TESTIMONI

Ali Budimansyah, Jordan Indonesia Bergelimang Sejarah

Ali Budimansyah | CNN Indonesia
Rabu, 16 Feb 2022 19:05 WIB
"Basketball is my blood." Bahkan saya berharap suatu saat ketika sudah dipanggil Yang Maha Kuasa, jenazah saya bisa disemayamkan di lapangan basket dulu.
Ali Budimansyah menorehkan beragam sejarah ketika masih menjadi pemain. (Tangkapan Layar Instagram/@alibudi31)
Jakarta, CNN Indonesia --

"Basketball is my blood." Bahkan saya berharap suatu saat ketika sudah dipanggil Yang Maha Kuasa, jenazah saya bisa disemayamkan di lapangan basket dulu baru ke kuburan.

Kalau disuruh memilih satu kata yang mewakili basket, maka saya pilih kata 'cinta'. Tanpa kecintaan pada olahraga ini, saya rasa apa yang saya lakukan tidak bisa berjalan lancar.

Saya cinta olahraga basket yang sudah puluhan tahun saya lakoni, ya jadi pemain, asisten pelatih, kepala pelatih, sampai sekarang jadi wakil presiden klub basket.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan karena saya dapat julukan Jordan makanya jadi cinta sama basket, jauh-jauh sebelum itu saya sudah lebih dulu kenal, suka dan cinta.

Dari tahun 1980-an kenal basket sampai sekarang, masa-masa yang saya paling suka adalah saat menjadi pemain. Dengan jadi pemain itu saya bisa mengekspresikan secara langsung apa yang ada di otak. Kalau sebagai wakil presiden klub, seperti sekarang misalnya, belum tentu apa yang ada di pikiran saya bisa terealisasi.

Zaman jadi atlet, sama seperti hidup manusia, ada naik turunnya. Saya benar-benar merasa di puncak ketika menjadi satu-satunya wakil Indonesia di ajang Asia All Star 1998. Di saat Indonesia sedang dilanda kerusuhan waktu itu, saya pergi ke Taiwan.

[Gambas:Instagram]

Saya enggak tahu kenapa waktu itu bisa terpilih. Kalau enggak salah waktu itu Asosiasi Federasi Basket Internasional (FIBA), lewat scouting talent, memasukkan nama saya dalam nominasi atlet terbaik dari Indonesia untuk mendapat kesempatan main di Asia All Star.

Dalam sebuah forum pertemuan di Thailand, FIBA kemudian bertanya mengenai pemilihan saya kepada sosok basket yang tak asing di Tanah Air, Kim Hong. Koh Kim Hong ini adalah bos tim Aspac, dia merasa saya layak menjadi pilihan FIBA. Padahal saya waktu itu bermain di tim Pelita Bakrie, bukan tim Aspac di mana dia menjadi pemimpin.

Saya sendiri bermain di Asia All Star bersama 11 bintang basket Asia lainnya melawan dua tim tuan rumah, Chinese Taipei All Star dan timnas Taiwan. Seharusnya saya bermain bersama bintang basket China, Yao Ming, tapi hubungan Taiwan dan China yang panas membuat mantan pemain Houston Rockets itu batal datang.

Seperti saya sebut di atas, masuk tim Asia All Star adalah puncak karier saya yang paling top. Enggak bakal ada pemain Indonesia lagi yang bisa main di situ. Bukannya sombong, tapi ajangnya memang sudah enggak ada sekarang...hehehe.

Tapi sebenarnya setahun setelah saya main, ada dua nominasi lagi dari Indonesia untuk Asia All Star 1999. Tetapi dua orang tersebut sebatas menjadi nominasi saja, mereka enggak main.

Saya merasa itu catatan spesial. Di Indonesia saya kira cuma ada nama om Sonny Hendrawan yang pernah menorehkan prestasi terhebat sampai level Asia di tahun 1960-an. Beliau ini top skor kejuaraan Asia, dan saya merasa enggak ada apa-apanya dibanding beliau.

[Gambas:Instagram]

Menurut saya tampil di Asia All Star adalah sejarah, dan seperti saya bilang di atas tidak akan bisa diikuti oleh orang-orang lain lagi dari Indonesia karena ajangnya sudah enggak ada. Itulah kenapa menurut saya tampil di Asia All Star adalah capaian tertinggi.

Lagi pula itu adalah catatan di level Asia dan sementara Indonesia belum pernah sampai tampil di Asian Games, kecuali kemarin saat jadi tuan rumah pas 2018.

Selain prestasi di Asia All Star, saya juga ikut membuat sejarah-sejarah di blantika basket Indonesia. Bedanya dengan Asia All Star, sejarah-sejarah yang saya torehkan bisa dipecahkan oleh pemain-pemain lain yang masih aktif saat ini.

Yang pertama waktu meraih perunggu pertama di SEA Games 1993. Itu adalah medali pertama tim basket putra Indonesia di SEA Games. Yang kedua adalah ketika dapat perak di SEA Games 2001. Itu juga sejarah karena pertama kali Indonesia bisa main di final dan dapat perak.

Saya juga sempat membawa Indonesia juara SEABA tahun 1996. Waktu itu menang lawan Filipina, sebuah prestasi yang luar biasa karena kita tahu Filipina kan raja basket di Asia Tenggara yang sampai sekarang terus jadi tembok buat kita untuk bisa dapat emas.

Banner Testimoni

Sejarah lain yang menurut saya bisa dibanggakan adalah ketika saya masuk timnas senior pas umur 17 tahun 11 bulan. Itu saya enggak tahu apakah sekarang sudah pecah rekornya atau belum. Sudah atau belum enggak masalah, yang saya ingin tekankan adalah saya bisa melakukan itu murni dengan kemampuan, pengorbanan, dan kerja keras.

Saya mendapat kesempatan itu bukan karena hal-hal lain, misalnya jalur belakang, atau karena saya terkenal atau istilahnya jaman sekarang viral begitu.

Satu lagi sejarah adalah ketika saya jadi pelatih. Pas SEA Games 2019 terakhir kemarin saya bawa tim 3X3 meraih medali perak ketika cabang tersebut untuk kali pertama dipertandingkan.

Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>

Asal-usul 'Takhta' Jordan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER