Timnas Indonesia. Sisanya tak banyak dipakai skuad Garuda bahkan Beukering dan Cussel terpaksa pulang kampung karena tak laku di Indonesia.
Rombongan ini sempat jadi polemik seiring dengan konflik dualisme PSSI yang terjadi pada 2012. PSSI kubu Djohar Arifin yang sah di mata FIFA membentuk kompetisi baru Indonesia Premier League (IPL).
Sementara klub-klub Indonesia Super League (ISL) yang berafiliasi kepada KPSI pimpinan La Nyalla Mattalatti, enggan mengizinkan pemain terbaiknya membela Timnas. Hanya Bambang Pamungkas dan Oktavianus Maniani yang memenuhi panggilan Timnas.
Sederet pemain terbaik di tahun itu yang tergabung di klub ISL seperti Boaz Solossa, Ahmad Bustomi, Firman Utina, Kurnia Meiga, Muhammad Roby, dan Hamka Hamzah dilarang memperkuat Timnas Indonesia.
Situasi ini jelas merugikan Timnas Indonesia yang berlaga di Piala AFF 2012. Alhasil Indonesia tak mampu lolos fase Grup B karena kalah bersaing dengan Singapura dan Malaysia.
Program naturalisasi ini berbeda dengan kisah Cristian Gonzales, Greg Nwokolo, Victor Igbonefo, Beto Goncalves, hingga Ilija Spasojevic. Para pemain ini dinaturalisasi lewat syarat lima tahun tinggal di Indonesia.
 Stefano Lilipaly jadi salah satu pemain naturalisasi terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Hal serupa juga dialami Otavio Dutra, Fabiano Beltrame, dan teranyar Marc Klok. Tetapi, proses naturalisasi pemain-pemain ini seolah hanya bagian dari upaya klub 'mengakali' kuota pemain asing di Liga 1.
Ezra Walian punya cerita berbeda. Sedari awal pemain jebolan Jong Ajax ini memang tertarik membela negara kelahiran ayahnya yang berasal dari Manado.
Penyerang yang kini bermain di Persib Bandung telah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sejak 2017. Namun, Ezra sempat gagal membela Timnas Indonesia di kalender FIFA lantaran naturalisasi belum legal secara hukum FIFA.
Penyerang 24 tahun itu baru benar-benar bisa bermain di 2021 bersama Timnas Indonesia era Shin Tae Yong.
Ezra bersama para pemain muda lainnya menuai pujian meski Timnas Indonesia kembali finis sebagai runner up di Piala AFF 2020 yang digelar 2021.
Baca lanjutan artikel ini di halaman berikutnya>>>
Di bawah kendali Shin Tae Yong, pasukan Garuda tampil berkarakter dan pantang menyerah di Piala AFF 2020.
Talenta-talenta muda macam Pratama Arhan, Ramai Rumakiek, Rachmat Irianto, dan Alfeandra Dewangga menjadi idola baru. Adapun Witan Sulaeman, Egy Maulana Vikri, atau Evan Dimas sudah malang-melintang di Timnas.
Igbonefo yang jadi pemain naturalisasi dengan jam terbang tinggi, lebih sering diparkir di bangku cadangan. Akan tetapi kiprah Indonesia yang mengandalkan talenta lokal justru menuai pujian setinggi langit.
Sayang, Indonesia kembali gagal merengkuh gelar usai dikalahkan Thailand dengan agregat 2-6 di partai final. Namun perjuangan Asnawi Mangkualam dkk layak mendapat apresiasi.
Penampilan skuad arahan Shin Tae Yong di Piala AFF sebenarnya dapat diartikan bahwa talenta lokal Indonesia saat ini tak jelek-jelek amat. Banyak pemain muda yang berpotensi jadi bintang.
Faktanya, cerita soal proyek naturalisasi gagal tak lantas membuat PSSI kapok. Induk organisasi sepak bola Tanah Air itu kembali mengusung program naturalisasi dengan dalih rekomendasi Shin Tae Yong.
Jordi Amat, Sandy Walsh, Mees Hilgers, dan Ragnar Oratmangoen masuk daftar program naturalisasi untuk memperkuat Timnas Indonesia.
Sepintas, profil empat pemain tersebut cukup mentereng. Usia mereka masih di bawah 30 tahun dan jadi andalan di klub masing-masing. Seluruh pemain ini berdarah Indonesia.
Jordi Amat jadi calon pemain naturalisasi tertua dengan 29 tahun. Sandy Wals 26 tahun, Oratmangoen 23 tahun, dan Hilgers jadi pemain termuda dengan 20 tahun.
 Sandy Walsh sudah sejak lama ingin bela Timnas Indonesia. (VALERY HACHE/AFP) |
Amat, Walsh, dan Hilgers merupakan pemain bertahan. Sementara Oratmangoen bisa bermain sebagai winger maupun gelandang serang. Artinya, keempat pemain ini tengah berada di puncak karier mereka dan bukan asal berkiprah di luar negeri.
Hanya saja tak ada satu pun yang bisa diplot sebagai striker yang sejauh ini jadi titik terlemah Timnas Indonesia.
Mau tidak mau, suka tidak suka, keempat pemain ini adalah rekomendasi Shin Tae Yong, pelatih Timnas Indonesia yang belakangan sukses mencuri hati publik Tanah Air.
 Shin Tae Yong mulai curi perhatian publik Indonesia. (AP Photo/Suhaimi Abdullah) |
Maka, tak ada salahnya memberi keleluasaan sebesar-besarnya bagi Shin Tae Yong untuk berkreasi. Namun, STY juga perlu mengingat bahwa masih banyak talenta lokal yang siap unjuk gigi.
Eks Timnas U-19 seperti Bagus Kahfi, Bagas Kaffa, Brilian Aldama, dan David Maulana juga bisa jadi idola baru jika lebih banyak diberi kepercayaan di panggung internasional.
[Gambas:Video CNN]